HUKUM-HUKUM SEPUTAR TAʼZIAH DAN ZIARAH KUBUR
[HUKUM TAʼZIAH]
Ta'ziah dari kata azza-yu'azzi ta'ziyatan yaitu maknanya adalah menghibur, menghilangkan rasa kesedihan dengan mendorongnya untuk bersabar atas musibah.
Disunnahkan untuk melakukan taʼziah (belasungkawa) kepada orang yang mengalami musibah kematian kerabatnya, menganjur kannya agar tabah, serta mendo'akan mayit, berdasarkan riwayat Ibnu Majah-dengan sanad yang tsiqat, dari Amru bin Hazm secara marfu'- :
ما من مؤمن يعزي أخاه بمصيبة إلا كساه الله من حلل الكرامة يوم القيامة
"Tidaklah seorang mukmin menghibur (ber-ta'ziah kepada) saudaranya yang sedang tertimpa musibah, kecuali Allah akan mengenakan padanya jubah-jubah kemuliaan di hari Kiamat kelak." (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah)
Dan telah diriwayatkan pula beberapa hadits yang senada dengan itu.
Ungkapan yang diucapkan dalam ber-ta'ziah atau menghibur orang yang tertimpa musibah kematian adalah :
أعظم الله أجرك وأحسن عزاءك وغفر لميتك
"Semoga Allah memperbanyak pahalamu, membaguskan kesabaranmu dan mengampuni dosa orang yang meninggalkanmu." (Lihat al-Adzkar oleh an-Nawawi hal. 126)
Adapun lafadz dari Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang beliau ucapkan kepada putri beliau ketika salah satu dari cucunya meninggal dunia, kata Nabi :
إِنَّ ِللهِ مَا أَخَذَ وَلَهُ مَا أَعْطَى وَكُلَّ شَيْءٍ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمَّى فَلْتَصْبِرْ وَلْتَحْتَسِبْ
“Sesungguhnya adalah hak Allah untuk mengambil dan memberikan sesuatu, segala sesuatu di sisi-Nya ada batas waktu yang telah ditentukan, oleh karena itu bersabarlah dan berharaplah pahala dari Allah (dengan sebab musibah itu).” (Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim)
Maka yang diajarkan bagi Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bagi orang yang ditimpa musibah hendaklah dia mengatakan :
إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أْجُرْنِى فِى مُصِيبَتِى وَأَخْلِفْ لِى خَيْرًا مِنْهَا
Innaa Lillaahi Wainnaa Ilaihi Raaji'uun, Allaahumma'jurnii Fii Musiibatii Waahliflii Khairan Minha
"Sesungguhnya kita ini milik Allah dan sungguh hanya kepada-Nya kita akan kembali. Ya Allah, berilah aku pahala dalam musibahku ini dan berilah ganti yang lebih baik daripadanya."
Namun tidak sepantasnya (membuat acara) duduk-duduk untuk taʼziah dan mengumumkan hal tersebut, seperti yang banyak dilakukan kaum muslimin sekarang ini.
Dan ini sudah Imam Syafi'i dalam kitab Al Umm dalam bab : Apa yang dilakukan setelah dikuburkan, beliau berkata :
“Aku tidak menyukai berkumpul-kumpul dalam ta'ziah.”
[ANJURAN UNTUK MEMBUATKAN MAKANAN BAGI KELUARGA MAYIT]
Dianjurkan menyiapkan makanan untuk keluarga mayit dan mengirimkannya kepada mereka, berdasarkan sabda Nabi :
إصنعوا لآل جعفر طعاما فقد جاءهم ما يشغلهم
"Buatkan makanan untuk keluarga Ja'far. Karena mereka sedang disibukkan oleh (musibah kematian) yang mereka alami." (Diriwayatkan oleh Ahmad dan at-Tirmidzi, serta dinyatakan hasan oleh beliau).
[HUKUM BERKUMPUL DAN KENDURIAN DI RUMAH MAYIT]
Adapun kebiasaan kaum muslimin di masa sekarang, dimana keluarga mayit justru menyiapkan tempat untuk orang-orang berkumpul, membuatkan makanan untuk mereka, bahkan mengundang dan mengupah beberapa orang untuk membaca al-Qur-an, dan untuk itu mereka mengeluarkan biaya yang besar, semua itu termasuk jenis kenduri yang bid'ah dan diharamkan.
Hal ini berdasarkan riwayat Imam Ahmad, dari Jarir bin Abdullah, bahwasanya ia menuturkan,
"Kami (di masa Rasulullah) memandang soal berkumpul dikediaman keluarga mayit, dan membuat makanan untuk kenduri setelah mayit dikebumikan, merupakan bagian dari meratap (yang diharamkan)." (Sanadnya adalah para perawi tsiqaat. Hadist Riwayat Imam Ahmad)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menjelaskan,
"Kebiasaan keluarga yang mendapat musibah (kematian) mengumpulkan orang banyak, lalu membuatkan makanan untuk mereka, selanjutnya mereka membaca al-Qur-an dan menghadiahkannya kepada mayit, bukanlah kebiasaan yang dikenal di kalangan Salaf. Dan banyak kelompok ulama yang mengharamkannya dengan berbagai alasan.” (Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah [XXIV : 316)
Sementara at-Thurthusyi menjelaskan,
"Soal ma-tam (kenduri), hukumnya haram berdasarkan ijma' para ulama. Ma-tam artinya adalah berkumpul di rumah keluarga yang tertimpa musibah kematian. Itu merupakan perbuatah bid'ah yang buruk, tidak ada dasar riwayatnya sedikit pun. Demikian juga hukum kenduri di hari kedua, ketiga, keempat, ketujuh, sebulan kemudian, atau setahun kemudian. Semua itu merupakan suatu malapetaka. Apabila biayanya diambil dari harta warisan, sementara ada di antara mereka yang berhak mendapatkan warisan yang terhalangi mendapatkan bagiannya, atau tidak mengizinkan, maka itu jelas perbuatan haram, makanannya pun menjadi haram." (Kitab al-Hawadits wa al-Bida', hal. 175)
[HUKUM ZIARAH KUBUR]
Ziarah kubur dianjurkan bagi kaum pria secara khusus, dengan tujuan mengambil ibrah (pelajaran) dan nasehat, juga untuk mendo'akan para penghuni kubur dan memohonkan ampunan bagi mereka.
Dasarnya adalah sabda Nabi :
كنت نهيتكم عن زيارة القبور فزوروها
"Dahulu aku pernah melarang kalian untuk menziarahi kubur. Sekarang, ziarahilah."
Diriwayatkan oleh Muslim dan at-Tirmidzi. Namun dalam riwayat at-Tirmidzi terdapat tambahan :
فإنها تذكر الآخرة
"Karena itu dapat mengingatkan kalian pada (kehidupan) akhirat," (Hadist Riwayat Muslim)
Namun, ziarah tersebut dilakukan tanpa menempuh perjalanan jauh. Karena ziarah kubur itu disyari'atkan dengan tiga syarat :
1. Yang berziarah adalah kaum pria, bukan kaum wanita,
الله زائرات القبور
"Allah melaknat para wanita menziarahi.”
Dalam masalah wanita menziarahi kubur terjadi perbedaan pandangan utama, dasar dari perbedaan ini adalah penilaian dari hadist.
2. Ziarah itu dilakukan tanpa perjalanan jauh, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam :
تشد الرحال إلا إلى ثلاثة مساجد
"Tidak boleh perjalanan jauh (secara khusus), kecuali masjid (Masjidil Haram, Masjid Nabawi, Masjid Aqsa).”(Muttafaqun Alaihi)
3. Tujuan dari ziarah tersebut mengambil pelajaran nasehat, juga mendo'akan mayit. Namun jika tujuannya adalah untuk mencari berkah dari kuburan dan makam yang dianggap keramat, atau meminta tertunaikannya hajat dan lapangnya kesempitan atau dari marabahaya dari para penghuni kuburan tersebut, itu adalah bentuk ziarah kubur yang bid'ah mengandung kemusyrikan.
[ANTARA ZIARAH KUBUR YANG DISYARI'ATKAN DAN BID'AH]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menjelaskan,
"Ziarah kubur ada dua macam : Ziarah kubur disyari'atkan, dan ziarah kubur bid'ah.
Ziarah yang disyari'atkan atau dibenarkan syari'at adalah bertujuan memberi salam kepada mayit dan mendo'akannya, sebagaimana tujuan dari jenazah, namun dilakukan tanpa nempuh perjalanan khusus.
Sementara ziarah bid'ah adalah ziarah yang oleh pelakunya ditujukan untuk meminta terlaksananya berbagai hajatnya dari mayit di kuburan yang diziarahi. Ini jelas merupakan syirik besar. Atau dengan tujuan berdo'a di sisi kuburan tersebut, atau bertawassul dengan kuburan itu. Ini adalah ziarah bid'ah yang amat buruk, juga sarana menuju kemusyrikan, bukan bagian dari Sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Tidak seorang pun dari kalangan Salaf (pendahulu) umat ini dan para imam mereka yang menganjurkannya." (Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah [XXIV : 326], [XXVI : 148]
Wallaahu Ta'aala a'lam. Semoga shalawat dan salam terlimpahkan kepada Nabi kita, Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, kepada sanak keluarga beserta para Sahabat beliau.
Wallahu'alam
[Oleh : Buya M. Elvi Syam | Kitab Mulakhkhas Fiqih | 19 Rajab 1443 H | Masjid Al Hakim, Kota Padang]
0 Komentar
Tinggalkan balasan