Jumhur ulama mengatakan bahwa puasa Syawal dianjurkan dan ini berdasarkan hadist Abu Ayyub Al Anshari Radhiyallahu Anhu, dimana Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
“Barangsiapa yang berpuasa ramadhan kemudian diikuti dengan 6 hari dibulan syawal, maka dia seperti melaksanakan puasa setahun.” (Hadist Riwayat Imam Ahmad, muslim, abu dawud, at Tirmidzi dan yang lainnya)
Yang berbeda dari pendapat jumhur ada 2 :
1. Abu Hanifa rahimahullah.
Beliau menilai bahwasanya puasa Syawal itu makruh baik dilakukan dengan cara berurutan maupun dilakukan dengan cara terpisah. Alasannya adalah karna beliau menilai dhoif hadist ini serta didalam hadist tersebut ada bentuk tasyabbuh dengan orang-orang nasrani sebagaimana disebutkan didalam riwayat bahwa orang-orang nasrani ketika mereka diperintahkan oleh Allah Ta'ala untuk berpuasa selama 1 bulan dimusim panas ternyata mereka meninggalkannya lalu mereka ganti puasa dimusim dingin namun dengan jumlah selama 40 hari. Sehingga setelah genap 1 bulan mereka sambung berpuasa dibulan berikutnya. Dalam rangka menghindari tasyabbuh seperti itu, maka orang yang sudah berpuasa Ramadhan makruh bagi dia untuk melanjutkan puasa sunnah setelahnya.
Namun pendapat Abu Hanifa ini ditolak oleh beberapa ulama Hanafiyah terutama Hanafiyah belakangan seperti yang disampaikan oleh Ibnu Abidin Al Hanafi - salah satu ulama Hanafiyah -, beliau mengatakan :
"Sesungguhnya Puasa 6 hari sesudah Idul Fitri secara berkesinambungan di antara mereka ada yang menghukuminya Makruh. Adapun menurut Qaul Mukhtar (pendapat yang dipilih) sesungguhnya puasa pada hari tersebut adalah tidak apa-apa karena seusngguhnya yang Makruh adalah jika ia tidak aman dari kekhawatiran akan menganggapnya termasuk sebagai Puasa Ramadhan. Maka yang demikian ini ada mirip (tasyabbuh) dengan orang-orang Nasrani, dan hal ini sekarang sudah hilang.” (Ibnu ‘Abidin Al-Hanafi (w. 1252 H), Raddul Muhtar ‘alad Durril Mukhtar)
Maksud beliau disini adalah, jika ada jeda dimana tanggal 1 Syawal ketika Idul Fitri tidak berpuasa, kemudian tanggal 2 dan seterusnya berpuasa maka tidak ada bentuk keserupaan dengan orang nasrani.
Hal yang sama juga disampaikan oleh al Qasani - salah satu ulama madzhab Hanifyah - :
“Mengapa Abu Hanifa menilai makruh? Adalah ketika orang tersebut berpuasa pada hari raya setelah itu berpuasa 5 hari setelah idul Fitri. Sedangkan orang yang tidak berpuasa ketika idul Fitri baru berpuasa 6 hari setelah itu maka ini tidak makrih bahkan dianjurkan.”
Sehingga bisa kita mengetahui bahwa dalam Hanafiyah ada 2 pendapat yaitu Hanafiyah dimasa silam menilai makruh sedangkan Hanafiyah belakangan mereka menilai bahwa puasa Syawal itu dianjurkan.
2. Imam malik.
Imam malik menilai bahwa puasa Syawal juga makruh. Dengan alasan bahwa khawatir masih dianggap sebagai bagian dari Ramadhan. Padahal ia bukan bagian dari Ramadhan terutama menurut penilaian orang-orang yang tidak paham tentang masalah agama.
Akan tetapi kalau kegiatan tersebut bersifat pribadi maka puasa Syawal tidak makruh. Namun alasan ini adalah alasan yang lemah karena masyarakat memahami begitu sudah masuk Idul Fitri berarti Ramadhan sudah berakhir dan orang ketika berpuasa tanggal 2, 3 Syawal dan seterusnya maka tidak ada lagi anggapan bahwasanya puasa itu bagian dari Ramadhan karna ada jeda yaitu tidak berpuasa ditanggal 1 Syawal.
Kesimpulannya adalah bahwasanya pendapat yang jauh lebih kuat adalah jumhur ulama Syafi'iyah, Hambali, jumhur Malikiyah, jumhur Hanafiyah belakangan bahwa puasa Syawal hukumnya dianjurkan dan tidak makruh.
2. Keutamaan Puasa Syawal
Nabi shalallahu alaihi wa Sallam telah mengatakan bahwa :
“Barangsiapa yang berpuasa ramadhan kemudian diikuti dengan 6 hari dibulan syawal, maka dia seperti melaksanakan puasa setahun.” (Hadist Riwayat Imam Ahmad, muslim, abu dawud, at Tirmidzi dan yang lainnya)
Karna ini sejalan dengan kaidah dalam islam bahwa setiap amal ketaatan itu pahalanya dilipatkan 10 kali, sebagaimana yang Allah firmankan didalam Surah Al An'am : 160
"Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan)."
Sehingga pelipatan pahala satu dilipatkan 10 kali itu bagian dari kaidah yang disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur'an.
Kemudian disebutkan dalam riwayat lain, riwayat An Nasai, Ibnu Majjah dan yang lainnya dan ini dishahihkan oleh Al Albani dalam At-Targhib wat-Tarhib, Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
“Allah jadikan setiap satu ketaatan itu mendapat kan nilai 10 kali lipat. Maka 1 bulan Ramadhan sama dengan 10 bulan dalam setahun. Sedangkan puasa selama 6 hari nilainya sama dengan penggenap sehingga menjadi 1 tahun.”
Dan An Nawawi juga mengatakan hal yang sama kenapa puasa Syawal bernilai 1 tahun :
“Karna setiap amal sholeh itu dilipat kan 10 kali, ramadhan bernilai 10 bulan, sedangka 6hari dibulan Syawal nilainya sama dengan puasa 2 bulan.”
Wallahu'alam
3. Apakah Mungkin Pahala Yang Sama Seperti Ini Juga Diraih Ketika Orang Menjalankan Puasa Diselain Bulan Syawal?
Bukankah setiap ketaatan itu dilipatkan 10 kali dan itu tidak ada hanya berlaku untuk puasa dibulan syawal termasuk juga puasa-puasa dibulan yang lainnya. Sehingga misalnya kita berpuasa ramadhan menjalankan puasa wajib selama 1 bulan. Lalu kita berpuasa dibulan dzulqodah selama 3 hari, lalu dibula Dzulhijjah selama 2 hari, kemudian puasa lagi dibulan Muharram selama 1 hari. Sehingga setelah Ramadhan kita puasa Sunnah. Apakah kita mendapatkan pahala puasa selama 1 tahun?
Ibnu Qoyyim didalam catatan beliau untuk sunan Abu Dawud memberikan komentar terkait pertanyaan in. Kata beliau :
“Kenapa nabi shalallahu alaihi wa Sallam menyebutkan Syawal? Ada 2 penekanan yang diberikan ulama :
1. Tujuannya adalah untuk memberikan keringanan bagi orang yang berpuasa. Karna ia baru saja selesai puasa. Karna itulah disebutkan puasa Syawal dalam rangka untuk meringankan kaum muslimin. Dan ini merupakan penekanan yang disampaikan oleh Al Qarafi - ulama malikiyah - namun dikomentari oleh ibnu Qoyyim : "Pendapat ini aneh."
2. Kenapa disebutkan Syawal tujuan agar orang bersegera untuk melakukan amal. Sehingga ini sejalan dengan firman Allah : "Berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan."
Allah juga berfirman :
"Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan." (Surah Al Baqarah : 148)
"Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan." (Surah Al Baqarah : 148)
"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu." (Surah Ali Imran : 133)
Sehingga kenapa disebutkan Syawal agar orang segera melakukan amal sunnah setelah ia melakukan amal wajib. Dan ini merupakan penjelasan yang disampaikan oleh ulama Syafi'iyah dan yang lainnya. Sehingga ketika orang tidak melakukan bentuk kesegaran seperti ini maka ia tidak mendapatkan keutamaan yang disebutkan dalam hadist.
Intinya, tidak mungkin orang itu bisa mendapatkan keutamaan ini jika ia lakukan diselain bulan Syawal. Karena kalau boleh dilakukan diselain bulan Syawal berarti tidak ada manfaatnya Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam menyebut puasa dibulan Syawal.
Kemudian Ibnu Qoyyim melanjutkan, ada penekanan yang ketiga yang disampaikan oleh sebagian ulama. Mereka mengatakan :
“Karna kita dibulan Ramadhan kita banyak melakukan berbagai macam kekurangan, penyimpangan yang menyebabkan puasa tidak maksimal maka kita dianjurkan untuk berpuasa 6 hari dibulan Syawal. Sebagai bentuk 'penambal' setiap kekurangan yang kita lakukan selama bulan Ramadhan. Maka puasa 6 hari dibulan Syawal itu seperti shalat sunnah rawatib yang dilakukan mengiringi shalat wajib yang tujuannya sebagai penambal dan penyempurna dari kegiatan shalat wajib yang dilakukan oleh seorang hamba."
Dari sinilah kita bisa mengetahui kenapa Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam mengkhususkan puasa dibulan Syawal. Sehingga, wallahu'alam, apakah keistimewaan mendapatkan puasa selama setahun itu juga berlaku dipuasa-puasa selain Syawal jika diniatkan dalam rangka untuk menggenapkan puasa Ramadhan, maka jawabannya tidak berlaku. Maka ketika orang sudah selesai berpuasa Ramadhan selama 1 bulan kemudian berpuasa 6 hari tapi tidak dibulan Syawal, maka ia tidak mendapatkan keutamaan sebagaimana yang disebutkan didalam hadist riwayat Muslim dan Imam Ahmad diatas.
4. Hikmah Puasa Syawal
Yang kami maksud dengan hikmah adalah manfaat tambahan selain pahala yang diraih oleh seorang hamba.
Ibnu Rajab dalam kitabnya Latifatul Maarif dan juga beberapa didalam kitab yang lainnya yang dikumpulkan oleh sebagian tholibul Ilmi menjadi Tafsir Ibnu Rajab.
Beliau menyebutkan ada beberapa hikmah puasa Syawal :
1. Fungsinya adalah menyempurnakan kekurangan yang ada pada amal yang wajib. Karna yang namanya amal wajib itu disempurnakan dengan amal yang sunnah pada hari kiamat dan banyak diantara manusia ketika melaksanakan amal wajib dia melakukan beberapa kekurangan sehingga butuh untuk ditutupi dengan berbagai macam amal sunnah termasuk diantaranya adalah berpuasa dibulan Syaban sebagai qobliyah Ramadhan dan puasa dibulan Syawal sebagai ba'diyah Ramadhan.
Makanya Nabi Shalallahu 'alaihi wa Sallam rajin berpuasa dibulan Syaban dan beliau memerintahkan kepada kita untuk menganjurkan berpuasa 6 hari dibulan Syawal, ini ibarat sebagaimana qobliyah dan ba'diyah ketika orang melaksanakan ibadah shalat.
2. Bahwa menjalan puasa setelah Ramadhan salah satu diantara bukti diterimanya amal dibulan Ramadhan, karna ketika Allah Ta'ala menerima amal seorang hamba salah satu balasannya adalah Allah memberikan Taufik kepadanya untuk melakukan amal Sholeh setelahnya.
Sebagaimana perkataan sebagian ulama :
“Pahala dari amal sholeh adalah melakukan amal sholeh setelahnya. Barangsiapa yang melakukan amal sholeh lalu dia ikuti amal sholeh berikutnya maka itu sebagai salah satu tanda bahwa amal sholeh sebelumnya diterima oleh Allah. Sebaliknya, orang yang melakukan amal maksiat setelah ia melakukan amal sholeh berarti bisa jadi itu tanda amal Sholeh nya tidak diterima dan ditolak oleh Allah."
3. Al Hafiz Ibnu Rajab berkata :
“Bahwa orang yang berpuasa dibulan Ramadhan maka ia menerima pahala pada saat Idul fitri dan Idul Fitri adalah hari dimana orang berhari raya. Maka kegiatan puasa yang dilakukan setelah idul fitri (pada tanggal 2 syawal) itu merupakan bentuk rasa syukur terhadap nikmat yang telah diberikan oleh Allah keadaan seorang hamba karna ia telah mendapatkan pahala puasa Ramadhan yang pahala itu diberikan pada saat idul fitri."
Dan tidak ada nikmat uang yang lebih besar dibandingkan diampuni nya dosa. Karna itulah Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam melakukan tahajjud sampai kaki beliau membengkak.
Dari Mughirah bin Syu’bah, bahwasannya Rasulullah melaksanakan shalat hingga kedua mata kakinya bengkak. Lalu dikatakan kepadanya, “Mengapa engkau membebani dirimu, padahal Allah telah mengampuni dosamu yang lalu dan yang akan datang?” Beliau menjawab, “Bukankah seharusnya aku menjadi hamba yang banyak bersyukur?.” (Hadist Riwayat Muslim).
Dan bentuk syukur yang dilakukan nabi adalah menambah ibadah kepada Allah Subhana wa Ta'ala. Karna itulah Allah Ta'ala perintahkan kepada para hambaNya untuk mensyukuri nikmat puasa Ramadhan dengan banyak melakukan dzikir kepada Nya yaitu takbiran ketika Idul Fitri sebagaimana Allah firman kan didalam Surah Al Baqarah : 185
"Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur."
"Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur."
Sehingga bentuk syukur seorang hamba kepada Allah atas Taufik dan kemudahan bisa berpuasa dibulan ramadhan adalah dengan cara berpuasa dibulan Syawal.
Karena itulah kata Ibnu Rajab :
“Sebagian ulama salaf, dulu ada sebagian ulama apabila diberi kemudahan oleh Allah untuk bisa melakukan shalat malam, maka pagi harinya ia berpuasa. Dan beliau jadikan puasanya ini sebagai bentuk rada syukur kepada Allah karna ia telah mendapatkan taufik dari Allah bisa melaksanakan shalat malam."
Wallahu'alam
5. Puasa Syawal Sebelum Qadha
Apa hukum melaksanakan puasa Syawal sebelum qadha.
Ulama berbeda pendapat mengenai hukum puasa sunnah sebelum selesai melaksanakan puasa ramadhan atau sebelum menyelesaikan qadha puasa Ramadhan.
Ada 2 pendapat :
1. Bolehnya melakukan puasa sunnah sebelum qadha Ramadhan. Dan ini adalah pendapat jumhur ulama. Mereka beralasan bahwa qadha Ramadhan itu tidak wajib untuk disegerakan, namun ia adalah kewajiban yang longgar dimana batas waktunya mulai dari Syawal sampai Sya'ban selama 11 bulan. Dan ini adalah pendapat Malikiyah, Syafi'iyah dan salah satu pendapat Imam Ahmad dalam salah satu riwayat hukumnya diperbolehkan.
Meskipun ada sebagian ulama yang menilai makruh. Diantara yang menilai makruh adalah Syafi'iyah dan Malikiyah. Alasan dinilai makruh adalah perbuatan seperti ini berarti mendahulukan yang sunnah daripada yang wajib. Tapi menurut mereka puasanya sah dalam artian diperbolehkan meskipun makruh.
2. Haram hukumnya melaksanakan puasa sunnah sebelum menyelesaikan puasa qadha Ramadhan. Dan ini merupakan pendapat Hambali. Wallahu'alam pendapat Hambali ini berdalil karna ketika ada benturan amal wajib dan amal sunnah maka orang harus mendahulukan yang wajib dibandingkan yang sunnah. Sehingga orang tidak boleh melakukan amal sunnah yaitu puasa sunnah sementara ia punya kewajiban melaksanakan qadha dibulan Ramadhan.
Namun pendapat yang lebih mendekati dalam hal ini adalah pendapat jumhur ulama yang membolehkan puasa sunnah sebelum menyelesaikan puasa qadha berdasarkan dari riwayat Aisyah Radhiyallahu Anha. Beliau mengatakan :
“Saya memiliki kewajiban qadha puasa ramadhan namun saya tidak sanggup untuk melunasi nya kecuali dibulan sya'ban.” (Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim)
Maksud Aisyah Radhiyallahu Anha, kalau beliau melaksanakan puasa qadha maka beliau sedang melaksanakan puasa wajib dan puasa wajib tidak boleh dibatalkan. Yang beliau khawatirkan adalah ketika Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam datang kerumahnya disiang hari sementara Aisyah sedang berpuasa wajib lalu Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam hendak menunaikan hajat terhalang disebabkan istrinya sedang berpuasa wajib.
Maka kesimpulan dari catatan ke-6 ini adalah diperbolehkan puasa sunnah meskipun belum selesai qadha Ramadhan. Saya katakan diperbolehkan dalam arti puasa sunnahnya sah dan itu adalah pendapat jumhur ulama.
6. Berpuasa Syawal Sebelum Menyelesaikan Puasa Qadha
Bagi orang yang berpuasa syawal sebelum menyelesaikan puasa qadhanya , apakah ia mendapatkan keutamaan sebagaimana yang disebutkan didalam hadist Abu Ayyub Al Anshari Radhiyallahu Anhu dimana Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
“Barangsiapa yang berpuasa ramadhan kemudian diikuti dengan 6 hari dibulan syawal, maka dia seperti melaksanakan puasa setahun.” (Hadist Riwayat Imam Ahmad, muslim, abu dawud, at Tirmidzi dan yang lainnya)
Ada 2 pendapat :
1. Bahwasanya keutamaan puasa 6 hari dibulan Syawal bagi mereka yang belum selesai qadha tidak didapatkan. Sehingga orang ini tidak dapat pahala puasa dalam setahun. Karena ia belum menyelesaikan puasa Ramadhan. Karena yang dimaksud orang yang telah berpuasa ramadhan itu berlaku bagi orang yang sudah menyelesaikan puasa selama sebulan penuh, sehingga kalau ia punya hutang tapi ternyata belum ia lunasi maka ia tidak disebut telah melaksanakan puasa Ramadhan. Dan ini pendapat yang disampaikan oleh madzhab Hambali sebagaimana keterangan Ibnu Muflih didalam kitabnya Al Furu'. Demikian pula pendapat Syafi'iyah sebagaimana keterangan Al Haitami dalam Tulfatul Muftaj, beliau mengatakan :
“Orang yang melaksanakan puasa Syawal sebelum qadha maka ia tidak mendapatkan keutamaan sebagaimana disebutkan didalam hadist meskipun ia tidak puasa ketika ramadhan dikarenakan memiliki udzur.”
Ini merupakan pendapat banyak ulama seperti Syaikh Ibnu Baz dan Syaikh Al Utsaimin.
2. Bahwa orang yang berpuasa syawal sebelum menyelesaikan qadha ramadhan ia tetap mendapatkan keutamaan sebagaimana yang disebutkan didalam hadist Abu Ayyub yaitu pahala puasa selama setahun.
Dengan catatan : ia tidak berpuasa dibulan Ramadhan disebabkan karena udzur bukan karna malas. Misalnya seperti wanita yang mengalami haid atau ada orang yang tidak berpuasa disebabkan karna udzur yang lain seperti safar atau sakit, lalu ketika ia telah sembuh ia punya hutang selama 5 hari kemudian ia puasa Syawal selama 6 hari sementara hutang qadhanya ini belum ia lunasi.
Maka menurut pendapat yang kedua ini, ia tetap mendapatkan pahala karena alasannya adalah ia tidak puasa 5 hari dibulan Ramadhan dikarenakan udzur. Ketika punya udzur maka ia diizinkan (untuk tidak berpuasa). Ketika diizinkan maka puasanya dianggap genap meskipun tetap harus ia bayar. Sehingga ia tetap dianggap telah berpuasa selama Ramadhan meskipun bolong selama 5 hari karena udzur lalu ketika diikuti 6 hari dibulan Syawal berarti ia mendapat keutamaan sebagaimana disebutkan didalam hadist. Wallahu'alam.
Namun Insyaallah, pendapat yang kuat dalam masalah ini adalah pendapat yang pertama dan ini adalah pendapat jumhur ulama bahwa orang yang berpuasa syawal sebelum menyelesaikan qadha Ramadhan hukumnya sah (dalam artian, puasanya diterima). Puasanya sah namun ia tidak mendapatkan keutamaan sebagaimana disebutkan didalam hadits.
Kalau ia ingin mendapatkan keutamaan maka ia harus menyelesaikan qadha dulu baru kemudian puasa 6 hari dibulan syawal.
7. Bolehkah Menggabungkan Puasa Syawal Dengan Niat Puasa Qadha?
Ulama berbeda pendapat dalam hal ini :
1. Tidak boleh menggabungkan niat puasa qadha denga puasa sunnah yang lainnya sebagaimana tidak boleh menggabungkan niat ketika kita puasa ramadhan dengan puasa sunnah lainnya baik puasa syawal ataupun puasa yang lainnya.
Dan pendapat ini disampaikan didalam Syabakah Islamiyah, dalam fatwa disampaikan :
“Orang yang mempunyai kewajiban puasa wajib seperti qadha Ramadhan atau puasa kafarah maka tidak sah untuk digabungkan niatnya dengan puasa sunnah karena masing-masing baik puasa wajib maupun puasa sunnah adalah ibadah yang harus ada sendirinya sehingga ia terpisah dengan ibadah yang lainnya. Sehingga tidak sah jika niatnya digabungkan."
2. Boleh menggabungkan niat puasa sunnah dengan puasa wajib selama puasa sunnah itu tidak memiliki kaitan dengan puasa wajib. Sehingga pendapat ini dirinci bahwa puasa sunnah itu ada 2 :
a. ada puasa sunnah yang tidak berkaitan dengan puasa wajib
b. ada puasa sunnah yang berkaitan dengan puasa wajib. Contohnya puasa Syawal. Dan ini adalah pendapat Imam ibnu Utsaimin.
Untuk puasa sunnah yang berkaitan dengan puasa wajib tidak boleh digabungkan niatnya. Sedangkan puasa sunnah yang tidak berkaitan dengan puasa wajib maka boleh digabungkan niatnya.
Contohnya : tidak boleh menggabungkan niat puasa Ramadhan dengan puasa Syawal. Tapi diperbolehkan menggabungkan puasa Arafah atau puasa Asyura' atau puasa Senin Kamis dengan qadha Ramadhan. Karena puasa ini tidak ada kaitan dengan puasa ramadhan.
Beliau mengatakan bahwa orang yang berpuasa di hari Arafah atau di hari Asyura' sementara qadha Ramadhan nya belum selesai maka puasanya sah dan jika ia niatkan untuk berpuasa dihari itu sekaligus untuk qadha Ramadhan maka ia mendapat 2 pahala yaitu puasa Arafah, puasa Asyura' dan puasa qadha Ramadhan. Dengan catatan : ini berlaku untuk puasa mutlat yang tidak ada kaitannya dengan puasa Ramadhan.
Insyaallah ini yang lebih kuat sehingga puasa Syawal niatnya tidak boleh digabungkan dengan puasa qadha Ramadhan. Karena puasa Syawal ini berkaitan dengan dengan qadha atau puasa Ramadhan.
Sebagaimana kita tidak boleh menggabungkan antara niat shalat qobliyah subuh dengan shalat subuh karena 2 shalat ini saling berkaitan.
8. Bolehkah menggabungkan puasa Syawal dengan puasa Senin-Kamis
Jawabannya diperbolehkan. Karena ini sama-sama puasa sunnah dan puasa sunnah Senin Kamis tidak harus ada dengan sendirinya.
Terdapat kaidah didalam masalah ini :
“Jika ada 2 ibadah yang sejenis yang pertama ibadah itu harus ada sendirinya sedangkan kedua tidak harus terwujud sebagai ibadah tersendiri, maka ibadah kedua digabungkan dengan yang pertama.”
Misalnya shalat tahiyatul masjid boleh digabungkan dengan shalat qobliyah. Maka semacam ini boleh digabungkan dan orang mendapatkan pahala 2 kali.
Berdasarkan sabda nabi shalallahu alaihi wa Sallam :
“Seseorang bisa mendapatkan pahala sesuai dengan apa yang ia niatkan.” (Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim)
9. Dianjurkan untuk menyegerakan puasa Syawal bahkan dianjurkan untuk melakukan tepat setelah shalat ied.
Karena ini bagian dari menyegerakan kebaikan. Sebagaimana yang difirmankan Allah dalam Surah Ali Imran : 133
“Bersegeralah untuk melakukan kebaikan mendapatkan ampunan dari Rabb kalian”
10. Apakah puasa Syawal harus berturut-turut?
Jawabannya adalah tidak harus. Boleh berturut-turut, boleh juga dipisah-pisah. Bisa dikerjakan 2 hari puasa, sehari libur, dua hari puasa dan seterusnya. Atau bisa dibuat seperti metode puasa Nabi Daud, sehari puasa sehari tidak.
Dan ulama menambah kan bahwa untuk puasa Syawal karena ia adalah puasa sunnah muqoyyad (puasa sunnah tertentu), maka mereka menegaskan harus dilakukan niat sebelum subuh. Sehingga tidak berlaku seperti yang disebutkan didalam hadist dari Aisyah Radhiyallahu Anha : "Boleh niat puasa disiang hari."
Hal itu berlaku untuk puasa sunnah mutlak. Namun apabila puasa sunnah yang memiliki kaitan waktu tertentu atau memiliki kegiatan tertentu maka dia harus dilakukan niatnya sebelum masuk waktu subuh.
Nabi shalallahu alaihi wa Sallam bersabda :
“Siapa yang belum berniat di malam hari sebelum Shubuh, maka tidak ada puasa untuknya.” (Hadist Riwayat An Nasai, Ibnu Majah, Abu Daud)
Sehingga puasa itu harus ada satu kesatuan dan niatnya harus ada sejak sebelum subuh.
Wallahu'alam.
8. Bolehkah menggabungkan puasa Syawal dengan puasa Senin-Kamis
Jawabannya diperbolehkan. Karena ini sama-sama puasa sunnah dan puasa sunnah Senin Kamis tidak harus ada dengan sendirinya.
Terdapat kaidah didalam masalah ini :
“Jika ada 2 ibadah yang sejenis yang pertama ibadah itu harus ada sendirinya sedangkan kedua tidak harus terwujud sebagai ibadah tersendiri, maka ibadah kedua digabungkan dengan yang pertama.”
Misalnya shalat tahiyatul masjid boleh digabungkan dengan shalat qobliyah. Maka semacam ini boleh digabungkan dan orang mendapatkan pahala 2 kali.
Berdasarkan sabda nabi shalallahu alaihi wa Sallam :
“Seseorang bisa mendapatkan pahala sesuai dengan apa yang ia niatkan.” (Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim)
9. Dianjurkan untuk menyegerakan puasa Syawal bahkan dianjurkan untuk melakukan tepat setelah shalat ied.
Karena ini bagian dari menyegerakan kebaikan. Sebagaimana yang difirmankan Allah dalam Surah Ali Imran : 133
“Bersegeralah untuk melakukan kebaikan mendapatkan ampunan dari Rabb kalian”
10. Apakah puasa Syawal harus berturut-turut?
Jawabannya adalah tidak harus. Boleh berturut-turut, boleh juga dipisah-pisah. Bisa dikerjakan 2 hari puasa, sehari libur, dua hari puasa dan seterusnya. Atau bisa dibuat seperti metode puasa Nabi Daud, sehari puasa sehari tidak.
Dan ulama menambah kan bahwa untuk puasa Syawal karena ia adalah puasa sunnah muqoyyad (puasa sunnah tertentu), maka mereka menegaskan harus dilakukan niat sebelum subuh. Sehingga tidak berlaku seperti yang disebutkan didalam hadist dari Aisyah Radhiyallahu Anha : "Boleh niat puasa disiang hari."
Hal itu berlaku untuk puasa sunnah mutlak. Namun apabila puasa sunnah yang memiliki kaitan waktu tertentu atau memiliki kegiatan tertentu maka dia harus dilakukan niatnya sebelum masuk waktu subuh.
Nabi shalallahu alaihi wa Sallam bersabda :
“Siapa yang belum berniat di malam hari sebelum Shubuh, maka tidak ada puasa untuknya.” (Hadist Riwayat An Nasai, Ibnu Majah, Abu Daud)
Sehingga puasa itu harus ada satu kesatuan dan niatnya harus ada sejak sebelum subuh.
Wallahu'alam.
[Oleh : Buya Ammi Nur Baits | 10 Catatan Tentang Puasa Syawal]
0 Komentar
Tinggalkan balasan