Sumber pengambilan dalil dalam masalah aqidah itu hanya 3 :
1. Kitabullah
2. Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
3. Ijma’ nya salafush sholeh
Point 2 :
Salah satu sumber pengambilan dalil sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam : Bahwa setiap sunnah yang telah di validasi/diyatakan valid oleh ahlul hadist baik derajatnya shahih maupun hasan, maka ia wajib diimani, wajib diterim
a walaupun tidak masuk kategori hadist mutawatir alias masuk kategori ahad. Karna hadist mutawatir lawannya adalah hadist ahad.
Kenapa demikian? Karna mayoritas hadist Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam itu memang tidak masuk kategori mutawatir dan karna adanya perbedaan dikalangan mereka yang mengklasifikasikan hadist menjadi mutawatir dan ahad, tentang kriteria mutawatir itu yang seperti apa. Ada diantara mereka yang mengatakan bahwa mutawatir itu adalah suatu berita yang disampaikan oleh banyak orang. Dan begitu berita itu sampai kepada kita, maka kita langsung meyakininya sebagai kebenaran, memastikan kebenarannya. Itu namanya mutawatir. Memberikan kepastian.
Kemudian mereka berbeda pendapat, berapa banyak orang yang harus meriwayatkan suatu berita itu sehingga beritanya akan menimbulkan kepastian? Ada diantara mereka yang mempersyaratkan minimal 10 orang, 12 orang, 20, 40 dan minimalnya 70 orang.
Karna adanya perbedaan kriteria inilah akhirnya standar berita yang boleh dijadikan aqidah itu harus mutawatir menjadi standar yang tidak jelas. Tentunya sesuatu yang tidak jelas standarnya tidak bisa menjadi acuan. Karna apa yang dianggap mutawatir oleh sebagian kalangan belum tentu dianggap mutawatir oleh kalangan yang lain yang memiliki syarat yang berbeda. Sehingga hasilnya tidak mungkin suatu berita itu harus dianggap mutawatir barulah dipercaya.
Demikian pula secara aplikasi. Mengapa kita tidak mengatakan bahwa aqidah itu hanya diambil dari berita yang mutawatir? Karna secara aplikasi tidak memungkinkan. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari kita sering kali meyakini sesuatu dan itu bukan berdasarkan informasi yang sifatnya mutawatir alias kalau didefinisikan dia masuk kedalam definisi khabar ahad, berita yang belum sampai ke tingkat mutawatir, tapi kita sudah menentukan sikap, sudah mempercayainya, tidak ada keraguan sedikitpun. Dan ini menunjukkan bahwa persyaratan yang sering kali digaungkan oleh sebagian kalangan bahwa kalau tidak mutawatir maka tidak boleh menjadi dalil, ini adalah perkara bathil yang tidak benar.
Ahlussunnah wal jama’ah meyakini bahwa tidak dipersyaratkan harus menjadi hadist mutawatir baru dia menjadi dalil dalam masalah aqidah. Bukankah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengutus satu atau dua sahabatnya saja : Muadz bin Jabal diutus ke Yaman, Abu Musa diutus ke Yaman, Ali diutus ke Yaman, adalagi yang diutus kenegeri yang lain. Mereka jumlahnya masih ahad, person-person. Sama sekali tidak ada yang menganggap jumlah mereka itu sudah mutawatir. Akan tetapi diutusnya mereka membawa ajaran Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam itu sudah dianggap cukup sebagai penegakka hujjah. Sehingga ketika apa yang mereka sampaikan dari nabi tidak dipercayai oleh orang-orang yang ada disana, maka mereka langsung bisa diperlakukan sebagai orang-orang yang tidak beriman. Ini menunjukka bahwa perkara aqidah tidak dipersyaratkan harus disampaikan secara mutawatir.
Point 3 :
Berkaitan dengan bagaimana kita memahami suatu dalil karna suatu dalil walaupun dia sudah benar namun jika dipahami salah maka hasilnya akan salah. Demikian pula ketika dia itu dalilnya sudah tidak benar walaupun dipahami benar, maka dia juga akan salah. Sehingga harus benar dari 2 sisi. Dalilnya benar, pemahamannya pun juga benar.
Oleh karna itu, Ahlussunnah wal Jama’ah merupakan salah satu pokok kaidah mereka adalah dalam memahami kitabullah dan sunnah Rasulullah, pertama-tama ahlussunnah akan mencoba mencari penafsirannya dari sesama Al-Qur’an dan hadist itu sendiri. Apabila mereka mendapati ayat-ayat yang kurang jelas maknanya, mereka akan mencari ayat-ayat yang menjelaskannya. Bila tidak ditemukan didalam Al-Qur’an maka mereka mencari penjelasannya dari sunnah Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi wa Sallam. Demikian pula ketika mereka menemukan hadist-hadist yang kurang jelas maknanya, mereka akan mencarinya terlebih dahulu dari hadist itu sendiri, dari hadist-hadist yang ada didalam bab tersebut, ketika sudah terkumpul semua hadist didalam bab itu yang saling menjelaskan satu dengan yang lainnya, maka mereka akan beralih ke metode berikutnya yaitu bagaimana hadist-hadist tersebut dipahami oleh assalafussholeh. Kenapa? Lagi-lagi salafussholeh dijadikan rujukan? Karna mereka adalah orang-orang pertama yang paling memahami bahasa arab, bahasa arab adalah bahasa ibu mereka, bahasa asli mereka, justru bahasa arab yang kita kenal hari ini dirumuskan, diambil ilmunya, dikonsep berdasarkan gaya bicara mereka, tutur kata mereka. Dan kita tahu bahwasanya Al-Qur’an turun dengan bahasa arab.
“Kami menjadikannya Al-Qur’an dalam bahasa arab agar kalian bisa memahaminya.”
Dan sunnah Rasulullah, ucapan Rasulullah, hanya diucapkan dalam bahasa arab. Sehingga orang yang paling memahami bahasa arab, dia paling berhak maksud Al-Qur’an atau sunnah. Itu adalah alasan yang pertama.
Alasan yang kedua adalah bahwa karna mereka tidak hanya melihat, membaca teks ayat dan hadist sebagaimana yang kita lakukan hari ini. Mereka tidak hanya mendengar ayat Al-Qur’an da hadist dibacakan seperti kita, namun mereka juga menyaksikan secara langsung bagaimana kronologi turunnya ayat dan hadist nabi tersebut, dan bagaimana nabi menerapkannya. Tentunya siapa saja yang menyaksikan, tidak akan sama dengan mendengar.
Nabi Musa ‘alaihissalam ketika meninggalkan kaumnya selama 40hari, kemudian Allah memberitahu bahwasanya kaumnya telah kembali menyembah anak sapi, Nabi Musa tidak memberikan reaksi yang sama seperti ketika dia melihat langsung. Begitu beliau melihat langsung kaumnya yang menyembah anak sapi, langsung beliau memberikan reaksi.
“Dia lemparkan kepingan-kepingan Taurat dan dia jambak rambu saudarnya, Harun, sambil murka dan memahami saudaranya. Kenapa Harun membiarkan Bani Israil kembali menyembah anak sapi?”
Ini adalah salah satu contoh kasus bahwa siapapun yang menyaksikan sesuatu pasti dia lebih paham, lebih mengerti daripada orang yang hanya mendengar berita tentang sesuatu tadi dan tidak menyaksikannya.
Alasan yang ketiga adalah kenapa kita harus memahami pemahaman assalafussholeh yang telah didefinisikan sebagai sahabat nabi, para tabi’in dan siapapun yang mengikuti para sahabat dengan baik? Karna dengan pemahaman mereka telah dijamin hasilnya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hasilnya adalah mereka mendapatkan ridho Allah dan mendapatkan jannahNya sebagaimana didalam Surah At-Taubat : 100.
Allah berfirman :
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Dari kalangan muhajirin dan ashor (mereka adalah sahabat nabi) dan orang-orang yang mengikuti muhajirin dan ashor dengan baik, Allah meridhoi mereka dan merekapun ridho dengan apa yang Allah berikan. Allah siapkan bagi mereka surga-surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai. Itulah kemenangan yang besar”
Itulah alasannya kenapa kita harus memahami pemahaman assalafussholeh. Dan tidak boleh apa yang sudah ditafsirkan oleh assalafussholeh itu kita tentang hanya dengan alasan istilah itu memiliki makna lain dalam bahasa arab. Memang bahasa arab itu terkadang dalam memaknai suatu kata, memiliki beberapa makna. Akan tetapi ketika assalafussholeh telah menjelaskan bahwasanya ayat atau hadist ini artinya begini walaupun secara bahasa kata yang sama memiliki makna yang lain, maka kita tetap boleh memaknainya dengan makna yang lain manakala sudah dijelaskan dan sudah disepakati maknanya oleh assalafussholeh.
Ini adalah 3 (tiga) pokok pertama yang berkenaan dengan bagaimana kita menerima suatu dalil dan menerapkan dalil tersebut.
Wallahu'alam
[Oleh : Buya Sufyan Baswedan | Kitab : Prinsip-prinsip Aqidah Ahlus sunnah Wal Jama'ah]
0 Komentar
Tinggalkan balasan