Subscribe Us

header ads

Membayar Zakat


Bab : Membayar Zakat

Di antara hukum zakat yang paling penting adalah pengetahuan tentang penyalurannya secara syar'i. Hal ini agar zakat tepat sasaran dan sampai ke tangan pihak yang berhak menerimanya. Sehingga muzakki pun terbebas dari kewajiban. Zakat tidak sah jika tidak diberikan tepat kepada yang menerimanya. 

Ketahuilah wahai saudara seiman, bahwa membayar zakat harus segera dilakukan saat kewajiban tersebut telah ada pada harta. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta'ala :

٤٣) ... وهانوا الزكوة ...

"... Tunaikanlah zakat..." (Surah Al-Baqarah : 43)

Perintah yang bersifat mutlak mengandung makna fauriyah (kesegeraan) 

Dari 'Aisyah radhiyallahu anha, bahwasanya Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :

ما خالطت الصدقة مالا إلا أهلكته.

"Tidaklah zakat bercampur dengan harta kecuali ia membinasakannya." (Hadits dha'if. Diriwayatkan oleh al-Baihaqi (no. 7666) [IV:268), kitab az Zakaah, bab 10. Didha'ifkan oleh Syaikh al-Albani dalam Dha'if al-Jami' ash Shaghir (no. 5057).

Kebutuhan orang-orang miskin bersifat mendesak, maka zakat harus segera dibayarkan kepada mereka. Karena menundanya berarti merugikan mereka.

Di samping itu pula, orang yang telah wajib mengeluarkan zakat dan tidak mengeluarkannya, beresiko ditimpa hal-hal insidentil seperti kebangkrutan atau mati. Jika hal itu terjadi maka zakat tersebut terhutang di atas pundaknya.

Menyegerakan pembayaran zakat membuktikan bahwa pemilik harta bukan orang yang kikir, juga segera membuatnya terlepas dari tanggung jawab zakat dengan segera, di samping juga mengundang ridha Rabb Azza wa Jalla. 

Dengan pertimbangan-pertimbangan di atas, wajib membayar zakat dengan segera dan tidak menunda-nundanya, kecuali dalam keadaan terpaksa, seperti jika dia menundanya untuk diberikan kepada orang yang lebih membutuhkannya, atau karena hartanya belum di tangan, atau alasan lain yang semisal dengannya.

Zakat tetap diwajibkan atas harta anak-anak dan orang gila berdasarkan keumuman dalil. Dalam hal ini yang mengeluarkannya adalah walinya. Karena zakat merupakan suatu kewajiban atas keduanya yang mungkin diwakili oleh orang lain.

Tidak sah membayar zakat kecuali dengan niat, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam :

إنما الأعمال بالنيات.

"Sesungguhnya perbuatan itu sesuai dengan niatnya."

Mengeluarkan zakat adalah suatu perbuatan.

Lebih utama jika pembayar zakat sendiri yang membagikan zakatnya kepada orang-orang yang berhak menerimanya, agar dia yakin bahwa zakatnya telah sampai ke tangan orang yang berhak menerimanya. Namun demikian, dia juga boleh mewakilkannya kepada orang lain.

Hikmah membayar zakat sendiri adalah untuk menghilangkan rasa kesenjangan sosial. Sehingga orang miskin tahu kalau orang kaya disekitarnya masih peduli kepadanya. Adapun jika memberikan kepada lembaga, orang miskin tidak tahu darimana zakat itu berasal, sehingga orang miskin antipati kepada orang kaya yang ada disekitarnya yang tidak peduli kepadanya.

Apabila pemimpin kaum muslimin memintanya maka dia harus menyerahkan zakat tersebut kepadanya, atau menyerahkannya kepada amil zakat yang ditugaskan oleh pemimpin untuk mengumpulkan zakat.

Saat menyerahkan zakat, pembayar dan penerima dianjurkan untuk berdo'a. Pembayar mengucapkan, "Ya Allah, jadikanlah zakatku ini sebagai keuntungan dan jangan jadikan sebagai kerugian." Lalu penerima menjawab, "Semoga Allah memberimu pahala dari apa yang telah kamu berikan, memberkahi apa yang tersisa darinya dan menjadikannya sebagai penyuci bagimu."

Allah Ta'ala berfirman :

خذ من أموالهم صدقة تطهرهم وتركهم بها وصل عليهم ...

"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan mendo'alah untuk mereka..." (Surah At-Taubah : 103)

Abdullah bin Abu Aufa berkata :

كان رسول اللہ ﷺ إذا أتاه قوم بصدقتهم قال: اللهم صل عليهم.

"Jika suatu kaum datang kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dengan membawa sedekah (zakat) mereka, beliau bersabda, "Ya Allah, bershalawat-lah (berikanlah rahmat) untuk mereka." (Muttafaqun 'alaih) 

Jika seseorang dalam keadaan memerlukan, sementara dia terbiasa menerima zakat, maka zakat diserahkan kepadanya tanpa berkata, "Ini adalah zakat." Agar tidak membuatnya rikuh (merasa tidak nyaman). Namun jika dia dalam keadaan memerlukan, sementara dia tidak terbiasa menerima zakat, maka pemberinya memberi tahukan bahwa harta tersebut adalah zakat.

Lebih utama apabila zakat setiap harta dikeluarkan di daerah domisili pembayar zakat. Yaitu dengan membagi-bagikannya kepada fakir miskin di daerahnya tersebut. Namun demikian, boleh juga mengirimkannya ke daerah lain apabila ada kemaslahatan syar'i. Misalnya di daerah lain dia mempunyai kerabat yang membutuhkan, atau di sana fakir miskin lebih memerlukan dibandingkan dengan fakir miskin di daerahnya. Hal ini berdasar kepada zakat yang terjadi di zaman Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, di mana zakat tersebut dibawa ke Madinah, lalu Nabi membagi-bagikannya kepada orang-orang miskin dari kalangan Muhajirin dan Anshar.

Pemimpin kaum muslimin harus mengirimkan para amil zakat menjelang musim pembayaran zakat tiba, untuk mengambil zakat dari harta yang terlihat, seperti ternak yang digembalakan, tanaman dan buah-buahan. Hal ini berdasarkan pada apa yang dilakukan Nabi dan para khalifah sesudahnya dan diamalkan oleh kaum muslimin dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Di samping itu, sebagian orang apabila dibiarkan, mereka tidak membayar zakat. Di antara mereka ada pula yang tidak tahu kewajiban zakat. Karenanya, pengiriman para amil zakat berfungsi untuk menutup kemungkinan buruk ini. Di samping itu, pengiriman amil zakat bertujuan untuk meringankan beban pembayar zakat dan membantu mereka untuk melaksanakan kewajiban.

Seorang muslim harus membayar zakat hartanya pada saat kewajibannya telah tiba, sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya, tanpa menunda-nunda, maupun ragu-ragu. Menyegerakan pembayaran zakat dua tahun atau kurang dari dua tahun sebelum kewajibannya tiba, tidaklah mengapa. Karena Nabi telah mengambil zakat dari pamannya lebih awal untuk dua tahun ke depan, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud.

Jumhur ulama membolehkan menyegerakan pembayaran zakat sebelum waktu pembayarannya, bila sebab kewajibannya sudah terpenuhi. Baik itu berupa zakat ternak, biji-bijian, emas dan perak, maupun perniagaan, apabila telah mencapai nishab. Namun mem bayar zakat dengan tidak menyegerakannya adalah lebih baik, untuk menghindari perbedaan pendapat.

Wallahu'alam

[Oleh : Buya M. Elvi Syam | 14 Dzulqaidah 1443 H | Masjid Al Hakim, Kota Padang]

Posting Komentar

0 Komentar