Nabi didalam banyak hadist beliau telah menyebutkan perkara-perkara yang terjadi menjelang datangnya kiamat. Bahkan perkara yang disebutkan tersebut telah dijumpai di jaman kita.
Salah satu dari karya Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat Hafizahullah Ta'ala yang berjudul Telah Datang Zamannya. Beliau menuliskan hadist-hadist yang dikabarkan oleh nabi tentang datangnya hari kiamat.
Diantara hadist-hadist yang kita bahas adalah :
Imam Ibnu Majah meriwayatkan di dalam Sunannya :
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ قُدَامَةَ الْجُمَحِيُّ عَنْ إِسْحَقَ بْنِ أَبِي الْفُرَاتِ عَنْ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ
Abu Bakr bin Abi Syaibah menuturkan kepada kami. Dia berkata; Yazid bin Harun menuturkan kepada kami. Dia berkata; Abdul Malik bin Qudamah al-Jumahi menuturkan kepada kami dari Ishaq bin Abil Farrat dari al-Maqburi dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu-, dia berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu Ruwaibidhah berbicara.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud Ruwaibidhah?”. Beliau menjawab, “Orang bodoh yang turut campur dalam urusan masyarakat luas.” (Hadist Riwayat Ibnu Majah, disahihkan al-Albani dalam as-Shahihah (1887) as-Syamilah).
Dalam lafadz lain, Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
“Sesungguhnya sebelum kedatangan dajjal akan datang tahun-tahun yang penuh tipu daya ... (Lalu lanjutan hadistnya sama seperti yang diatas)
Ini menunjukkan tahun-tahun yang tipu daya adalah jaman sebelum munculnya dajjal.
Yang dimaksud dengan 'tahun-tahun yang penuh tipu daya' bukanlah dzat jamannya. Melainkan orang-orang yang ada dijaman itu dimana orang-orang yang rusak ukuran disisinya.
Para ulama menjelaskan tentang hadist ini, menunjukkan tanda-tanda hari kiamat yaitu terbaliknya ukuran segala sesuatu. Artinya tahun-tahun yang penuh tipu daya. Maka hiduplah orang yang hidup dijaman itu dimana tak ada lagi standar kebenaran karna terbaliknya segala ukuran sehingga terjadilah haq dikatakan bathil dan bathil dikatakan sebagai haq. Orang yang jujur dikatakan pendusta dan orang yang pendusta dikatakan sebagai orang yang jujur. Orang pengkhianat diberi amanah dan orang yang khianat diberikan amanah. Lalu berbicaralah ruwaibidhah.
Kenapa jaman seperti itu? Karna telah memudarnya cahaya islam dijaman itu. Sehingga terjadilah jaman yang disabdakan Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam :
بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ
“Islam datang dalam keadaan yang asing, akan kembali pula dalam keadaan asing. Sungguh beruntunglah orang yang asing.” (Hadist Riwayat Muslim).
Makna 'asing' dikatakan oleh para ulama adalah karna sedikitnya orang yang menegakkan Islam itu sendiri, orang yang beramal dengan ajaran islam itu sendiri sangatlah sedikit walaupun banyak orang yang menyelisihinya. Dan sedikit orang yang membelanya islam itu sendiri. Sesuatu yang mereka anggap bagian islam hanyalah warisan tradisi, pendapat dari madzhab, produk akal sendiri. Karna minimnya ilmu maka dijadikanlah tradisi, pendapat tokoh, ataupun yang lainnya bagian dari islam itu sendiri. Karna islam yang mereka ketahui adalah apa yang diamalkan oleh orang banyak. Sedangkan islam yang ditulis oleh Al-Qur'an dan hadist Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam tidak pernah mereka dengar.
Inilah yang membuat kondisi jaman dimana manusia tidak lagi memiliki pegangan. Sehingga mereka menilai sesuatu itu sesuai dengan selera.
Sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Tirmidzi :
يَأْتِي عَلى النَّاسِ زَمَانٌ اَلصَّابِرُ فِيْهِمْ عَلى دِيْنِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ
“Akan datang pada manusia suatu zaman, saat orang yang bersabar di antara mereka di atas agamanya seperti orang yang menggenggam bara api.”
Beragama di akhir jaman adalah kondisi dimana kita harus bersiap-siap Dimana akan ada gangguan dari manusia, celaan dari manusia, dan semacamnya.
Imam ahmad dalam Musnad-nya, Ath-Thabrani dalam Al-Mu'jamul Kabier dan Ibnu Hibban dalam Shahih-nya dengan sanad yang shahih dari Abu Umamah Al-Bahili radhiallahu 'anhu, dari Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda :
"Buhul/ikatan Islam akan terputus satu demi satu. Setiap kali putus satu buhulan, manusia mulai perpegang pada tali berikutnya. Yang pertama-kali putus adalah adalah hukum (syariat), dan yang terakhir adalah shalat."
Ini menunjukkan bahwa sedikit demi sedikit, satu persatu syariat akan lepas darinya hingga tersisanya shalat di tengah-tengah mereka.
Dalam riwayat lain disebutkan : “Wanita mengerjakan shalat dalam keadaan haid.”
Hasan Al Basri berkata :
“Seandainya ada seseorang yang dia berjumpa dengan generasi salaf pertama, lalu dia dibangkitkan hari itu maka dia tidak mengenal sesuatupun dari islam di tengah kaum muslimin kecuali hanyalah shalat.”
Kalau seandainya kaum muslimin berilmu lalu muncul dajjal maka dajjal tersebut akan mudah dikalahkan. Namun sayangnya dajjal akan muncul ditengah kaum muslimin dimana kaum muslimin tidak lagi berilmu terhadap agamanya, tidak lagi mengenal mana yang haq dan mana yang bathil.
Didalam hadist pertama (diatas) yang disebut kan :
“Ketika itu pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat.”
Para ulama ketika men-syarah hadist tersebut, bahwa kalimat tersebut :
1. Memberikan isyarat bahwa dijaman itu yang menguasai media informasi dan komunikasi adalah musuh-musuh agama Allah. Maka melalui media itulah mereka kuasai, mereka sudutkan islam, mereka memutar balikkan fakta, sehingga tertuduhlah orang yang jujur dikatakan pendusta sedangkan orang pendusta berkeliaran untuk menebar kedustaannya.
Apa yang menyebabkan kebid'ahan merajalela?
Penyebab pokoknya adalah karna mimbar-mimbar kaum muslimin dikuasai oleh mereka. Bahkan bulan Ramadhan menjadi ajang tersebarnya hadist-hadist palsu. Sehingga menjadi konsumsi oleh masyarakat dan itulah agama bagi menurut mereka.
Salah satu hadist yang masyhur yang dibawakan dibulan Ramadhan adalah doa malaikat Jibril yang di-aamiin-kan tiga kali.
“Jangan diterima puasanya istri yang belum meminta maaf kepada suaminya. Jangan diterima puasanya seorang anak yang tidak minta maaf kepada kedua orang tuanya. Dan jangan diterima puasanya muslim lain yang tidak meminta maaf kepada muslim yang lainnya.”
Dengan lafazh itu, hadist tersebut La Ashla Lahu (tidak ada asal usulnya). Adapun yang benar yang di-aamiin- kan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam adalah :
“Dia mendapatkan bulan Ramadhan kemudian bulan Ramadhan berlalu namun dia tidak mendapatkan ampunan. Yang kedua : Celakalah bagi mereka yang memiliki kedua orang tua atau salah satunya namun tidak memasukkan mereka kedalam surga. Yang ketiga : mereka yang mendengarkan nama Rasulullah disebutkan namun tidak mau bershalawat kepadanya.”
2. Munculnya dijaman itu orang-orang yang membawa hadist palsu
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda :
سيَكونُ في آخرِ أمَّتي أناسٌ يحدِّثونَكم ما لَم تسمعوا أنتُم ولا آباؤُكم . فإيَّاكُم وإيَّاهُم
“Akan ada di akhir zaman dari umatku, orang-orang yang membawakan hadits yang tidak pernah kalian dengar sebelumnya, juga belum pernah didengar oleh ayah-ayah dan kakek moyang kalian. Maka waspadailah.. waspadailah” (Hadist Riwayat Muslim dalam Muqaddimah-nya).
Ini menunjukkan bahwa manhaj salaf adalah puncak agama dimana seseorang dapat menghukumi bahwa ini haq dan ini yang bathil. Darimana Kaidahnya? Karna para sahabat tidak pernah mendengar dan tidak memahami apa yang disampaikan oleh hadist tersebut.
Walaupun ada orang yang membawa sebuah ayat, lalu ia dikatakan kepada kaum muslimin bahwa makna ayat tersebut begini dan begitu. Lalu kita mempercayainya? Tidak. Tidak setiap orang yang membawa dalil lalu kita katakan bahwa mereka benar. Karna seseorang dikatakan benar tidak hanya mampu mengemukakan dalil itu namun memiliki beberapa tahapannya :
1. Mana dalilnya?
Tanyakan kepada mereka apa dalilnya.
2. Shahihkah dalilnya?
Jika mereka bawakan dalil yang shahih, maka tanyakan kepada mereka pemahaman siapa yang mereka bawakan.
3. Shahihkah pemahamannya?
Walaupun mereka membawakan dalil dan dalilnya Shahih, belum tentu pemahamannya benar. Jika seseorang hanya membawakan dalil yang shahih tanpa pemahaman yang benar, maka islam jama'ah pun juga bisa melakukannya
Seperti salah satu hadist masalah baibaiat'at. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
مَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً
“Barangsiapa yang mati, sedangkan di lehernya tidak ada ikatan bai’at, maka dia mati dalam keadaan jahiliyah.” (Hadist Riwayat Muslim).
Padahal bai'at yang dimaksudkan disini adalah bai'at kepada pemimpin dinegeri kaum muslimin, bukan bai'at kepada kelompok. Jika bai'at dilakukan secara berkelompok-kelompok, maka kelompok lain akan menyesatkan kelompok yang lainnya karna tidak ber-bai'at kepada imam-imam mereka.
Selain pemahamannya, benarkah secara prakteknya? Seperti didalam dalil-dalil tentang hukuman bagi pencuri.
Allah Subhanahu Ta’ala berfirman :
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Surah Al Maidah : 38).
Didalam ayat tersebut disebutkan bahwa hukuman bagi pencuri adalah dipotong tangannya. Lalu siapa yang berhak memotong tangannya? Yaitu para pemimpin (ulil amr), bukan para kelompok-kelompok tertentu.
Walaupun ayat atau hadist yang mereka bawakan shahih, maka lihat pemahamannya serta prakteknya.
Imam ibnul Hadi rahimahullah mengatakan :
“Tidak boleh membuat sebuah tafsir terhadap satu ayat atau hadist dimana para salaf tidak mengenal penafsiran itu dan tidak pernah juga dijelaskan kepada orang lain.”
4. Munculnya para pendusta yang lebih parah lagi yaitu orang-orang yang mengaku sebagai utusan Allah.
Diriwayatkan dari Tsauban Radhiyallahu anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda :
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَلْحَقَ قَبَائِلُ مِنْ أُمَّتِي بِالْمُشْرِكِينَ، وَحَتَّى يَعْبُدُوا اْلأَوْثَانَ، وَإِنَّهُ سَيَكُونُ فِي أُمَّتِيْ ثَلاَثُوْنَ كَذَّابُونَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ نَبِيٌّ، وَأَنَا خَاتَمُ النَّبِيِّيْنَ، لاَ نَبِيَّ بَعْدِيْ.
“Tidak akan terjadi hari Kiamat hingga beberapa kelompok dari umatku mengikuti kaum musyrikin dan hingga mereka menyembah berhala, dan sesungguhnya akan ada pada umatku tiga puluh orang pendusta, semuanya mengaku bahwa ia adalah seorang Nabi, padahal aku adalah penutup para Nabi, tidak ada Nabi setelahku.” (Sunan Abi Dawud (XI/324, ‘Aunul Ma’buud).
Sekarang ini sudah banyak bermunculan para pendusta-pendusta, salah satunya adalah para falsafah. Yang menyebarkan hadist-hadist palsu dikalangan kaum muslimin.
Jika ada orang yang mengatakan ahlul kalam dikatakan sebagai ulama maka ia telah dianggap menyelisihi ijma' ulama
Berkata Imam Ibnu Abdil Barr rahimahullah :
"أجمع أهل الفقه والآثار من جميع الأمصار أن أهل الكلام: أهل بدع وزيغ، ولا يعدون عند الجميع - في جميع الأمصار - في طبقات العلماء، وإنما العلماء: أهل الأثر والتفقه فيه، ويتفاضلون فيه بالإتقان والميز والفهم"
"Telah Sepakat Ahlul Fiqh wal Atsar dari seluruh negeri bahwa Ahli Kalam (yakni) : Ahli Bid'ah dan Zaighun (yang suka menyimpangkan dalil) tidak mereka dianggap menurut semua 'ulama -diseluruh negeri- masuk dalam golongan thobaqat 'ulama (yakni mereka BUKAN 'ULAMA). Sesungguhnya 'ulama itu hanyalah Ahlul Atsar dan bertafaqquh (berilmu dan beramal sesuai dalil) dan mereka (para ulama itu) saling berbeda keunggulan masing-masing nya dalam kekuatan (hafalan), keistimewaan (specialisasi) dan (kedalaman) pemahamannya. (Jaami'u Bayanil Ilmi wa Fadhlih (2/942)
Wallahu'alam
[Oleh: Buya Robby Kader | Telah Datang Zamannya | 27 Rajab 1443 H]
0 Komentar
Tinggalkan balasan