Sesungguhnya syari'at kita (Islam) adalah syari'at yang sempurna lagi menyeluruh, serta mencakup segala perkara bagi kemaslahatan manusia, baik saat hidup maupun sesudah mati. Segala puji bagi Allah. Di antara hal tersebut adalah apa yang disyari'atkan oleh Allah terkait hukum-hukum tentang jenazah. Mulai dari saat seseorang sakit dan menghadapai sakratul maut, hingga mayatnya dikebumikan dalam kubur. Hukum-hukum tersebut meliputi : menjenguk orang sakit, mentalqinnya, memandikannya, mengkafaninya, menshalatkannya dan memakamkannya. Termasuk juga hal-hal yang menjadi konsekuensinya, seperti membayar hutang hutangnya, menjalankan pesan-pesan (wasiat)nya, membagi-bagikan harta warisannya, serta pemberian hak perwalian bagi anak-anaknya yang masih kecil.
Ada orang yang mengatakan bahwa kebiasaan itu bisa memberikan keputusan. Tidak. Selama ada syariat maka kembali kepada syariat itu. Jangan kita menelantarkan jenazah gara-gara adat istiadat. Seperti payung tidak dikembangkan, karpet tidak dibentangkan, bantal yang tidak ada, akhirnya jenazah terlantar. Berarti kita sudah mendahului adat daripada syariat.
Kita sebagai seorang muslim, yang menjadi acuan bagi kita adalah syariat. Dan syariat itu untuk kemaslahatan manusia.
[PETUNJUK NABI SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM DALAM MENYIAPKAN JENAZAH]
Imam Ibnul Qayyim menjelaskan,
"Petunjuk Nabi dalam soal menyiapkan jenazah adalah petunjuk yang paling sempurna, berbeda sekali dengan ajaran umat-umat lainnya di dunia ini. Ajaran itu meliputi :
1. Penegakan penghambaan diri kepada Allah dengan cara paling sempurna.
2. Berbuat baik pada mayit dan melakukan hal-hal yang bermanfaat baginya di dalam kubur dan di hari kiamat kelak. Seperti menjenguknya, menalkinkan, memandikan dan menyiapkannya agar bertemu dengan Allah dalam kondisi terbaik. Kemudian mereka berdiri berbaris di dekat jenazahnya, sambil memuji kepada Allah dan menyanjung-Nya, lalu membaca shalawat kepada Nabi-Nya, kemudian memohon agar dosa-dosa mayit diampuni oleh Allah, diberi rahmat dan dimaafkan. Selanjutnya mereka masih berdiri didekat kuburnya, memohon agar mayit diberi keteguhan di alam kubur. Setelah itu menziarahi kuburannya dan mendo'akannya, layaknya orang yang masih hidup di dunia mengunjungi temannya. Kemudian berbuat baik kepada karib kerabat dan keluarga si mayit, dan lain sebagainya. (Zaadul Ma'aad I:498)
[ANJURAN MEMPERBANYAK MENGINGAT KEMATIAN]
Dianjurkan juga banyak mengingat mati, dan bersiap-siap untuk menghadapinya. Yakni dengan bertaubat dari segala maksiat, mengembalikan harta orang lain yang diambil secara zhalim, serta segera melakukan amal shalih, sebelum maut datang menjemput saat kita dalam keadaan lalai.
Nabi bersabda :
أكثروا من ذكر هاذم اللذات
"Banyak-banyaklah mengingat pemutus kenikmatan (kematian)."
Diriwayatkan oleh perawi yang lima (at-Tirmidzi, an-Nasa-i, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, al-Hakim), dengan beberapa sanad sanad yang shahih. Dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban, al-Hakim dan ulama lainnya. Arti kata 'pemutus kenikmatan' adalah kematian.
At-Tirmidzi dan perawi lainnya meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud secara marfu' :
إستحيوا من الله حق الحياء، قلنا: يارسول الله إنا نستحيي والحمد الله، قال: ليس ذلك ولكن الاستحياء من الله حق الحياء أن تحفظ الرأس وما وعى والبطن وما حوى وتذكر الموت والبلى ومن أراد الآخرة ترك زينة الحياة الدنيا، فمن فعل ذلك فقد استحيا من الله حق الحياء
"Malulah kalian kepada Allah dengan sebenar-benarnya." Kami (para Sahabat) bertanya, "Wahai Rasulullah, alhamdulillaah, kami sudah merasa malu." Jawab beliau, "Bukan malu yang seperti itu. Tapi rasa malu yang sebenar-benarnya. Yaitu, hendaknya kalian menjaga kepala kalian dan apa yang ada padanya, juga perut kalian (dari yang haram) dan apa yang terhubung dengannya. Ingatlah kematian dan kefanaan. Orang yang menginginkan akhirat, pasti akan meninggalkan hiasan dunia. Barangsiapa yang melakukan hal itu, berarti ia telah merasa malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya." (Hadist Riwayat at-Tirmidzi)
Pertama :
HUKUM-HUKUM TERKAIT DENGAN ORANG SAKIT DAN ORANG SEKARAT
[ANJURAN UNTUK TABAH SAAT SAKIT]
Apabila seseorang mengalami sakit, hendaknya ia bersikap tabah, mengharapkan pahala, tidak mengeluh atau kesal terhadap takdir dan ketetapan Allah. Ia boleh memberitahukan penyakitnya atau jenis penyakit yang dideritanya kepada orang lain, tapi dengan tetap ridha terhadap ketetapan Allah. Ridha adalah menerima dengan lapang dada dan tidak protes.
Mengadu kepada Allah dan memohon kesembuhan dari-Nya tidaklah berlawanan dengan sikap tabah. Bahkan menuru syari'at, itu dituntut dan dianjurkan.
Nabi Ayyub alaihissalam juga menyeru Rabb-nya, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
وأيوب إذ نادى ربه أني مسني الشر وأنت أرحم الأمين
"Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Rabb-nya : "(Wahai Rabb sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Rabb yang Maha Penyayang di antara semua penyayang."" (Surah Al-Anbiyaa' : 83)
Meminta kesembuhan dari Allah tidak bertentangan dari kesabaran. Sabar itu kita Terima apa yang terjadi. Namun lidah kita tidak boleh menuturkan sesuatu apapun yang seakan-akan kita protes. Model orang yang protes itu adalah niyah (meratap).
[TUNTUNAN DALAM BEROBAT]
Seseorang juga diperbolehkan berobat menggunakan obat obatan yang mubah. Bahkan sebagian ulama berpendapat bahwa berobat itu hukumnya ditekankan, sehingga mendekati wajib.
Terdapat banyak hadits yang menyebutkan tentang keabsahan hukum sebab musabab, serta perintah untuk berobat, dan bahwa berobat itu tidak berlawanan dengan tawakal. Sama halnya dengan makan dan minum untuk mengusir rasa lapar dan dahaga.
[BEROBAT DENGAN SESUATU YANG HARAM]
Namun, tidak boleh berobat dengan sesuatu yang haram, berdasarkan riwayat dalam Shahiih al-Bukhari, dari Ibnu Mas'ud, bahwa ia menuturkan :
إن الله لم يجعل شفاءكم فيما حرم عليكم
"Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan kalian pada sesuatu yang diharamkan atas kalian."
Lalu bagaimana jika ia sembuh dengan cara berobat yang haram?
Kita katakan bahwa dalam syariat berobat ada sebab : sebab qauni dan sebab syar'i.
1. Sebab qauni : Allah ciptakan obat-obat tertentu untuk penyakit tertentu.
2. Sebab syar'i : ada perintah dari syariat seperti Al-Qur'an. Ia adalah obat untuk hati dan obat untuk fisik
3. Ada juga sebab karna nash seperti obat-obatan habbatussaudah, ruqyah.
Jika tidak ada karna qauni, syar'i dan tidak juga secara nash, maka itu bukanlah obat seperti jimat, dukun.
Ketika ia pergi ke dukun untuk berobat lalu sembuh, maka :
1. Kalau ia tidak pergi, ia tidak akan berdosa. Sedangkan sembuhnya itu sudah ditakdirkan oleh Allah.
2. Tapi kalau ia pergi, ia akan berdosa. Sedangkan sembuhnya itu sudah ditakdirkan oleh Allah
Sementara Abu Dawud dan perawi lainnya meriwayatkan dari Abu Hurairah secara marfu' :
إن الله أنزل الداء والدواء وجعل لكم لكل داء دواء فتداووا ولا تتداووا بحرام
"Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit beserta obat nya, dan telah menciptakan obat untuk setiap penyakit. Maka ber obatlah. Namun jangan berobat dengan sesuatu yang haram."
Dalam Shahiih Muslim disebutkan bahwa Nabi bersabda tentang minuman keras.
إنه ليس بدواء ولكنه داء
"Sesungguhnya ia bukanlah obat, tapi penyakit." (Hadist Riwayat Muslim).
[BEROBAT DENGAN SESUATU YANG DAPAT MERUSAK AQIDAH]
Hukum berobat dengan menggunakan sesuatu yang dapat me rusak aqidah juga haram. Seperti menggunakan jimat yang memuat lafazh-lafazh syirik (mantra syirik), nama-nama yang tidak dikenal, atau rajah-rajah, liontin, benang, kalung dan sejenisnya, yang dikenakan di bagian lengan atas, lengan bawah atau di bagian tubuh lainnya. Di mana semua itu diyakini dapat memberikan kesembuhan atau mengantisipasi (pengaruh pandangan) mata jahat, atau marabahaya.
Aqidah muslim lebih penting dari kesehatan nya. Menjaga Aqidah jauh lebih baik daripada kesehatan.
Muhammad bin Sirin pernah kecelakaan sehingga kakinya harus dipotong. Dalam memotong kaki harus dibius. Ia tidak mau dibius karna tak ingin akal saya hilang, sementara ia harus diamputasi. Sehingga ia diamputasi tanpa dibius.
Karena cara itu dapat membuat hati bergantung pada selain Allah dalam mencari manfaat atau menolak mudarat. Semua itu termasuk kemusyrikan atau sarana-sarana menuju kemusyrikan.
Begitu pula halnya dengan berobat pada dukun, peramal, ahli nujum, tukang santet dan orang-orang yang menggunakan kekuatan jin. Bagi seorang muslim, aqidah lebih penting daripada kesehatannya.
[OBAT YANG PALING UTAMA]
Allah menciptakan obat yang berasal dari sesuatu dibolehkan dan bermanfaat bagi tubuh, akal dan agama. paling utama dari hal tersebut adalah al-Qur'anul Karim dan ruqyah dengan menggunakan ayat-ayat Al-Qur'an dan doa-doa yang dibenarkan syariat.
Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan,
"Di antara obat mujarab adalah melakukan kebaikan dan berbuat baik (pada orang lain), berdzikir, berdo'a, bersikap tunduk kepada Allah, memohon dan memelas serta bertaubat kepada-Nya. Pengaruh hal tersebut jauh lebih kuat daripada obat-obatan biasa. Namun semua itu tergantung sejauh mana kesiapan hati dan sejauh mana hati dapat menerima.”
Tidak mengapa berobat dengan menggunakan obat-obatan mubah, melalui dokter-dokter yang berkompeten bidang dan berbagai macam penyakit, baik di rumah sakit maupun di balai pengobatan lain.
[DISUNNAHKAN MENJENGUK ORANG SAKIT DAN MENDO'AKANNYA]
Menjenguk sunnah, berdasarkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahiih Muslim, serta yang lainnya :
خمس تجب للمسلم على أخيه – وذكر منها: عيادة المريض
"Ada lima hal yang wajib dilakukan seorang muslim terhadap saudaranya." Disebutkan salah satunya, "Menjenguk orang sakit." (Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 1240), kitab al-Jana-iz, bab 2, dan Muslim dari Abu Hurairah (no. 2162 (5650)) [VII:367], kitab as-Salam, bab 3)
Saat menjenguk orang sakit, dianjurkan untuk menanyakan kondisinya. Apabila Nabi menjenguk orang sakit, beliau biasa mendekatinya, lalu menanyakan kondisinya.
Menjenguk orang sakit bisa dilakukan setiap dua hari sekali, atau tiga hari sekali, kecuali bila yang bersangkutan menghendaki dijenguk setiap hari. Hendaknya tidak duduk berlama-lama saat mengunjunginya, kecuali bila dia menghendaki hal tersebut.
Dianjurkan mengucapkan kepada si sakit:
لابأس عليك طهور إن شاء الله
"Tidak mengapa, ini penghapus dosa insya Allah." (Hadist Riwayat Bukhari)
Kemudian penjenguk berusaha menyenangkan hatinya, men do'akannya agar lekas sembuh, meruqyahnya dengan al-Qur-an, terutama sekali surat al-Faatihah, surat al-Ikhlas, al-Falaq dan an Naas.
Wallahu'alam
[Oleh : Buya M. Elvi Syam | Kitab Mulakhkhas Fiqhi | 13 Jumadil Akhir 1443 H | Masjid Al Hakim, Kota Padang]
0 Komentar
Tinggalkan balasan