Subscribe Us

header ads

Bagaimana Cara Mengetahui Musibah Itu Sebagai Penggugur Dosa Atau Untuk Mengangkat Derajat

Pertanyaan :
 
Bagaimana kita bisa mengetahui bahwasanya musibah yang menimpa kita ini adalah sebagai penggugur dosa atau sebagai pengangkat derajat?
 
Jawaban :
 
Para ulama telah menjelaskan sebagaimana yang ditunjukkan oleh dalil-dalil bahwasanya jika musibah menimpa seseorang, memang ada 2 kemungkinan :
1.     Menggugurkan dosa-dosa
2.     Mengangkat derajat
 
Adapun dalil-dalil yang menunjukkan kemungkinan pertama bahwasanya musibah jika menimpa seseorang adalah untuk mengurangi dosa-dosanya seperti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ۖ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِك
 
“Apa saja yang menimpamu dari keburukan maka itu dari dirimu sendiri.” (Surah An Nisa : 79). Dan ini lafadz nya umum.
 
Kemudian juga dari firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

وَما أَصابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِما كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا عَنْ كَثِيرٍ

“Dan tidaklah kalian ditimpa musibah kecuali akibat ulah tangan kalian. Dan Allah memaafkan banyak kesalahan kalian.” (Surah Asy-Syuara : 30)
 
Kalau seandainya kita setiap bermaksiat Allah kasih musibah, maka tidak ada yang selamat. Kalau seandainya Allah memberi hukuman setiap kedzaliman yang dilakukan oleh manusia, maka tidak ada yang tersisa diatas muka bumi ini, bahkan hewan-hewanpun akan terkena dampak dari itu semua.
 
Jadi, dalil-dalil yang menunjukkan bahwasanya musibah yang menimpa seseorang karna dosa yang dia lakukan.
 
Seperti juga firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

ظَهَرَ ٱلْفَسَادُ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ ٱلَّذِى عَمِلُوا۟ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

“Telah nampak kerusakan didaratan dan dilautan akibat ulah perbuatan manusia  agar Allah membuat mereka merasakan sebagian ulah perbuatan mereka, semoga mereka kembali.” (Surah Ar-Rum : 41)
 
Jadi, Allah menciptakan kerusakan didaratan dan dilautan akibat perbuatan mereka. Dan Allah tidak membalas seluruh kesalahan mereka. Karna Allah mengatakan : “Agar mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka.”
 
Seandainya setiap seluruh dibalas oleh Allah maka akan binasa. Terjadi kerusakan yang sangat luar biasa.
 
Kemudian hadist-hadist juga menunjukkan hal yang sama.
 
Seperti hadist Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam :

إذا أراد الله بعبده الخير عجل له العقوبة في الدنيا و إذا أراد بعبده الشر أمسك عنه بذنبه حتى يوافي به يوم القيامة
 
Apabila Allah menginginkan kebaikan kepada hamba-Nya, Allah akan segerakan sanksi untuknya di dunia. Dan apabila Allah menginginkan keburukan kepada hamba-Nya, Allah akan menahan adzab baginya akibat dosanya (di dunia), sampai Allah membalasnya (dengan sempurna) pada hari Kiamat.” (Hadist Riwayat At-Tirmidzi dan Al Hakim dari Anas bin Malik)
 
Demikian pula Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda :

لَا تَسُبِّي الْحُمَّى، فَإِنَّهَا تُذْهِبُ خَطَايَا بَنِي آدَمَ، كَمَا يُذْهِبُ الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ
 
“Janganlah Engkau mencela demam. Karena demam itu bisa menghilangkan kesalahan-kesalahan (dosa) manusia, sebagaimana kiir (alat yang dipakai pandai besi) bisa menghilangkan karat besi.” (Hadist Riwayat Muslim)
 
Jadi, apa yang menimpa seorang muslim sampai demam yang ia rasakan juga menggugurkan dosa-dosanya. Makanya kalau kita menjenguk orang sakit kita mengatakan : Thohurunn, insyaallah. (semoga dosa-dosamu digugurkan dengan penyakitmu)
 
Dalam hadist Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga bersabda :

مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
 
Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu kelelahan, atau penyakit, atau kehawatiran, atau kesedihan, atau gangguan, bahkan duri yang melukainya melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya karenanya” (Hadist Riwayat Al-Bukhari dan Muslim)
 
Jadi apa saja yang dialami oleh seorang muslim dari hal yang tidak menyenangkan dirinya, jika dihadapi dengan kebaikan maka semua itu akan menggugurkan dosa-dosanya.
 
Ini semua dalil bahwasanya musibah itu menggugurkan dosa-dosa. Bahwasanya Allah menimpa musibah pada seorang gara-gara dosa-dosa yang dia lakukan.
 
Ada juga dalil-dalil yang menunjukkan bahwa Allah memberikan musibah kepada seseorang atau sekelompok orang untuk mengangkat derajatnya. Oleh karenanya, para anbiya diuji oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dikasih banyak musibah.
 
Dalam hadist :

أشدُّالناسِ بلاءً الأنبياءُ ، ثم الأمثلُ فالأمثلُ ، يُبتلى الناسُ على قدْرِ دينِهم ، فمن ثَخُنَ دينُه اشْتدَّ بلاؤُه ، و من ضعُف دينُه ضَعُف بلاؤه ، و إنَّ الرجلَ لَيُصيبُه البلاءُ حتى يمشيَ في الناسِ ما عليه خطيئةٌ

Manusia yang paling berat cobaannya adalah para nabi, kemudian orang yang paling baik (setelahnya), lalu orang yang paling baik (setelahnya). Maka siapa yang agamanya berbobot, cobaannya juga berat. Siapa yang agamanya lemah, cobaannya juga ringan. Dan sungguh seseorang akan terus ditimpa cobaan, hingga dia berjalan di tengah-tengah manusia tanpa dosa sedikitpun“. (Hadist Riwayat Ibnu Hibban, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’)
 
Dalam hadist :

إذا أحَبَّ اللهُ قومًا ابْتلاهُمْ
 
“Kalau Allah mencintai suatu kaum, maka Allah akan uji mereka.” (Hadist Riwayat Ath-Thabrani dalam Mu’jamul Ausath, 3/302. Dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 285).
 
Dalam hadist juga :

إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ

 
“Sesungguhnya besar balasan sesuai dengan besarnya ujian.” (Hadist Riwayat Ibnu Hibban)
 
Ini menunjukkan ujian-ujian tersebut dalam rangkat untuk mengangkat derajat. Bahkan dalam satu hadist, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda yang dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah :
 
“Sungguh dia punya kedudukan di sisi Allah yang tinggi, tetapi dia tidak sampai di kedudukan tersebut dengan amalnya, untuk mengangkat derajatnya maka Allah beri dia musibah.”
 
Dalam lafal lain :
 
“Sesungguhnya seorang hamba jika telah tercatat disisi Allah dia memiliki kedudukan yang tinggi tetapi amalannya tidak bisa mendongkrak dia untuk sampai pada derajat tersebut maka Allah memberi dia musibah dibadannya, atau dihartanya, atau dianaknya.”
 
Ini semua dalil bahwasanya musibah bisa mengangkat derajat. Diantara tujuan Allah member musibah adalah mengangkat derajat.
 
Oleh karenanya, nabi adalah manusia yang paling keras ujiannya. Nabi kalau sakit, maka sakitnya sangat luar biasa. Dalam suatu hadist, Aisyah radhiyallahu ta’ala anha berkata :
 
“Aku tidak pernah melihat seorangpun benar-benar merasa sakit seperti yang dialami oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.”
 
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kalau sakit, sakitnya luar biasa. Waktu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sakit ketika akan meninggal dunia, para sahabat menjenguknya. Anas bin Malik menjenguknya, Abdullah bin Malik menjenguknya, sampai nabi diselimuti dengan selimut para sahabat yang dipegangnya, itu selimut terasa panas karna saking panasnya tubuh Nabi Shallallahu ‘Alaihi  wa Sallam.
 
Abdullah bin Mas’ud berkata :
 
“Ya Rasulullah, sesungguhnya engkau diberi sakit dengan sakit yang keras. Nabi menjawab : Ya, benar. Sesungguhnya aku diberi sakit dua kali lipat daripada sakit kalian.”
 
Hal itu karna nabi diangkat derajatnya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
 
Dan dalam satu hadist, juga disebutkan bahwasanya bisa jadi musibah itu mendatangkan kedua-duanya, mengurangi dosa-dosa dan mengangkat derajat, dimana dalam hadist Rasulullah menyebutkan :
 
“Tidaklah suatu musibah menimpa seorang muslim kecuali akan menghapuskan dosa-dosanya dan akan mengangkat derajatnya.”
 
Jadi dalam sebagian hadist bahwasanya musibah itu bisa menggugurkan dosa-dosa sekaligus mengangkat derajat.
 
Pertanyaan yang sering ditanyakan : Ustadz, kalau kita terkena musibah ini untuk menggugurkan dosa-dosa atau untuk mengangkat derajat?
 
Kemungkinan besarnya adalah untuk menggugurkan dosa-dosa. Jadi, kalau kita terkena musibah, ya sudah, kita jalani dengan baik. Pertama, kita harus bersabar. Kalau seseorang bersabar terkena musibah : menggugurkan dosa-dosanya, dan mengangkat derajatnya. Tetapi sisi menggugurkan dosa lebih besar daripada pengangkat derajat. Kalau para anbiya, orang-orang sholeh yang terkena musibah, maka sisi pengangkat derajat lebih besar daripada sisi pengguguran dosa. Tapi kalau kita yang setiap hari berdosa, dosa dengan penglihatan (tidak bisa menjaga pandangan), dosa dengan penglihatan (biasa mendengar hal-hal yang buruk seperti ghibah, musik), dosa dengan lisan, tulisan, dll. Jadi, kalau kita terkena musibah sisi pengguguran dosa lebih besar daripada pengangkatan derajat. Jangan seseorang merasa percaya diri bahwa dikasih musibah karna Allah ingin mengangkat derajat.
 
Intinya, kalau kita terkena musibah maka harus bersabar. Kalau kita sabar, dosa-dosa kita gugur, derajat kita dinaikkan. Tapi kalau kita terkena musibah tidak sabar, maka dosa-dosa tidak gugur, derajat semakin rendah. Karna musibah akan datang bagaimana seseorang kapan dikasih pahala bagaimana tatkala sikap dia terhadap musibah tersebut.
 
Sebagian ulama mengatakan : jika seseorang terkena musibah maka diberi pahala. Tidak. Tapi bagaimana seseorang menghadapi musibah tersebut. Seorang mukmin menghadapi dengan sabar, husnuzhon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala maka dia mendapatkan pahala dan diangkat derajatnya.
 

Posting Komentar

0 Komentar