Kedua : ZAKAT SAPI
Zakat sapi juga wajib dikeluarkan berdasakan teks hadits dan Ijma'.
Dalam Shahiih al-Bukhari dan Shahih Muslim diriwayatkan sebuah hadits dari Jabir yang menuturkan, Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
ما مـن صاحب إبل ولا بقر ولا غنم لا يؤدي ركائها رولا إلا جاءت يوم القيامة أعظم ما كانت وأسمنة تنطحه بقرونها وتطؤه بأخفافها
"Setiap orang yang memiliki unta, sapi atau kambing, lalu ia tidak mengeluarkan zakatnya, maka kelak pada hari Kiamat hewan hewan itu akan datang dengan sosok lebih besar dan lebih gemuk, lalu menyeruduknya dengan tanduk mereka, menginjak-nginjak tubuhnya dengan kuku-kukunya."
Diriwayatkan dengan shahih dari Mu'adz radhiyallahu anhu, bahwasanya saat Nabi Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam mengirimnya ke Yaman, beliau memerintahkan kepadanya agar mengambil zakat sapi.
“Dari setiap tiga puluh ekor sapi, dikeluarkan seekor Tabi'ah. Dan dari setiap empat puluh ekor, dikeluarkan sekor Musinnah.” (Diriwayatkan oleh Ahmad dan at-Tirmidzi)
Zakat sapi wajib dikeluarkan apabila jumlah sapi telah mencapai tiga puluh ekor, yaitu dengan mengeluarkan seekor Tabi' atau Tabi'ah yakni sapi jantan atau betina dengan usia genap satu tahun dan masuk ke tahun kedua. Disebut Tabi atau Tabi'ah (pengikut), karena ia mengikuti induknya merumput.
Karenanya, tidak ada kewajiban zakat apabila jumlah sapi belum genap tiga puluh ekor, berdasarkan hadits Mu'adz :
"Saat mengutusku ke Yaman, Nabi memerintahkanku, agar tidak mengambil zakat sapi kecuali apabila telah berjumlah tiga puluh ekor.” (Hadist Riwayat at Tirmidzi)
Apabila jumlah sapi telah mencapai empat puluh ekor, wajib dikeluarkan zakatnya berupa Musinnah. Yakni sapi yang sudah genap berusia dua tahun, berdasarkan hadits Mu'adz :
"Dan Nabi Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam juga memerintahkanku untuk mengambil zakat berupa Tabi'ah dari setiap tiga puluh ekor sapi, dan seekor Musinnah dari setiap empat puluh ekor sapi." (Diriwayatkan oleh perawi yang lima, dan dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban dan al-Hakim)
Kalau seandainya 80 ekor maka dikeluarkan 2 ekor musinnah. Kalau seandainya 110 maka dikeluarkan 2 ekor musinnah dan 1 ekor Tabi' atau Tabi'ah
Apabila sapi telah berjumlah lebih dari empat puluh ekor, maka pada setiap kelipatan tiga puluh ekor dikeluarkan seekor Tabi', dan pada setiap kelipatan empat puluh ekor dikeluarkan seekor Musinnah.
Musinnah adalah sapi yang telah genap berusia dua tahun, atau disebut Tsaniyyah Disebut Musimmah (berumur), karena usianya bertambah. Musinnah juga disebut Tsaniyyah.
Ketiga : ZAKAT KAMBING
Dalil utama diwajibkannya zakat pada kambing, adalah Sunnah (hadits) dan Ijma'.
Dalam Shahih al-Bukhari disebutkan sebuah riwayat dari Anas, bahwa Abu Bakar menulis surat kepadanya,
"Inilah sedekah wajib (zakat) yang diwajibkan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam kepada kaum muslimin, dimana Allah memerintahkan hal tersebut kepada Rasul-Nya..." Hingga ucapan beliau, "Kambing juga dikeluarkan zakatnya apabila digembalakan, yaitu apabila telah mencapai empat puluh ekor hingga seratus dua puluh ekor, maka zakatnya adalah satu ekor." Hingga akhir hadits.
Apabila total kambing sudah berjumlah empat puluh ekor (baik itu kambing ataupun domba), dikeluarkan zakatnya berupa seekor kambing. Yakni kambing biasa berusia setengah tahun, atau domba berusia satu tahun.
Dasarnya adalah hadits Suwaid bin Ghafalah yang meriwayatkan,
"Suatu hari, petugas zakat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam datang. Katanya, 'Kami diperintahkan untuk mengambil seekor Jadz'ah sebagai zakat dari kambing dan Tsaniyyah sebagai zakat dari domba.' Jadza'ah adalah seekor kambing biasa yang berusia genap enam bulan. Sementara tsaniyyah adalah seekor domba yang genap berusia satu tahun."
Tidak ada kewajiban zakat pada kambing jumlahnya kurang dari empat puluh ekor, berdasarkan hadits Abu Bakar dalam Shahih al-Bukhari yang berbunyi,
"Apabila jumlah kambing gembalaan seseorang belum mencapai empat puluh ekor, meski hanya kurang satu ekor saja, maka tidak ada kewajiban zakat padanya, kecuali bila pemiliknya berminat mengeluarkannya."
Apabila total jumlah kambing telah mencapai seratus dua puluh satu ekor, maka wajib dikeluarkan zakatnya berupa dua ekor kambing, berdasarkan hadits Abu Bakar yang telah kami paparkan di atas, dimana disebutkan di dalamnya,
"Apabila jumlahnya lebih dari seratus dua puluh ekor, maka zakatnya adalah dua ekor kambing."
Apabila kambing telah berjumlah 201 (dua ratus satu) ekor, maka wajib dikeluarkan tiga ekor kambing sebagai zakatnya, berdasarkan hadits Abu Bakar di atas, dimana disebutkan didalamnya,
"Apabila lebih dari dua ratus ekor, maka zakatnya adalah tiga ekor kambing..."
Setelah jumlah tersebut, ketentuan zakatnya berlaku stabil. Yakni ditetapkan bahwa setiap kelipatan seratus dikeluarkan zakatnya seekor kambing.
Misalnya :
- Setiap 40-120 ekor maka dikeluarkan zakatnya 1 ekor
- Setiap 121-200 ekor maka dikeluarkan zakatnya 2 ekor
- Setiap 201-300 ekor maka dikeluarkan zakatnya 3 ekor
- Kalau seandainya ia memiliki 250 ekor kambing maka zakat yang dikeluarkan adalah 3 ekor.
- Kalau seandainya ia memiliki 303 ekor maka tidak ada penambahan sampai jumlah kambing nya 400 ekor.
- Setiap 100 ekor kambing maka dikeluarkan 1 ekor, seperti setiap empat ratus kambing, zakatnya adalah empat ekor kambing. Setiap lima ratus kambing, zakatnya lima ekor kambing. Setiap enam ratus kambing, zakatnya enam ekor kambing, demikian seterusnya.
Dalam kitab Zakat yang diterapkan oleh Abu Bakar hingga beliau wafat, lalu diterapkan oleh 'Umar hingga beliau wafat pula, disebutkan,
"Kambing juga dikeluarkan zakatnya apabila berjumlah empat puluh ekor hingga seratus dua puluh ekor. Apabila lebih satu ekor dari jumlah tersebut (121), dikeluarkan zakatnya dua ekor kambing hingga berjumlah dua ratus ekor. Apabila lebih lagi satu ekor (201), dikeluarkan zakatnya 3 ekor kambing, hingga berjumlah tiga ratus ekor. Apabila bertambah dari jumlah itu (300), tidak dikeluarkan zakat tambahan, hingga berjumlah empat ratus ekor. Bila kambing bertambah banyak, maka zakat yang dikeluarkan adalah seekor kambing setiap seratus ekor kambing." (Diriwayatkan oleh perawi yang lima, kecuali an-Nasa-i)
[TERNAK YANG DILARANG DIAMBIL SEBAGAI ZAKAT]
Ternak yang sudah renta, atau cacat, yang tidak sah disembelih sebagai kurban, tidak boleh dikeluarkan sebagai zakat, kecuali apabila seluruh ternak kondisinya demikian. Ternak yang bunting atau sedang mengasuh anaknya juga tidak boleh diambil sebagai zakat. Demikian juga unta betina yang dikawini unta jantan, karena biasanya ia bunting.
Dasarnya adalah hadits Abu Bakar dalam Shahih al-Bukhari, dia berkata :
“Kambing yang sudah renta, kambing yang cacat dan kambing pejantan -kecuali bila pembayar zakat menghendakinya- dilarang dikeluarkan sebagai zakat."
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
... ولا تيمموا الخبيث منه
"... Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya..." (Surah Al-Baqarah : 267)
Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
... ولكن من وسط أموالكم فإن الله لم يسألكم خيره ولم يأمركم بشره
"... Namun yang dikeluarkan sebagai zakat hendaknya yang sedang-sedang kualitasnya dari harta benda kalian. Allah tidak memerintahkan kalian mengeluarkan yang terbaik, tapi juga tidak meminta kalian mengeluarkan yang terburuk." (Hadist Riwayat Abu Dawud)
Binatang kesayangan, yaitu yang sangat disukai oleh pemiliknya, tidak boleh diambil oleh petugas zakat. Demikian juga hewan gemuk yang dipersiapkan untuk disantap.
Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda kepada Mu'adz bin Jabal, saat beliau mengutusnya ke Yaman :
إياك وكرائم أموالهم.
"Berhati-hatilah kamu, jangan mengambil harta-harta terbaik mereka." (Muttafaqun 'alaih)
Yang diambil sebagai zakat adalah yang sedang-sedang saja, seperti disabdakan oleh Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam :
"Namun yang dikeluarkan sebagai zakat hendaknya yang sedang-sedang kualitasnya dari harta benda kalian..."
Dengan demikian, hewan sakit juga bisa diambil sebagai zakat, jika memang sekelompok ternak yang mencapai nishab keseluruhannya sakit. Karena zakat itu diwajibkan tanpa memberatkan. Apabila seseorang dibebani harus mengeluarkan zakat berupa hewan sehat, sementara semua hewan yang dia gembalakan sakit, itu merupakan pemaksaan atas dirinya. Hewan kecil pun bisa dikeluarkan sebagai zakat dari nishab ternak yang keseluruhannya juga kecil, tapi ini khusus pada zakat kambing saja.
Namun bila pemilik harta berkehendak untuk mengeluarkan yang lebih baik dari yang seharusnya ia keluarkan, maka itu lebih baik dan lebih besar pahalanya.
Apabila yang dimiliki oleh seseorang adalah campuran antara hewan kecil dan besar, atau sehat dan cacat, atau jantan dan betina, maka yang diambil sebagai zakat adalah betina yang sehat dan besar, tergantung nilai dari kedua jenis tersebut. Artinya, yang besar-besar dihitung (ditaksir harganya), sehingga diketahui berapa seharusnya zakat yang dikeluarkan, begitu juga yang kecil-kecil juga diperlakukan demikian. Baru setelah itu dikeluarkan zakatnya secara adil di antara keduanya.
Demikian pula halnya dengan jenis-jenis lain dari hewan yang sehat, cacat, jantan dan betina. Seandainya nilai dari zakat yang dikeluarkan dari hewan-hewan yang sehat dan besar adalah dua puluh (ribu), dan bila dikeluarkan dari hewan-hewan yang kecil dan sakit hanya sepuluh (ribu) saja, maka zakat yang dikeluarkan adalah senilai pertengahan antara 20 dan 10, yaitu 15 (ribu).
[ZAKAT HEWAN TERNAK MILIK BERSAMA DUA ORANG ATAU LEBIH]
Salah satu pembahasan tentang zakat ternak adalah yang terkait dengan hukum kepemilikan bersama. Yakni apabila hewan ternak yang ada secara keseluruhan adalah milik dua orang atau lebih. Ternak yang dikelola secara kerjasama ada dua macam :
Pertama, yaitu khulthah al-A'yan (pure cooperatif/bercampur aduknya hewan), gabungan kepemilikan secara fisik, dimana harta dimiliki secara bersama oleh dua orang, tanpa dapat dibedakan lagi bagian dari masing-masing. Contohnya, salah satu dari kedua orang tersebut memiliki separuh atau seperempat dari total ternak tersebut.
Kedua, khulthah al-aushaf (semi cooperatif/campurnya dengan sifat), dimana bagian yang menjadi hak masing-masing itu jelas, karena keduanya bersebelahan. Kedua macam kerjasama itu berpengaruh terhadap zakat. Yaitu menyebabkan zakat menjadi wajib atau malah gugur, juga menjadi berat atau ringan.
Contohnya : hewan kambing dan hewan domba. Hewannya berbeda namun dicampurkan dalam satu kandang. Atau kambing jantan dengan kambing betina, jenis kelaminnya berbeda namun dalam satu kandang. Begitu seterusnya.
[SYARAT-SYARAT ZAKAT USAHA BERSAMA PADA TERNAK]
Kedua jenis kerjasama itu menjadikan dua harta dihitung sebagai satu harta, dengan beberapa syarat berikut :
Pertama, total dari gabungan kedua harta itu mencapai batas nishab.
Apabila kurang dari nishab, maka tidak ada kewajiban zakat padanya. Artinya, total gabungan kedua harta tersebut mencapai nishab, meskipun bila dipisahkan masing-masing tidak mencapai nishab.
Ada 4 orang berserikat. Masing-masing mempunyai 10 ekor. Apakah ia wajib mengeluarkan zakat? Wajib. Karna sudah 40 ekor. Hal ini tidak melihat kepada individu, melainkan dilihat dari majemuknya (total). Kalau totalnya mencapai nishab, maka dikeluarkan zakatnya walaupun masing-masing hewan tersebut tidak mencapai nishab.
Kedua, kedua orang yang bekerjasama itu adalah orang-orang yang terkena kewajiban berzakat.
Apabila salah satunya bukan orang yang wajib berzakat, seperti orang kafir, maka kerjasama itu tidak berlaku. Sehingga masing masing dari harta tersebut memiliki hukum tersendiri.
Ketiga, kedua harta (ternak) tersebut harus berada dalam satu peternakan, yaitu bermalam dan bertempat tinggal di satu lokasi.
- Keduanya harus menggunakan lahan yang sama sebagai tempat mengumpulkan ternak sebelum digiring ke lokasi penggembalaan.
- Keduanya juga harus menggunakan tempat pemerahan susu yang sama. Apabila salah satu dari kedua pihak memerah susu ternak-ternak miliknya di satu tempat, sementara pihak lainnya memerah susu di tempat lain, maka hukum kerjasama itu tidak berlaku.
- Keduanya juga harus menggunakan pejantan yang sama. Yakni masing-masing tidak boleh menggunakan pejantan tersendiri.
Keduanya harus menggunakan satu pejantan untuk ternak-ternaknya.
- Keduanya juga harus menggunakan tempat penggembalaan yang sama, yakni bahwa seluruh ternak gabungan digembalakan di satu tempat. Apabila tempat penggembalaan berbeda, yakni salah seorang di antara keduanya menggembalakan ternaknya tidak di tempat yang sama dengan teman kerjasamanya, maka hukum kerjasama itu juga tidak berlaku.
Apabila seluruh syarat tersebut terpenuhi, maka kedua harta yang tergabung itu seolah-olah adalah harta yang satu, berdasarkan sabda Nabi :
لا يجمع بين متفرق ولا يفرق بين مجتمع خشية الصدقة وما كان من خليطين فإنهما يتراجعان بينهما بالشوية.
"Janganlah dua harta terpisah itu sengaja disatukan, atau yang satu sengaja dipisahkan karena hawatir terkena zakat. Apabila harta itu milik dua orang yang melakukan usaha bersama, maka keduanya dapat membagi rata kewajiban zakatnya." Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah)
[PORSI ZAKAT YANG HARUS DIKELUARKAN OLEH MASING-MASING PIHAK DALAM USAHA PETERNAKAN BERSAMA]
Apabila seseorang memiliki seekor kambing, sementara rekannya memiliki 39 ekor kambing, atau ada 40 orang memiliki 40 ekor kambing, masing masing memiliki seekor kambing, mereka melakukan usaha bersama hingga mencapai masa haul (putaran satu tahun), sementara seluruh syarat tersebut di atas terpenuhi, maka mereka berkewajiban mengeluarkan zakat berupa satu ekor kambing, menurut kadar kepemilikan masing-masing.
Untuk kasus pertama (1+39), orang pertama (pemilik saham seekor kambing) berkewajiban mengeluarkan zakat senilai seperempat puluh ekor kambing, sementara rekannya menanggung yang tersisa.
Untuk contoh kedua, masing-masing dari mereka menanggung seperempat puluh ekor kambing. Apabila ada tiga orang memiliki 120 ekor kambing, masing-masing memiliki empat puluh ekor, maka mereka bertiga menanggung zakat seekor kambing masing-masing sepertiga ekor kambing
Sebagaimana kerjasama ini memberikan pengaruh, sebagaimana yang sudah kita lihat di atas, maka pemisahan harta juga dapat memberikan pengaruh, menurut Imam Ahmad.
Yakni, apabila hewan ternak seseorang terpisah-pisah, masing-masing dipelihara jauh dari yang lain, dengan jarak yang memperbolehkan seseorang melakukan qashar shalat, maka masing-masing memiliki hukum tersendiri, tidak terkait dengan yang lain. Apabila telah mencapai nishab, maka wajib dikeluarkan zakatnya. Namun bila tidak mencapai nishab, maka tidak ada kewajiban zakat padanya. Ini pendapat Imam Ahmad.
Namun mayoritas ulama berpendapat, bahwa harta seseorang yang terpisah-pisah, tidak membawa dampak apa pun. Kesemuanya digabungkan dalam satu hukum, meski berada di tempat terpisah-pisah. Dan ini merupakan pendapat yang lebih kuat, wallaahu a'lam.
[Oleh : Buya M. Elvi Syam | Kitab Mulakhkhas Fiqhi | 27 Rajab 1443 H | Masjid Al Hakim, Kota Padang]
0 Komentar
Tinggalkan balasan