Kita sepakat secara lisan bahwa pemimpin yang terbaik adalah rasul, tetangga yang terbaik adalah rasul, cara makan yang terbaik adalah cara makan rasul, dan lain sebagainya.
Namun kita tidak sepakat secara amal bahwa cara amalan yang terbaik adalah cara rasul. Contohnya ketika kita menasehati : “Wahai akhi amalan yang antum kerjakan itu tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah.” Lalu ia menjawab : “Tidak apa-apa. Apa salahnya? Yang penting niatnya baik.”
Jika kita dinasehati, maka jangan pernah membantahnya. Perkataan orang beriman apabila diajak kepada kebaikan adalah sami’naa wa atha’naa. Kami dengar kami taat. Bukan kami dengar kami tolak. Bukan perkataan kaum Nabi Musa : Sami’naa Wa ‘Ashainaa‘
Rasulullah tidak pernah mengadakan adanya syukuran untuk menyambut bulan Ramadhan. Namun kebiasaan masyarakat nusantara malah mengundang makan dirumah untuk menyambut bulan Ramadhan. Rasul tidak pernah mengadakan, namun kita mengadakan. Lalu kita mengatakan : apa salahnya. Kita kan berinfak.
Allah berfirman dalam Surah Yusuf : 111
لَـقَدْ كَا نَ فِيْ قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِّاُولِى الْاَ لْبَا بِ ۗ مَا كَا نَ حَدِيْثًا يُّفْتَـرٰى وَلٰـكِنْ تَصْدِيْقَ الَّذِيْ بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيْلَ كُلِّ شَيْءٍ وَّهُدًى وَّرَحْمَةً لِّـقَوْمٍ يُّؤْمِنُوْنَ
"Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang mempunyai akal. (Al-Qur'an) itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya, menjelaskan segala sesuatu, dan (sebagai) petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.”
Allah berfirman dalam Surah Ali Imran : 190
اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَا لْاَ رْضِ وَا خْتِلَا فِ الَّيْلِ وَا لنَّهَا رِ لَاٰ يٰتٍ لِّاُولِى الْاَ لْبَا بِ ۙ
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal,"
Dari dua ayat tersebut menjadikan bahwa pengalaman manusia bukan sumber dalam beragama. Allah tidak pernah menjadikan sumber hidup/kisah hidup sebagai landasan agama. Namun mengambil hikmah didalam kisah hidup harus dilhat berdasarkan dari Al-Quran dan Sunnah.
Para ulama mengatakan Allah sifatNya satu dan sifatNya yang satu itu tidak berubah-ubah. Sehingga apa yang Allah lakukan terhadap Umat-umat dahulu disebabkan perangai mereka dilimpahkan juga kepada umat sekarang dan ini adalah sunnatullah.
Allah berfirman dalam Surah Al ahzab : 62
سُنَّةَ اللّٰهِ فِى الَّذِيْنَ خَلَوْا مِنْ قَبْلُ ۚ وَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّةِ اللّٰهِ تَبْدِيْلًا
"Sebagai sunnah Allah yang (berlaku juga) bagi orang-orang yang telah terdahulu sebelum(mu), dan engkau tidak akan mendapati perubahan pada sunnah Allah."
Sebagai contoh adalah :
1. Kaum 'Ad yang sombong, dengan mudahnya Allah hancurkan.
2. Fir'aun mengatakan kepada rakyat kecilnya : Saya adalah rabb kalian yang paling tinggi dan saya tidak tahu ada rabb yang lebih tinggi dari saya.
3. Kaum 'Ad mengatakan dirinya adalah kaum yang paling terkuat dimuka bumi. Namun Allah hancurkan mereka dengan angin.
4. Seorang milyader yang sombong seperti qarun. Tinggal kita melihat bagaimana ia hancur dan yang bagaimana Allah hancur kan ia.
Namun ada salah satu kisah tawadhu yaitu seorang wanita penyapu masjid, ia bekerja secara ikhlas, mengharapkan wajah Allah. Namun lihatlah bagaimana Allah memuliakannya. Allah jadikan ia wafat seperti wafatnya orang-orang yang tidak dikenal namanya. Allah wafatkan ia dimalam hari. Para sahabat mengurus jenazahnya dan langsung memakamkannya dimalam hari itu juga. Ketika nabi didalam masjid dan ia tidak melihat wanita itu, beliuapun berkata : kemana wanita itu? Para sahabat menjawab : Dia telah meninggal wahai Rasulullah. Nabi bertanya : Dimana kuburannya? Para sahabat pun membawa nabi ke kuburannya dan nabi menyalati ia (yang dimaksud shalat disini adalah shalat jenazah dan shalat jenazah boleh dilakukan dikuburan).
Wallahu'alam
[Oleh : Buya Maududi Abdullah | Tema : Pelajaran Dari Kehidupan | 08 Sya'ban 1442 H | Masjid Rahmatan Lil 'Alamin, UPI, Kota Padang]
0 Komentar
Tinggalkan balasan