Subscribe Us

header ads

Zakat 'Urudh At-Tijarah (Barang Dagangan)


BAB TENTANG : ZAKAT 'URUDH AT-TIJARAH (BARANG DAGANGAN)

Kata العر وض (urudh) merupakan bentuk jamak dari kata عر ضد (ardh), yaitu segala sesuatu yang dipersiapkan untuk diperjualbelikan demi mencari keuntungan. Disebut 'ardh (yang dipamerkan), karena memang ia dipamerkan untuk diperjualbelikan. 'Ardh juga bisa berarti melintas. Disebut demikian karena barang dagangan itu hanya sejenak melintas, kemudian menghilang (terjual).

Dalil diwajibkannya zakat pada barang dagangan adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

خذ من أموالهم صدقة تطهرهم وتركهم بها ... (۲۳) -

"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka..." (Surah At-Taubah : 103)

Juga berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

والذيب في أمولية حق معلوم اللسائل والمحروم -

"Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)." (Surah Al-Ma'aarij : 24-25)

Barang dagangan merupakan mayoritas harta yang dimiliki oleh seseorang. Karenanya, ia lebih layak dimasukkan dalam cakupan ayat di atas secara umum.

Abu Dawud meriwayatkan dari Samurah, ia berkata :

كان النبي ﷺ يأمرنا أن تخرج الزكاة مـمـا نعده للبيع .

"Nabi memerintahkan kami untuk mengeluarkan zakat dari apa yang kami siapkan untuk dijual." (Hadist Riwayat Abu Dawud) 

Di samping itu, barang dagangan adalah harta yang berkembang, karenanya, ia wajib dizakati seperti hewan ternak.

Terdapat banyak kalangan yang menyatakan adanya ijma' di kalangan ulama, bahwa barang dengan tujuan untuk diperdagangkan harus dizakati jika sudah berputar satu tahun.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,

"Para imam yang empat dan ulama lainnya -kecuali yang berpendapat berbeda- telah sepakat akan diwajibkannya zakat pada perniagaan. Tanpa membedakan antara pedagang yang mukim dengan pedagang yang berpergian, antara pedagang spekulan, -yaitu pedagang yang membeli barang saat harga sedang murah, kemudian menahannya hingga harganya naik- dengan pedagang yang terjun langsung mengatur perniagaannya, seperti para pemilik kios. Juga tanpa membedakan antara yang barang dagangannya berupa senjata tajam atau pakaian, dengan yang berupa makanan, seperti makanan pokok, atau buah-buahan atau lauk-pauk atau lainnya. Atau barang dagangannya adalah barang barang tembikar dan yang semisalnya, atau berupa makhluk hidup, seperti budak belian, atau kuda atau bagal (peranakan kuda dan keledai) atau keledai atau domba yang diberi makan, atau yang lainnya. Perniagaan adalah sebagian besar harta penduduk kota pada umumnya yang tidak terlihat, sementara hewan ternak merupakan sebagian besar harta yang terlihat." (Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah [XXV:15-45]) 

Demikian penjelasan Syaikhul Islam.

Diwajibkannya zakat pada barang dagangan bergantung kepada beberapa syarat berikut :

1. Dia memilikinya dengan pekerjaannya, seperti melalui jual beli, jalur hibah, wasiat, sewa-menyewa dan sumber penghasilan lainnya.

2. Dia memilikinya dengan niat diperdagangkan, yakni dia menjadikannya sebagai sumber keuntungan, hal ini karena setiap perbuatan tergantung pada niatnya, dan berdagang adalah perbuatan, maka ia harus diiringi dengan niat seperti pekerjaan lainnya. 

3. Nilainya mencapai nishab salah satu dari emas atau perak. 

4. Terjadinya haul (berputar sempurna satu tahun), berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam :

لا زكاة في مال حتى يحول عليها الحول.

"Tidak ada kewajiban zakat pada suatu harta sehingga ia berputar selama satu tahun."

Akan tetapi seandainya dia membeli barang dagangan dengan uang yang telah mencapai nishab, atau dengan barang juga yang nilai nya telah mencapai nishab, maka dia menghitung haul-nya berdasar kan haul uang atau barang yang dia gunakan untuk membelinya.

Adapun cara mengeluarkan zakat perniagaan adalah :

1. Barang dagangan dinilai harganya saat telah berputar satu tahun, dengan mempertimbangkan harga salah satu dari emas atau perak, dengan menitikberatkan kepada kepentingan orang-orang miskin. (Nishab yang paling menguntungkan bagi orang miskin adalah perak).

2. Apabila barang dagangan telah dinilai, dan ternyata harganya telah mencapai nishab emas atau perak, maka diambil dua setengah persen (25%) dari nilai barang dagangan tersebut.

3. Uang atau barang yang digunakan untuk membeli dagangan tersebut tidak dipertimbangkan, akan tetapi yang dipertimbangkan adalah nilai barang tersebut di akhir tahun. Dan inilah titik keadilan bagi pedagang dan bagi penerima zakat.

Seorang muslim wajib mengkalkulasi (menghitung) dengan cermat dan teliti, serta membuat perhitungan dengan dirinya sendiri dalam mengeluarkan zakat perniagaan, seperti perhitungan yang dilakukan seorang yang kikir terhadap mitra bisnisnya. Yaitu dengan cara menghitung seluruh barang dagangannya, dan menetapkan nilai harganya dengan adil. Seorang pemilik toko kelontong misalnya, dia harus menghitung seluruh barang dagangan di tokonya yang disiapkan untuk dijual, baik makan dalam kemasan, atau barang-barang lainnya.

Pemilik toko peralatan, onderdil, mesin-mesin dan mobil-mobil yang disiapkan untuk dijual-belikan harus menghitung dan menilai barang dagangannya.

Pemilik tanah dan bangunan yang dijual-belikan harus menghitung nilainya dengan harga emas atau perak.

Adapun apartemen, rumah dan kendaraan yang disewakan, tidak ada kewajiban zakat padanya, akan tetapi zakat diambil dari apa yang dihasilkan oleh pemiliknya dari barang-barang yang disewakan tersebut jika sudah berputar satu tahun.

Sedangkan rumah tinggal dan kendaraan untuk keperluan pribadi, tidak wajib dizakati. Demikian pula perabot rumah tangga, peralatan toko dan perlengkapan pedagang, seperti meteran, timbangan, takaran dan botol minyak wangi, semua itu tidak wajib dizakati, karena tidak untuk diperjual-belikan.

Keluarkanlah zakat hartamu dengan penuh kerelaan dan berharap pahala dari Allah. Anggaplah ia sebagai keuntungan di dunia dan di akhirat, jangan pernah menganggapnya sebagai kerugian.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

ومن الأعراب من يتخذ ما ينفق مغرما ويتربص بك الدوابر عليهـم دايرة الشوء والله سميع عليه ) ومن الأغراب من يؤمن بالله واليوم الآخر ويتخذ ما ينفق قربت عند الله وصلوات الرسول ألا إنها قربة لهنّ سيدخلهم الله في رحميه إن الله غفور رحيم(۱) »

"Di antara orang-orang Arab Badui itu ada orang yang memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah), sebagi suatu kerugian, dan dia menanti-nanti marabahaya menimpamu, merekalah yang akan ditimpa marabahaya. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. Di antara orang-orang Arab Badui itu ada orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, dan memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah) itu, sebagai jalan untuk mendekatkannya kepada Allah dan sebagai jalan untuk memperoleh do'a Rasul. Ketahuilah, sesungguhnya nafkah itu adalah suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri (kepada Allah). Kelak Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Surah At-Taubah : 98-99)

Kedua kelompok dalam ayat di atas sama-sama mengeluarkan zakat, namun Allah Subhanahu wa Ta'ala memperlakukan masing-masing dari keduanya sesuai maksud dan niatnya. Kelompok pertama mengeluarkannya dengan menganggapnya sebagai sebuah kerugian. Dan menjadikannya sebagai tameng terhadap hukum Islam yang diberlakukan atas mereka. Mereka menanti-nantikan marabahaya yang akan menimpa kaum muslimin, sehingga mereka mempunyai kesempatan untuk membalas dendam terhadap kaum muslimin. Akibatnya mereka mendapatkan balasan sesuai dengan niat mereka. Di mana mereka sendiri yang ditimpa marabahaya, gagal meraih pahala dan bahkan memikul kerugian harta.

Sementara orang-orang mukmin menganggap bahwa zakat yang mereka keluarkan merupakan sarana untuk mendekatkan diri mereka kepada Allah, sehingga Allah membalas mereka dengan pahala yang berlimpah, dan menggantikan apa yang mereka infakkan dengan yang lebih baik, ... و الا إنهائزية لهم سيديله الله في رحمية.... "Ketahuilah, sesungguhnya nafkah itu adalah suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri (kepada Allah). Kelak Allah akan memasuk kan mereka ke dalam rahmat-Nya..." (Surah At-Taubah : 99), karena niat mereka yang baik dan tujuan mereka yang mulia.

Bertakwalah kepada Allah, renungkanlah makna-makna berikut ini :

... وأقرضوا الله قرضا حسنا وما تقدموا لأنفسكر من خير تجدوه عند الله هو خيرا وأعظم أجرأ وأستغفرو الله إن الله غفور رحيم (2)

"... Dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah am punan kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Surah Al-Muzzammil : 20)

[Oleh : Buya M. Elvi Syam | Kitab Mulakhkhas Fiqhi | 29 Syawal 1443 H | Masjid Al Hakim, Kota Padang]

Posting Komentar

0 Komentar