Subscribe Us

header ads

Fiqih Seputar Ramadhan

Berilmu didalam beribadah merupakan suatu keharusan. Dimana Ibnu Qoyyim mengatakan

"Mereka yang berjalan/beramal tanpa berlandaskan kepada ilmu ibarat seperti orang yang berjalan tanpa membawa petunjuk."

Syaikhul islam Ibnu Taimiyah mengatakan :

“Siapa yang meninggal kan petunjuk maka dia akan tersesat didalam perjalannya. Dan tidaklah ada petunjuk melainkan apa yang dibawa oleh Rasulullah.”

Hasan Al Basri mengatakan :

“Mereka yang beramal tidak diatas ilmu ibarat seperti orang yang berjalan tidak diatas jalan yang benar. Dan begitu pula orang yang beramal tidaklah diatas ilmu maka sesungguhnya apa yang ia rusak lebih banyak daripada apa yang ia perbaiki.”

Umar bin Abdul Aziz mengatakan :

“Siapa yang beribadah kepada Allah tidak berdasarkan ilmu maka sungguh apa yang ia rusak lebih banyak daripada apa yang ia perbaiki.”

Allah dalam surah Al Maidah : 27

وَا تْلُ عَلَيْهِمْ نَبَاَ ابْنَيْ اٰدَمَ بِا لْحَـقِّ ۘ اِذْ قَرَّبَا قُرْبَا نًا فَتُقُبِّلَ مِنْ اَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْاٰ خَرِ ۗ قَا لَ لَاَ قْتُلَـنَّكَ ۗ قَا لَ اِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللّٰهُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ

"Dan ceritakanlah (Muhammad) yang sebenarnya kepada mereka tentang kisah kedua putra Adam, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka (kurban) salah seorang dari mereka berdua (Habil) diterima dan dari yang lain (Qabil) tidak diterima. Dia (Qabil) berkata, Sungguh, aku pasti membunuhmu! Dia (Habil) berkata, Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang yang bertakwa."
Ayat ini merupakan petunjuk agar bagaimana ibadah itu bisa diterima oleh Allah.
Ibnu Qoyyim menjelaskan tafsiran yang paling bagus terhadap firman Allah adalah bahwa ayat ini menunjukkan tentang amalan yang diterima dari orang-orang yang bertakwa. Dan takwa adalah jika seorang beramal semata-mata mengharapkan petunjuk dari Allah dan sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah.

Thalq Bin Habib menjelaskan tentang definisi takwa dimana takwa itu ada 6 pokok :

1. Menjalankan perintah Allah

2. Beribadah berdasarkan petunjuk dari Allah

3. Ibadah yang dilakukan mengharapkan ganjaran dari Allah,

4. Meninggalkan apa yang diharamkan oleh Allah

5. Mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan menghalalkan apa yang dihalalkan oleh Allah

6. Menjauhi segala yang diharamkan karna takut kepada Allah.

Ini adalah definisi takwa yang paling lengkap.

Namun takwa secara bahasa artinya adalah pelindung/perisai. Sehingga ulama mengatakan bahwa takwa adalah kita menjadikan perisai atau melindungi diri dari azab Allah.

Rasulullah telah menjelaskan bahwa sesungguhnya berilmu merupakan suatu kewajiban khusus nya terkait dengan segala sesuatu yang diwajibkan oleh Allah kepada kita. Karna tidaklah mungkin kita melakukan apa yang diwajibkan apa bila kita tidak mengetahui cara melakukan nya.

Rasulullah menyampaikan :

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

“Menuntut ilmu merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim.” (Hadist Riwayat Muslim)

Menuntut ilmu ada yang bersifat fardhu ain dan fardhu kifayah.

Ilmu yang bersifat fardhu ain : segala sesuatu yang diwajibkan oleh setiap individu seperti mentauhidkan Allah, Allah memerintah kan untuk shalat maka kita berkewajiban untuk mempelajari shalat, Allah memerintahkan untuk puasa maka kita berkewajiban untuk mempelajari puasa, begitu juga dengan zakat dan haji serta yang lainnya.

Allah berfirman dalam Surah Al hasyr : 7

مَاۤ اَفَآءَ اللّٰهُ عَلٰى رَسُوْلِهٖ مِنْ اَهْلِ الْقُرٰى فَلِلّٰهِ وَلِلرَّسُوْلِ وَلِذِى الْقُرْبٰى وَا لْيَتٰمٰى وَا لْمَسٰكِيْنِ وَا بْنِ السَّبِيْلِ ۙ كَيْ لَا يَكُوْنَ دُوْلَةً ۢ بَيْنَ الْاَ غْنِيَآءِ مِنْكُمْ ۗ وَمَاۤ اٰتٰٮكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهٰٮكُمْ عَنْهُ فَا نْتَهُوْا ۚ وَا تَّقُوا اللّٰهَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَا بِ ۘ

"Harta rampasan fai' yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (yang berasal) dari penduduk beberapa negeri, adalah untuk Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan untuk orang-orang yang dalam perjalanan, agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya."

Begitu pula didalam hadist :

عَنِ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ رَضِيَ اللّٰـهُ عَنْهُ قَالَ :صَلَّـىٰ بِنَا رَسُوْلُ اللّٰـهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ ، ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا ، فَوَعَظَنَا مَوْعِظَةً بَلِيْغَةً ؛ ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُوْنُ ، وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوْبُ ، قَالَ قَائِلٌ : يَا رَسُوْلَ اللّٰـهِ ! كَـأَنَّ هٰذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ ، فَـمَـاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا ؟ فَقَالَ : «أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللّٰـهِ ، وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ ، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِيْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِـيْرًا ، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْـخُلَفَاءِ الْـمَهْدِيِّيْنَ الرَّاشِدِيْنَ ، تَـمَسَّكُوْا بِـهَا وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ ، وَإِيَّاكُمْ وَمُـحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ ، فَإِنَّ كُلَّ مُـحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

Diriwayatkan dari al-‘Irbadh bin Sariya Radhiyallahu anhu bahwa ia berkata, “Suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat bersama kami, kemudian beliau menghadap kepada kami, lalu memberikan nasehat kepada kami dengan nasehat yang membekas pada jiwa, yang menjadikan air mata berlinang dan membuat hati menjadi takut, maka seseorang berkata, ‘Wahai Rasulullah! Seolah-olah ini adalah nasehat dari orang yang akan berpisah, maka apakah yang engkau wasiatkan kepada kami?’ Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Aku wasiatkan kepada kalian agar tetap bertakwa kepada Allah, tetaplah mendengar dan taat, walaupun yang memerintah kalian adalah seorang budak dari Habasyah. Sungguh, orang yang masih hidup di antara kalian sepeninggalku, niscaya ia akan melihat perselisihan yang banyak, maka wajib atas kalian berpegang teguh kepada Sunnahku dan Sunnah Khulafar Rasyidin yang mendapat petunjuk. Peganglah erat-erat dan gigitlah dia dengan gigi geraham kalian. Dan jauhilah oleh kalian setiap perkara yang baru (dalam agama), karena sesungguhnya setiap perkara yang baru itu adalah bid‘ah, dan setiap bid‘ah itu adalah sesat.”

Allah berfirman dalam Surah An Nisa : 115

وَمَنْ يُّشَا قِقِ الرَّسُوْلَ مِنْۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَـهُ الْهُدٰى وَ يَـتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيْلِ الْمُؤْمِنِيْنَ نُوَلِّهٖ مَا تَوَلّٰى وَنُصْلِهٖ جَهَـنَّمَ ۗ وَسَآءَتْ مَصِيْرًا

"Dan barang siapa menentang Rasul (Muhammad) setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan dia dalam kesesatan yang telah dilakukannya itu dan akan Kami masukkan dia ke dalam Neraka Jahanam, dan itu seburuk-buruk tempat kembali."

Para ulama mengatakan :

“Tidaklah halal hukumnya bagi seseorang ketika telah jelas baginya petunjuk dari Rasulullah untuk meninggalkannya hanya karna perkataan orang lain.”

Ibnu ‘Abbas radiyallahu ‘anhuma mengatakan :

“Hampir saja kalian akan dihujani hujan batu dari langit. Aku katakan, ‘Rasulullah bersabda demikian lantas kalian membantahnya dengan mengatakan, ‘Abu Bakar dan Umar berkata demikian.’ “ (Hadist Riwayat Ahmad).

Karna setiap perkataan manusia bisa diambil dan bisa ditolak kecuali perkataan Rasulullah. Karna Rasulullah tidak berkata berdasarkan hawa nafsu melainkan dari wahyu Allah.

Imam Ahmad mengatakan :

“Siapa yang menolak hadist nya Rasulullah maka sesungguhnya dia berada di bibir kehancuran.”

Imam Syafi'i mengatakan :

“Kaum muslimin telah sepakat bahwa siapa yang telah jelas baginya sunnah Rasulullah tidaklah halal baginya untuk meninggalkan sunnah tersebut hanya karna perkataan selain perkataan Rasulullah.”

Wallahu'alam

[Oleh : Buya Ahmad Daniel | Fiqih Seputar Ramadhan | Lokasi : Masjid Al Hikmah, Parak Kopi Alai, Kota Padang]

Posting Komentar

0 Komentar