Bab : Wajibnya Melalukan Ihdad (Tidak Berhias) Bagi Wanita Yang Ditinggal Mati Suaminya Dan haram untuk berkabung pada selain kematian suami kecuali 3 hari
Al Ihdad secara bahasa yaitu hadad artinya melarang. Karna wanita dilarang untuk berhias dan memakai wangi-wangian. Wanita pada saat suaminya meninggal dunia dia dilarang memakai perhiasan
Secara syariat, ihdad yaitu tidak memakai wangi-wangian dan tidak menghiasi diri.
Bab ihdad ini ada rincian yang masyhur di kitab-kitab fiqih.
Sehingga maksud dari judul ini adalah : Wajibnya wanita yang ditinggal mati oleh suaminya selama masa ihdadnya (masa berkabung) dengan tidak memakai perhiasan yang menghiasi dirinya dan memakai wangi-wangian.
Karna wanita yang memakai wangi-wangian identik dengan melayani suaminya. Dan haram pada selain suaminya, seperti ayahnya, anaknya, kecuali masa ihdadnya 3 hari.
Hadist pertama
و حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ عَنْ حُمَيْدِ بْنِ نَافِعٍ عَنْ زَيْنَبَ بِنْتِ أَبِي سَلَمَةَ أَنَّهَا أَخْبَرَتْهُ هَذِهِ الْأَحَادِيثَ الثَّلَاثَةَ قَالَ
قَالَتْ زَيْنَبُ دَخَلْتُ عَلَى أُمِّ حَبِيبَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ تُوُفِّيَ أَبُوهَا أَبُو سُفْيَانَ فَدَعَتْ أُمُّ حَبِيبَةَ بِطِيبٍ فِيهِ صُفْرَةٌ خَلُوقٌ أَوْ غَيْرُهُ فَدَهَنَتْ مِنْهُ جَارِيَةً ثُمَّ مَسَّتْ بِعَارِضَيْهَا ثُمَّ قَالَتْ وَاللَّهِ مَا لِي بِالطِّيبِ مِنْ حَاجَةٍ غَيْرَ أَنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ عَلَى الْمِنْبَرِ لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ تُحِدُّ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلَاثٍ إِلَّا عَلَى زَوْجٍ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا
Dan telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dia berkata; Saya membaca di depan Malik dari Abdullah bin Abu Bakar dari Humaid bin Nafi' dari Zaenab binti Abi Salamah bahwa dirinya telah mengabarkan kepadanya tentang ketiga hadits ini, Humaid berkata; Zaenab mengatakan; Saya pernah menemui Ummu Habibah istri Nabi ﷺ sesaat setelah ayahnya yaitu Abu Sufyan meninggal dunia, kemudian Ummu Habibah meminta untuk diambilkan khuluq (yaitu sejenis wewangian yang berwarna kuning), atau yang sejenis itu, kemudian dia meminyaki budak perempuannya dan mengolesi kedua pelipisnya sendiri, lalu dia berkata, "Demi Allah, sebenarnya saya tidak membutuhkan wewangian ini, kalaulah bukan karena saya pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda di atas mimbar, "Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir melakukan ihdad (berkabung dengan meninggalkan berhias) terhadap mayyit melebihi tiga hari, kecuali kematian suaminya yaitu empat bulan sepuluh hari."
Hadist kedua
قَالَتْ زَيْنَبُ
ثُمَّ دَخَلْتُ عَلَى زَيْنَبَ بِنْتِ جَحْشٍ حِينَ تُوُفِّيَ أَخُوهَا فَدَعَتْ بِطِيبٍ فَمَسَّتْ مِنْهُ ثُمَّ قَالَتْ وَاللَّهِ مَا لِي بِالطِّيبِ مِنْ حَاجَةٍ غَيْرَ أَنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ عَلَى الْمِنْبَرِ لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ تُحِدُّ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلَاثٍ إِلَّا عَلَى زَوْجٍ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا
Dan telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dia berkata; Saya membaca di depan Malik dari Abdullah bin Abu Bakar dari Humaid bin Nafi' dari Zaenab berkata; Kemudian saya menemui Zaenab binti Jahsy ketika dia ditinggal wafat oleh saudaranya, lantas dia meminta diambilkan wewangian dan meminyai dirinya, kemudian dia berkata, "Demi Allah, sebenarnya saya tidak membutuhkan wewangian seperti ini, hanya saja saya pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda di atas mimbar, "Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir melakukan ihdad atas mayyit melebih tiga hari, kecuali karena kematian suaminya yaitu empat bulan sepuluh hari."
Hadist ketiga
قَالَتْ زَيْنَبُ سَمِعْتُ أُمِّي أُمَّ سَلَمَةَ تَقُولُ
جَاءَتْ امْرَأَةٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ ابْنَتِي تُوُفِّيَ عَنْهَا زَوْجُهَا وَقَدْ اشْتَكَتْ عَيْنُهَا أَفَنَكْحُلُهَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا كُلَّ ذَلِكَ يَقُولُ لَا ثُمَّ قَالَ إِنَّمَا هِيَ أَرْبَعَةُ أَشْهُرٍ وَعَشْرٌ وَقَدْ كَانَتْ إِحْدَاكُنَّ فِي الْجَاهِلِيَّةِ تَرْمِي بِالْبَعْرَةِ عَلَى رَأْسِ الْحَوْلِ
قَالَ حُمَيْدٌ قُلْتُ لِزَيْنَبَ
وَمَا تَرْمِي بِالْبَعْرَةِ عَلَى رَأْسِ الْحَوْلِ فَقَالَتْ زَيْنَبُ كَانَتْ الْمَرْأَةُ إِذَا تُوُفِّيَ عَنْهَا زَوْجُهَا دَخَلَتْ حِفْشًا وَلَبِسَتْ شَرَّ ثِيَابِهَا وَلَمْ تَمَسَّ طِيبًا وَلَا شَيْئًا حَتَّى تَمُرَّ بِهَا سَنَةٌ ثُمَّ تُؤْتَى بِدَابَّةٍ حِمَارٍ أَوْ شَاةٍ أَوْ طَيْرٍ فَتَفْتَضُّ بِهِ فَقَلَّمَا تَفْتَضُّ بِشَيْءٍ إِلَّا مَاتَ ثُمَّ تَخْرُجُ فَتُعْطَى بَعْرَةً فَتَرْمِي بِهَا ثُمَّ تُرَاجِعُ بَعْدُ مَا شَاءَتْ مِنْ طِيبٍ أَوْ غَيْرِهِ
Dan telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dia berkata; Saya membaca di depan Malik dari Abdullah bin Abu Bakar dari Humaid bin Nafi' dari Zaenab berkata; Saya mendengar Ibuku yaitu Ummu Salamah berkata; Seorang wanita datang kepada Rasulullah ﷺ sambil berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya anak perempuanku telah ditinggal wafat oleh suaminya, hingga matanya menjadi bengkak, bolehkan saya mencelakinya?" Rasulullah ﷺ menjawab, "Tidak boleh, " beliau mengucapkan sampai dua kali atau tiga kali. Dengan mengatakan, "Tidak boleh, hal itu hanya di perbolehkan setelah empat bulan sepuluh hari, sungguh di masa jahiliah salah seorang dari kalian ada yang melemparkan kotoran di penghujung tahun." Humaid mengatakan; Saya bertanya kepada Zainab; Kenapa dia melemparkan kotoran di penghujung tahun?." Maka Zainab menjawab, "Dulu seorang perempuan apabila suaminya meninggal, dia tidak keluar rumah dan mengenakan pakaian yang jelek-jelek serta tidak memakai wewangian ataupun perhiasan apapun sampai setahun lamanya. Setelah itu, perempuan tersebut diberi seekor hewan-keledai, kambing atau burung- lalu dia menjatuhkan sesuatu pada hewan tersebut sampai hewan tersebut kebanyakan mati, setelah itu perempuan tersebut diberi kotoran hewan, kemudian dia melemparkannya. Setelah itu dia diperkenankan memakai wewangian yang ia suka atau selainnya.
Faedah hadist :
1. Tidak halal bagi seorang wanita beriman kepada Allah Dan RasulNya melakukan ihdad (berkabung) atas wafat suaminya untuk memakai wangi-wangian dan berhias
2. Wajibnya ihdad atas wanita yang sedang menjalankan masa iddah wafat suaminya. Maka makna ini secara umum disepakati bahwa wanita yang ditinggal suaminya selama masa iddahnya (4 bulan 10 hari) tidak memakai wangi-wangian dan berhias. walaupun secara umum mereka (ulama) sepakat namun secara rinci mereka berbeda-beda.
3. Wajib terhadap setiap wanita yang masa iddah dari wafatnya suami baik sudah bercampur ataupun belum, baik istrinya masih kecil ataupun sudah dewasa, baik dia perawan ataupun janda, baik dia budak walaupun merdeka, baik dia wanita muslimah maupun wanita kafir.
4. Madzhab Syafi'i dan jumhur ulama maka mengatakan bahwa wajib dia untuk ihdad. Abu Hanifah dan yang lain dari orang kuffah dan sebagian dari Madzhab Malik yakni tidak wajib bagi istri yang ahli Kitab. Yang wajib hanya bagi istri muslimah. Kenapa? Berdasarkan hadist nabi : tidak halal bagi seorang wanita beriman kepada Allah.
5. Abu Hanifah tifak ada ihdad bagi istrinya yang masih kecil (maksudnya istrinya belum baligh) dan juga istri yang budak. Mereka sepakat bahwa tidak ada ihdad bagi ummu walad/ibu anak.
6. Ummu walad atau ibu anak adalah wanita budak sahaya yang digauli majikannya, lalu hasil dari pergaulannya itu menghasilkan anak perempuan, maka anak perempuan itu menjadi majikan bagi ibunya yang berstatus budak. Dalam kata lain : seorang budak melahirkan majikan
7. Kalau tuannya meninggal dunia apakah ummu walad ini melakukan ihdad? Sepakat ulama mengatakan bahwa tidak ihdad bagi ummu walad, tidak juga kepada budak perempuan yang apabila majikannya/tuannya meninggal dunia. Tidak jga terhadap istri yang ditalak raj'iyyah. Wanita yang ditalak juga tidak ada ihdad.
8. Hasan Al Bashri mengatakan bahwa tidak ada ihdad bagi wanita yang ditalak dan juga kepada wanita yang ditinggal suaminya. Karna dalil yang mengatakan tidak ada ihdad bagi wanita yang ditalak adalah perkataan nabi.
Wallahu'alam
[Oleh : Buya M. Elvi Syam | Kitab Shahih Muslim | 30 Dzulqaidah 1443 H | Masjid Al Hakim, Kota Padang]
0 Komentar
Tinggalkan balasan