Subscribe Us

header ads

Hukum - Hukum Berkenaan Dengan I'tikaf

MAKNA I'TIKAF

- I'tikaf secara bahasa bertempat, berdiam, yaitu berdiam atau bertempat disitu (orang yang ditahan dirinya) 

- Secara syariat yaitu berdiam di masjid dan untuk mendekatkan diri yang dilakukan oleh orang tertentu dengan kriteria (syarat-syarat) tertentu.
 
DALIL I'TIKAF

1. Firman Allah dalam Surah Al-Baqarah : 187

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَلا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ

“(tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid.” (Al Baqarah : 187).

2. Hadist Nabi Sh ccallallahu 'Alaihi wa Sallam

Seperti yang dikatakan oleh Aisyah radhiyallahu anhuma :

 كَانَ يَعْتَكِفُ اَلْعَشْرَ اَلْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ, حَتَّى تَوَفَّاهُ اَللَّهُ, ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ

“Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam biasa beri’tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau diwafatkan oleh Allah. Lalu istri-istri beliau beri’tikaf setelah beliau wafat.” (Muttafaqun ‘alaih). (Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim) 

3. Ijma ulama

Sebagaimana dinukilkan oleh Ibnul Mundzir bahwa sepakat ulama disyariatkannya i'tikaf.
 
Ibnul Mundzir rahimahullah dalam kitab beliau Al Ijma’. Beliau mengatakan :

وأجمعوا على أن الاعتكاف لا يجب على الناس فرضا إلا أن يوجبه المرء على نفسه فيجب عليه

“Ulama sepakat bahwa i’tikaf tidaklah berhukum wajib kecuali seorang yang bernadzar untuk beri’tikaf, dengan demikian dia wajib untuk menunaikannya.” (Al Ijma’ hlm. 7; Asy Syamilah). 

HUKUM I'TIKAF

1. Dianjurkan oleh syariat dan dia jatuh kepada wajib apabila ada yang bernadzar
Berdasarkan dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda :

مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيْعَ اللهَ فَلْيُطِعْهُ

“Siapa yang bernadzar untuk mentaati kepada Allah maka taatilah.” (Shahih al-Jaami’ish Shaghiir) 

Umar pernah mengatakan kepada nabi :

“Ya Rasulullah, aku dulu pernah bernazar di masa jahiliyah untuk beri’tikaf semalam di Masjidil Haram?” Lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan, “Tunaikan nadzarmu.” Kemudian Umar beri’tikaf semalam. (Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim)

2. Hukum antara laki-laki dan perempuan statusnya sama.

Istri nabi (Shafiyyah) mengatakan :

“Nabi beritikaf di masjid pada 10 hari terakhir Ramadhan lantas aku mengunjungi nya pada malam hari dan bersama beliau ada istri-istri beliau.”

Aisyah mengatakan :

“Seorang istri Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam yang sedang istihadah ikut ber-i’tikaf bersama beliau. Ia dapat melihat warna merah dan kuning yang keluar darinya sehingga terkadang kami meletakkan wadah di bawahnya ketika ia sedang shalat.” (Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim)

Permasalahan i'tikaf nya perempuan, muallif mengatakan bahwa :

- Perempuan yang beri'tikaf dibatasi oleh ijin dari walinya atau suaminya atau mahromnya. 

- (Harus) terjaganya fitnah

- Aman dari khalwah (berduaan) dari laki-laki, karna kaidah fiqih : Menghilangkan/menolak kerusakan lebih didahulukan daripada mengambil manfaat

HIKMAH I'TIKAF

1. Memperbaiki hati dan meluruskan hati berada di jalan menuju Allah, yaitu terkait dengan bagaimana keseriusan menghadap kepada Allah. 

2. Mengumpulkan tercerai berainya hati untuk menghadap secara keseluruhan kepada Allah. Karna hati yang bercabang tidak akan bisa dikumpulkan kecuali menghadap kepada Allah secara totalitas.

3. Maksud dan tujuannya i'tikaf adalah menghadapnya hati kepada Allah. Dan mengumpulkannya secara totalitas kepada Allah.

4. Memutuskan hubungan dengan makhluk. 

5. Menjadikan sibuk kepada Allah semata. 

6. Berdzikir kepada Allah, mengingat Allah dan menghadap kepada Allah, berada hanya pada konsentrasinya sehingga pikirannya hanya untuk Allah.

7. Bertafaqquh dengan bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah. Sehingga terjadi kenyamanannya dengan Allah sebagaimana penganti nyamannya dengan manusia.

Ibnu Rajab mengatakan :

“Makna i'tikaf pada hakikatnya adalah memutuskan hubungan kepada makhluk untuk berhubung dengan melayani (beribadah) sang khalid.”

Semakin kuat pengetahuan kita kepada Allah maka semakin kuat cinta dan kebersamaan kita kepada Allah. Maka pengetahuannya ini akan menghasilkan kepada pemilikNya untuk memutuskan kepada yang lain dan berkonsentrasi hanya kepada Allah. 

Nabi beri'tikaf pada 10 hari hanyalah untuk mencari malam lailatul qadar. Beliau memfokuskan fokusannya dan mengosongkan hatinya dan beliau fokuskan dirinya untuk bermunajat kepada RabbNya. 

Sampai-sampai beliau membuat tikar khusus untuk dirinya. Beliau sendirian, menjauh dari manusia. Maka beliau tidak berbaur dengan manusia. Tidak menyibukkan dirinya dengan manusia.

Oleh karena itu imam Ahmad berpendapat :

“Bahwa orang yang beri'tikaf tidak dianjurkan baginya untuk berbaur dengan manusia sampai-sampai tidak juga mengajarkan ilmu, tidak juga mengajarkan Al-Qur'an. Malahan yang afdhal adalah dia sendirian dengan dirinya dan mengosongkan dirinya untuk bermunajat kepada Allah. I'tikaf inilah yang dinamakan dengan sendirian yang syar'i.”

I'tikaf hanya dilakukan di masjid. Agar tidak meninggalkan shalat jumat dan shalat berjamaah. Sesungguhnya bersemedi yang memutuskan hubungan kita dengan shalat jumat dengan shalat jamaah adalah persemedian yang dilarang. Khususnya pada bulan Ramadhan dan 10 hari terakhir. Maka orang i'tikaf menahan dirinya untuk menyibukkan dirinya.

Hendaklah dia beri'tikaf dengan jiwa dan raganya, hati dan badannya hanya kepada Rabb Nya, apa yang mendekatkan dirinya kepada Allah dan tidak ada tersisa baginya kecuali hanya untuk Allah. 

WAKTU I'TIKAF

I'tikaf kapan bisa dilakukan pada sepanjang tahun. 

Terdapat riwayat yang shahih dari Ummu al-Mukminin, yang menyatakan bahwasanya nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf di sepuluh hari pertama bulan Syawwal dan dalam satu riwayat beliau melaksanakannya di sepuluh hari terakhir bulan Syawwal. (Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim) 

Akan tetapi ditekankan pada bulan Ramadhan karna nabi membiasakan hal yang demikian. Dan yang paling afdhal adalah 10 hari terakhir. 

SUNNAH UNTUK MEMULAI I'TIKAF

Dilakukan setelah terbit fajar. Kapan? Pada pagi tanggal 20 Ramadhan. 

Aisyah Radhiyallahu Anha berkata :

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا أَرَادَ أَنْ يَعْتَكِفَ صَلَّى الْفَجْرَ ثُمَّ دَخَلَ مُعْتَكَفَهُ

“Apabila Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ingin beri’tikaf, beliau melaksanakan shalat Subuh kemudian masuk ke tempat i’tikafnya.” (Hadist Riwayat Muslim)

Terjadi perbedaan ulama bahwa ada yang menganggap bahwa i'tikaf itu pada malam hari. Dan ada juga yang mengatakan siang dan malam. 

- Kalau malam dihitung pada sebelum masuknya maghrib.

- Ada yang mengatakan kalau siang maka dihitung terbitnya fajar. Maka masuknya sebelum subuh. 

Imam Bukhari memberikan dalam bab Shahih nya, bab orang yang keluar dari tempat i'tikaf setelah subuh, karna nabi i'tikaf pada 10 hari kedua lalu pada pagi subuhnya (tanggal 20 Ramadhan) para sahabat keluar, maka nabi mengatakan 

مَنْ كَانَ اعْتَكَفَ مَعِى فَلْيَعْتَكِفِ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ

“Barangsiapa yang (ingin) beri’tikaf, hendaknya beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.” (Hadist Riwayat Bukhari) 

SYARAT-SYARAT I'TIKAF

Ulama menentukan :

1. Islam. Maka i'tikafnya orang kafir tidak sah. Karna i'tikaf bagian dari amal
2. Berakal (waras), orang gila tidak sah i'tikaf nya
3. Mumayyiz, anak dibawah umur tidak sah i'tikafnya
4. Niat
5. Puasa. Karna Aisyah mengatakan sunnah bagi orang yang i'tikaf hendaklah berpuasa. Dan nabi beri'tikaf pada bulan Ramadhan. Pendapat terkuat menurut jumhur bahwa disunnahkan untuk berpuasa. Inilah yang diperkuat oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah

ADAB-ADAB I'TIKAF

1. Mempergunakan waktunya untuk beribadah (shalat)
2. Menyibukkan diri dengan membaca Al-Qur'an
3. Berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala
4. Bershalawat kepada nabi
5. Menjauhkan diri dari segala sesuatu yang tidak bermanfaat baik perkataan atau perbuatan. 

LARANGAN I'TIKAF

1. Jima' (berhubungan badan) 
2. Keluar dari masjid. Kebiasaan nabi apabila dia beritikaf, beliau sendirian ditempat i'tikaf nya dan tidak masuk kedalam rumahnya kecuali dalam keadaan darurat

Ibnu Hajar mengatakan:

“Telah sepakat ulama bahwa siapa yang keluar i'tikaf nya dimajid tanpa ada kebutuhan atau darurat, tanpa ada kebaikan, maka i'tikafnya batal.”

YANG DIBOLEHKAN I'TIKAF

1. Boleh keluar dari masjid karna kebutuhan. 
2. Boleh menyisir rambutnya
3. Boleh berwudhu di masjid

TEMPAT I'TIKAF

Ini adalah perkara penting yang diketahui bahwa semua hukum-hukum diatas diposisikan tergantung tempat ini.

Terjadi perbedaan pandangan ulama mengatakan tempat i'tikaf. Ada yang mengatakan :
- Masjid jami' (masjid yang ditegakkan shalat jum'at)
- Masjid baiti (masjid yang ada didalam rumahnya)
- Masjid pada umumnya.

Imam Nawawi mengatakan:

“Dimasjid apapun juga.”

Akan tetapi, ketika kita melihat bahwa i'tikaf yang pas itu adalah masjid jami'. Kenapa? Supaya tidak menyebabkan seseorang itu keluar dari masjid untuk mengerjakan shalat jumat.

Wallahu'alam

[Oleh : Buya M. Elvi Syam | Hukum - Hukum Berkenaan Dengan I'tikaf | 20 Ramadhan 1442 H | Masjid Al Hakim, Kota Padang]

Posting Komentar

0 Komentar