Subscribe Us

header ads

Hajinya Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Bagian 4

Bab : Hajinya Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam

قَالَ جَابِرٌ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لَسْنَا نَنْوِي إِلَّا الْحَجَّ لَسْنَا نَعْرِفُ الْعُمْرَةَ حَتَّى إِذَا أَتَيْنَا الْبَيْتَ مَعَهُ اسْتَلَمَ الرُّكْنَ فَرَمَلَ ثَلَاثًا وَمَشَى أَرْبَعًا ثُمَّ نَفَذَ إِلَى مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ السَّلَام فَقَرَأَ { وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى } فَجَعَلَ الْمَقَامَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ فَكَانَ أَبِي يَقُولُ وَلَا أَعْلَمُهُ ذَكَرَهُ إِلَّا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْرَأُ فِي الرَّكْعَتَيْنِ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ وَقُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ ثُمَّ رَجَعَ إِلَى الرُّكْنِ فَاسْتَلَمَهُ

Jabir Radhiyallahu 'anhu melanjutkan; Niat kami hanya untuk mengerjakan haji, dan kami belum pernah mengenal umrah. Setelah sampai di Baitullah, beliau cium salah satu sudutnya (hajar Aswad), kemudian beliau tawaf, lari-lari kecil tiga kali dan berjalan biasa empat kali. Kemudian beliau terus menuju ke Maqam Ibrahim 'Alais Salam, lalu beliau membaca ayat, (WATTAKHIDZUU MIM MAQAAMI IBRAAHIMA MUSHALLAA). "Jadikanlah maqam Ibrahim sebagai tempat shalat…" (Al-Baqarah: 125). Lalu dijadikanlah (posisi tempat shalat ) antara maqam itu dengan Baitullah. Sementara itu ayahku berkata bahwa Nabi ﷺ pernah membaca dalam dua rakaat shalatnya, "QUL HUWALLAHU AHAD…" (Al-Ikhlash: 1-4). Dan, "QUL YAA AYYUHAL KAAFIRUUN.." (Al-Kafirun: 1-6). Kemudian beliau kembali ke sudut Bait (hajar Aswad) lalu diciumnya kembali. 

Faedah Hadist

1. “Setelah sampai di Baitullah, beliau cium salah satu sudutnya (hajar Aswad), kemudian beliau tawaf, lari-lari kecil tiga kali dan berjalan biasa empat kali”. Ungkapan ini terdapat faedah :

- Orang yang ber ihram apabila datang ke Makkah sebelum wukuf di Arafah disunnahkan untuknya tuk melakukan tawaf qudum (tawaf selamat datang). Dan ini disepakati ulama.

- Tawaf itu adalah 7 keliling

- Bahwasanya sunnah itu adalah laki-laki kecil pada 3 putaran pertama, kemudian berjalan sesuai kebiasaannya pada 4 putaran terakhir. Imam syafi'i mengatakan tidaklah dianjurkan lari kecil tersebut kecuali dalam satu tawaf saja. Adapun tawaf di selain haji atau umroh (berarti tawaf yang bukan pelaksanaan dari haji dan umroh) maka tidak ada laki-laki kecil lagi, tidak ada khilaf ulama. Tidak juga disyariatkan cepat-cepat tawaf haji. Hanya saja yang cepat itu adalah disalah satu tawaf nya yaitu tawaf qudum. 

- Terdapat 2 pedapat syafi'i yaitu tawaf yang diiringi oleh sa'i dan ini  bisa setelah tawaf qudum (tawaf ifadhah) dan tidak mungkin di tawaf wada'. Pendapat kedua, tidaklah dia percepat berjalan tawafnya kecuali tawaf qudum, apakah dia inginkan sa'i setelahnya ataupun tidak. Dan tawaf umroh dia berjalan cepat. Tawaf umroh hanya ada satu. Sementara tawaf haji ada 3 : tawaf Qudum (hukumnya sunnah) , tawaf haji (hukumnya rukun), tawaf wada' (hukumnya wajib)

- Ulama syafi'i mengatakan idhthiba itu adalah menjadikan kain ihram bagi laki-laki dibawah ketiak kanan sehingga bahu sebelah kanan terbuka.

2. “Beliau cium salah satu sudutnya (hajar Aswad),” Makna nya adalah ia mengusapnya dan ini adalah sunnah disetiap tawaf. 

3. Maqam itu tempat berdiri, bukan maqam (baca : makam) yang biasa diketahui kita sebagai kuburan. Maqam Ibrahim adalah tempat beliau berdiri ketika membangun Ka'bah maka disyariatkan untuk shalat disana karna ada perintah. “Jadikanlah maqam Ibrahim itu tempat shalat.” (Surah Al Baqarah : 125). Dan ini bukan perintah menjadikan makam dijadikan tempat shalat. Maka apa yang menjadikan seseorang yang beribadah dikuburan tidak ada dalil bagi mereka untuk melakukan ini.

4. Nabi posisikan maqam itu antara dirinya dengan Ka'bah. 

5. Bagi orang yang tawaf, sepantasnya apabila dia selesai tawaf di belakang maqam untuk shalat 2 rakaat. Terjadi perbedaan apakah ini termasuk wajib atau sunnah. Menurut syafi'i dikumpulkan 3 hasil. Pendapat yang sah adalah hukumnya sunnah, apakah tawaf nya sunnah ataupun tawaf nya haji. Pendapat kedua, hukumnya adalah wajib. Pendapat ketiga, mengikuti status dari tawaf, apabila tawaf nya wajib maka hukumnya wajib. Apabila tawaf nya sunnah maka hukumnya sunnah. 

6. Bagi yang berpendapat wajib ataupun sunnah, Apabila shalat 2 rakaat ini ditinggalkan atau tertinggal, maka tawafnya tidak batal. Sunnahnya dilakukan dibelakang maqam. Kalau seandainya tidak mampu dilakukan dibelakang maqam maka dilakukan di hijir Ismail. Jika tidak mampu, dilakukan di masjid, jika tidak mampu, dilakukan di Makkah, jika tidak mampu, maka dilakukan di posisi tanah haram. Jika ia mengerjakan dinegerinya sendiri, maka tidak mengapa. Tetapi, hilang keutamaannya shalat di Masjidil Haram.

Wallahu'alam

[Oleh : Buya M. Elvi Syam | Kitab Shahih Muslim | 12 Syawal 1442 H | Masjid Al Hakim, Kota Padang]

Posting Komentar

0 Komentar