Pertanyaan :
Kebanyakan kaum laki-laki 'nekat' berpoligami hanya berdalil Surah An-Nisa : 63 tanpa melihat dalil ancaman jika tidak mampu berbuat adil. Ustadz mohon diingatkan kaum laki-laki agar ancaman-ancaman Allah jika mereka tidak mampu berbuat adil. Dan jelaskan adil itu seperti apa agar mereka mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang banyak mereka tinggalkan dulu sebelum berpoligami. Syukron jazakallahu khairan.
Jawaban :
Bapak-bapak sudah tahu semua bahwa tidak adil bahaya pada hari kiamat.
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda :
مَنْ كَانَتْ لَهُ امْرَأَتَانِ فَمَالَ إِلَى إِحْدَاهُمَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَشِقُّهُ مَائِلٌ
“Barangsiapa yang punya istri dua, kemudian dia condong salah satunya maka dia akan datang pada hari kiamat dibangkitkan pada kondisi badannya miring.” (Hadist Riwayat Abu Dawud, Ahmad, at-Tirmidzi)
Ini suatu penghinaan bagi dia. Dan bentuk Allah memalukan dia pada hari kiamat. Bagaimana nasib orang yang badannya miring, berjalan di Padang Mahsyar dalam kondisi badannya miring, ini suatu penghinaan bagi orang tersebut. Maka para lelaki kalau ingin berpoligami harus tahu bahwasanya dia harus adil.
Sebagian ulama seperti ulama Madzhab Hambali mengatakan bahwa poligami hukumnya makruh. Kenapa? Karna kekhawatiran orang tidak adil. Tapi yang benar adalah poligami hukumnya sunnah bagi orang yang bisa adil. Tapi jika seorang yang tidak adil maka akan terjerumus dalam kemakruhan atau terjerumus kedalam keharaman.
Oleh karnanya tidak adil dalam poligami hukumnya dosa besar. Kama diantara definisi dosa besar adalah diancam dengan ancaman khusus. Dan nabi telah menyebutkan secara spesifik (khusus) bahwasanya orang yang tidak adil dalam poligami badannya miring. Berarti orang yang tidak adil tatkala berpoligami dia melakukan dosa besar.
Apa keadilan yang dituntut? Tentunya yang terbaik adalah keadilan dalam segala hal. Ibnu Qudamah menyebutkan Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam adil dalam segala hal terhadap istri-istrinya. Tetapi sebagian ulama mengatakan yang wajib untuk adil adalah perkara-perkara yang primer, artinya ia menyediakan rumah bagi istrinya. Satunya butuh kendaraan, satunya lagi juga butuh kendaraan, maka kedua-duanya dipenuhi. Adapun yang lebih dari kebutuhan primer bisa jadi berbeda. Ini pendapat sebagian ulama. Namun saya katakan lebih hati-hati kalau bisa disamakan, maka disamakan dalam segala hal.
Adapun cinta itu tidak bisa adil. Tetapi yang dzhahir seperti jatah nginap, memesrai maka seseorang tidak bisa adil.
Kata Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam :
اللَّهُمَّ هَذَا قَسَمِي فِيْمَا أَمْلِكُ فَلاَ تَلُمْنِي فِيْمَا تَمْلِكُ وَلاَ أَمْلِكُ
“Allah inilah pembagianku yang aku mampui yang aku bisa bagikan kepada istriku jatah nginap yang lainnya. Masalah nafkah maka jangan cela aku perkara yang aku tidak kuasai.” (Hadist Riwayat Abu Dawud dan An-Nasa'i)
Masalah nafkah maksudnya disini adalah masalah cinta. Nabi tidak bisa adil dalam mencintai, beliau lebih cinta kepada Aisyah radhiyallahu ta'ala anha. Dan semua tahu akan hal tersebut. Sahabat-sahabat sangat tahu bahwasanya nabi sangat cinta kepada Aisyah daripada yang lainnya.
Makanya kalau mereka ingin memberi hadiah, mereka nunggu nabi lagi dirumah Aisyah, baru mereka kasih hadiah kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Sampai istri-istri nabi yang lain mengeluh kepada Nabi. Mereka mengirim Ummu Salamah berbicara kepada nabi :
“Ya Rasulullah, sampaikan kepada para sahabat kalau kasih hadiah jangan tunggu anda lagi dirumah Aisyah. Dimanapun anda berada dirumah lainnya, kasih hadiah.”
Ini menandakan para sahabat tahu bahwasanyaa nabi sangat mencintai Aisyah. Kenapa nabi pas dirumah Aisyah diberi hadiah karna nabi dirumah Aisyah lebih berbinar binar, lebih bahagia saat dikasih hadiah.
Jadi untuk masalah cinta, kita tidak bisa adil. Contoh, tidak usah masalah istri, kita punya anak 5. Kita sayang semuanya, tapi pasti diantara 5 itu lebih kita cintai daripada yang lainnya, lebih kita sayangi. Mungkin ia lebih pintar, mungkin lebih ganteng, mungkin lebih cantik atau yang lainnya, atau ada anak yang sebenarnya kita kurang sayang, kenapa? Ia mirip dengan bapaknya. Mungkin ada seorang wanita yang dicerai, kemudian anak-anaknya dipelihara, ada satu anak yang mungkin mirip dengan suaminya, terus suaminya pergi meninggalkan dia selalu yang membuat ia teringat dengan suaminya. Maka dalam hal ini susah untuk membagi cinta diantara mereka. Tidak bisa.
Demikian pula kalau kita punya istri empat, susah untuk membagi diantara mereka. Cinta itu pasti ada perbedaan. Jadi hal ini tidak wajib. Namun yang wajib adalah masalah nafkah, masalah jatah nginap, masalah kasih sayang, kalau lebih dari itu yaitu masalah jima', maka itu yang terbaik.
Tetapi yang saya sampaikan tadi, Allah mengatakan yang wajib yang kadarnya cukup. Misalnya kita punya istri yang pertama, dia tenyata punya anak banyak, anak orang kaya, yang wajar baginya nafkah yang seperti ini. Terus kita punya istri yang kedua dari kalangan orang biasa, dia sudah ridha dengan rumah yang sederhana, maka kewajiban kita memberi rumah seperti itu sudah selesai. Jangan sampai yang satu dikasih rumah yang satunya lagi tidak, maka ini namanya tidak adil. Tapi kalau rumahnya bentuknya berbeda, itu tidak kewajiban. Tapi kalau ia samakan maka tentu itu yang terbaik. Tapi tidak harus sama.
Kalau kita mengatakan wajib dalam segala hal, maka tidak ada poligami kalau begitu caranya. Kasihan janda-janda siapa yang tolong. Kasihan gadis-gadis yang sudah tua tidak ada yang berani menikahinya. Tapi yang adil adalah perkara-perkara yang kebutuhan pokok.
Wallahu'alam
[Oleh : Buya Firanda Andirja]
0 Komentar
Tinggalkan balasan