Bagi orang yang sakit, disunnahkan untuk berwasiat atau berpe san agar sebagian hartanya disumbangkan untuk kebaikan. Ia juga wajib berpesan seputar hartanya, hutang-hutangnya sehingga anak-anaknya tahu berapa yang harus ia tunaikan termasuk juga kalau ia punya piutang, juga titipan dan amanah orang yang ada padanya. Ini dianjurkan, bahkan bagi orang yang masih segar bugar, berdasarkan sabda Nabi :
ما حق امرئ مسلم له شيء يوصي به يبيتُ ليلتين إلا ووصيته مكتوبة عنده
"Tidak patut bagi seorang muslim bermalam hingga dua malam, sementara dia mempunyai sesuatu yang hendak diwasiatkan, ke cuali seharusnya wasiatnya telah tertulis di sisinya." (Muttafaqun 'alaih)
Disebutkannya kata 'dua malam' di sini sebagai penekanan saja, bukan merupakan pembatasan waktu. Artinya, jangan sampai berlalu waktu sedikit pun tanpa pesan itu tertulis di sisinya. Karena seseorang tidak tahu, kapan ajal menjemputnya.
[PERINTAH UNTUK BERBAIK SANGKA KEPADA ALLAH]
Orang yang sakit hendaknya berbaik sangka kepada Allah. Karena Allah berfirman (dalam sebuah hadits qudsi) :
أنا عند ظن عبدي بي
"Aku dalam keadaan sesuai dengan persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku." (Muttafaqun Alaihi) (Muttafaqun Alaihi)
Dan berbaik sangka kepada Allah lebih ditekankan lagi, saat seseorang sudah merasa akan segera berjumpa dengan Allah.
Disunnahkan bagi orang yang datang menjenguk orang sakit, untuk memotivasinya agar senantiasa berharap rahmat Allah dan mendominasikan sisi harapan daripada sisi takut. Adapun di saat sehat, rasa berharap dan rasa takut harus berimbang. Karena orang yang didominasi rasa takut, akan membuatnya mudah putus asa. Sementara orang yang didominasi rasa berharap, akan terjebak pada rasa aman terhadap siksa Allah.
Namun jika kita berhadapan dengan orang yang bergelimang kemaksiatan, maka dalam hal ini sisi rasa takut (al khauf) lebih dikuatkan daripada sisi rasa harap (roja') supaya dia takut dan berhenti dari maksiatnya
[ANJURAN MEMBIMBING ORANG YANG SEKARAT MEMBACA SYAHADAT]
Kalau orang sakit sudah mengalami sekarat, dianjurkan untuk dibimbing membaca Laa Ilaaha Illallaah (ditalqinkan), berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam :
لقنوا موتاكم لا إله إلا الله
“Talqinkanlah (bimbinglah) orang-orang yang sekarat di antara kalian (untuk mengucapkan) laa ilaaha illallahu.” (Diriwayatkan oleh Muslim).
Tujuan ditalqinkan adalah agar orang sakit meninggal dunia dengan kalimat tauhid, sehingga kalimat tauhid itu menjadi ucapan terakhirnya. Diriwayatkan dari Mu'adz sebuah hadits marfu' :
من كان آخر كلامه لا إله إلا الله دخل الجنة
"Barangsiapa yang ucapan terakhirnya Laa Ilaaha Illallaah pasti masuk Surga." (Hadist Riwayat Abu Dawud)
Talqin atau bimbingan itu hendaknya dilakukan dengan santun, tidak boleh terlalu sering agar ia tidak marah dalam kondisinya yang sedemikian rupa.
Disunnahkan untuk menghadapkannya ke kiblat.
Terjadi perbedaan pandangan ulama, ada sebagian ulama memandang tidak perlu diarahkan ke arah kiblat. Karna dalil dalam hal ini tidak ada yang kongkrit. Didalam Kitab Janaiz, Syaikh Muhammad Abdul Wahab memandang hal itu tidak disunnahkan. Wallahasil, ini adalah perkara khilafiyah.
Dianjurkan juga membaca surat Yaasin di dekatnya, berdasarkan sabda Nabi :
إفروا يس على موتاكم
"Bacakanlah surat Yaasin di hadapan orang-orang yang sedang sekarat di antara kalian." (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah, serta dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban).
Dalam hal ini terjadi perbedaan pandangan ulama akan keshahihan kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Walhasil, makna موتاكم (mantaakum) disini adalah orang yang sedang sekarat. Adapun orang yang sudah meninggal dunia, itu tidak dibacakan kepadanya yang sudah meninggal dunia. Membaca surat Yasin kepada mayat yang sudah meninggal dunia adalah perbuatan bid'ah. Berbeda dengan bacaan ketika orang yang sedang sekarat, maka Syaikh Shalih Fauzan memandang bahwa disunnahkan.
Sebagian ulama memandang bahwa hal itu untuk memudahkan keluarnya ruh. Karna dengan bacaan Alquran akan ada ketenangan ketika dia keluar. Itu diantara pendapat ulama.
Membacakan al-Qur-an depan jenazah, kuburan, atau ditujukan kepada orang telah wafat seperti baca surat yasin, alfatihah, kesemuanya itu termasuk bid'ah yang tidak ada dasar dimana tidak ada dalilnya sama sekali. Yang wajib bagi seorang muslim adalah mengamalkan sunnah dan meninggalkan bid'ah.
Jadi, yang pertama adalah mentalqinkan ketika ai mayit sekarat tujuannya supaya akhir kata dari si mayit ini adalah laa ilaha illallah. Yang kedua, membaca surat Yasin diwaktu sedang sekarat dan itu terjadi perbedaan pandangan ulama.
Kedua:
HUKUM-HUKUM SEPUTAR KEMATIAN
Saat seseorang meninggal dunia, dianjurkan untuk memejamkan kedua matanya. Karena Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam memejamkan mata Salamah saat wafat, beliau bersabda :
الروح قبض تبعه البصر فلا الملائكة يؤمنون ما تقولون
"Sesungguhnya saat ruh dicabut, pandangan mata akan mengikuti nya. akan mengamini ucapan kalian." (Diriwayatkan oleh Muslim)
Dianjurkan juga menyelimutkan mayit dengan kain, berdasarkan 'Aisyah, bahwa Nabi wafat, tubuh diselimuti jubah bahan bercorak. Muttafaqun 'alaih.
Dimasyarakat kita ada yang mengenalnya dengan kain bako, kain sipisang. Maka hal itu tidak mengapa.
Dianjurkan menyegerakan perawatan jenazah, bila seseorang sudah dipastikan meninggal dunia, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam :
لا ينبغي لجيفة مسلم أن تُحبس بين ظهراني أهله
"Tidak sepatutnya mayat seorang muslim ditahan lama di antara keluarganya." (Diriwayatkan oleh Abu Dawud)
Di samping juga untuk menjaga mayat agar jangan sampai berubah baunya.
Imam Ahmad rahimahullah menjelaskan,
"Salah satu kehormatan mayat adalah dengan menyegerakan (proses pemakamannya)”
Namun demikian, tidak mengapa menunggu pihak wali atau yang lain, apabila tempat tinggalnya dekat, dan tidak dikhawatirkan mayat akan berubah baunya.
Diperbolehkan juga untuk mengumumkan berita kematian seorang muslim, agar pihak keluarga dapat segera menyiapkan segala sesuatunya, mengantarkan jenazah, menyalatkan dan mendo'akannya.
Tapi mengumumkan berita kematian dengan cara yang menggambarkan kepedihan hati atau membangga-banggakan reputasi si mayit, termasuk gaya kaum jahiliyyah. Termasuk di antaranya upacara pemakaman dan selamatan.
Dianjurkan juga untuk segera melaksanakan wasiat (pesan) mayit, karena hal itu dapat mempercepat pahala bagi mayit. Allah Ta'ala bahkan menyebutkan soal wasiat itu lebih dahulu dalam firman-Nya, daripada soal hutang, agar kaum muslimin memerhatikannya dan sebagai anjuran agar mereka menunaikannya.
Diwajibkan juga segera melunasi hutang-hutangnya. Baik hutang kepada Allah, seperti zakat, haji, nadzar dalam ketaatan, kafarat, atau hutang kepada sesama manusia, seperti mengembalikan amanah atau titipan, rampasan atau pinjaman. Tidak peduli, apakah mayit mewasiatkan hal itu ataupun tidak.
Dasarnya adalah sabda Nabi :
نفس المؤمن معلقة بدينه
"Ruh seorang mukmin tergantung, akibat hutang yang belum dilunasinya. (Diriwayatkan oleh Ahmad dan at-Tirmidzi, serta dinyatakan hasan oleh beliau).
Yakni bahwa arwah tersebut tetap dituntut melunasi hutang-hutangnya dan akan terus tertahan. Hadits ini memuat anjuran agar hutang-hutang mayit cepat dilunasi. Yakni, bagi mayit yang memang memiliki harta untuk membayar hutang-hutangnya tersebut.
Sementara orang yang tidak memiliki harta, dan wafat dalam keadaan berniat akan melunasi hutang-hutangnya, ada banyak hadits yang menunjukkan bahwa Allah akan melunasi tanggungannya itu.
Wallahu'alam
[Oleh : Buya M. Elvi Syam | Kitab Mulakhkhas Fiqhi | 20 Jumadil Akhir 1443 H | Masjid Al Hakim, Kota Padang]
0 Komentar
Tinggalkan balasan