Subscribe Us

header ads

Antara Roja’ Dan Khauf


Para ulama menjelaskan dalam setiap amal ibadah kita hendaklah kita sertakan tiga rukun ibadah hati, yaitu cinta kepada Allah Subhana wa Ta'ala, dan berharap rahmatNya serta takut kepada adzabNya.
 
Tiga ibadah hati ini disebutkan sekaligus dalam beberapa ayat, diantaranya Surah Al Isra' ayat 57. Allah Subhana wa Ta'ala berfirman :
 
اُولٰٓئِكَ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ يَبْتَغُوْنَ اِلٰى رَبِّهِمُ الْوَسِيْلَةَ اَيُّهُمْ اَقْرَبُ وَيَرْجُوْنَ رَحْمَتَهٗ وَيَخَا فُوْنَ عَذَا بَهٗۗاِنَّ عَذَا بَ رَبِّكَ كَا نَ مَحْذُوْرًا
 
"Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah). Mereka mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya. Sungguh, azab Tuhanmu itu sesuatu yang (harus) ditakuti.""
 
Ayat ini adalah sebuah pujian kepada orang-orang yang berusaha mendekatkan diri kepada Allah Subhana wa Ta'ala dengan melakukan satu amalan shalih dalam keadaan mereka berharap rahmat Allah dan takut akan adzabNya.
 
Namun orang-orang ini justru disembah oleh sebagian makhluk. Para ulama tafsir menjelaskan maksud mereka yang disembah dalam ayat ini adalah Uzair yang disembah oleh orang-orang Yahudi dan Nabi Isa serta Ibundanya Maryam Alaihimussalam yang disembah oleh orang-orang Nasrani.
 
Maka ayat ini menjelaskan kepada kita bathilnya penyembahan mereka kepada orang-orang shalih tersebut. Karna Allah mengatakan bahwa orang-orang shalih itu sendiri menyembah Allah Subhana wa Ta'ala. Berarti mereka adalah makhluk, hamba, yang rendah dihadapan Allah. Tidak sepatutnya mereka disembah. Yang berhak disembah hanya Allah Subhana wa Ta'ala.
 
Kemudian ayat ini juga menjelaskan, mereka yang berusaha mendekatkan diri kepada Allah menunjukkan cinta mereka kepada Allah Subhana wa Ta'ala. Mereka juga berharap rahmat Allah, mereka juga takut adzab Allah Subhana wa Ta'ala.
 
Imam Ibnu Qayyim rahimahullah menjelaskan bahwa mereka beribadah dengan tiga ibadah hati yaitu cinta kepada Allah, berharap rahmatNya dan takut adzabNya. Dan mereka yang dimaksud dalam ayat ini adalah Nabi Isa alaihissalam, ibunda Maryam dan Uzair.
 
Hanya saja ulama berbeda pendapat Uzair ini apakah seorang nabi atau hanya orang shalih. Dan tidak ada dalil tegas yang menunjukkan bahwa beliau adalah seorang nabi. Yang jelas beliau adalah orang shalih dikalangan Bani Israil.
 
Ini adalah pujian dari Allah untuk seorang nabi dan seorang shalih yang beribadah kepada Allah dan cinta, harap serta takut. Maka ayat ini mengumpulkan semua tiga rukun ibadah hati tersebut.
 
Begitu pula dalam Surah Al Fatihah ayat 2. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
 
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
 
"Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam."
 
Dalam ayat ini terkandung cinta kepada Allah karena seorang hamba mengucap اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ disebabkan nikmat Allah yang sangat besar kepadanya. Dan juga Allah sangat terpuji dilihat dari segala sisi, tidak ada kekurangan dari sisi lainnya. Oleh karena itu, Allah yang paling layak untuk dicintai.
 
Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman :

الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
 
"Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang." (Surah Al Fatihah : 3)
 
Terkandung kewajiban kita mengharapkan rahmat Allah Subhana wa Ta'ala. Karna Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
 
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
 
مٰلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ
 
"Pemilik hari pembalasan." (Surah Al Fatihah : 4)

Terkandung didalam ayat ini bahwa Allah yang menguasai hari pembalasan, sehingga takut kepada Allah Subhana wa Ta'ala karna Dia Maha Mampu yang membalas semua perbuatan kita kelak dihari kiamat.
 
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
 
اِيَّا كَ نَعْبُدُ وَاِ يَّا كَ نَسْتَعِيْنُ
 
"Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan." (Surah Al Fatihah : 5)
 
Makna ayat ini adalah beribadah kepada Allah dengan tiga amalan hati yang terkandung pada ayat sebelumnya.
 
Inilah rahasia urutan ayat dalam Surah Al Fatihah. Kita menyembah Allah harus dengan cinta, harap dan takut. Inilah yang disebut dari para ulama dengan istilah arkanul ibadah (rukun-rukun ibadah). Dalam setiap amalan kita hendaklah kita sertakan tiga rukun ibadah hati ini. Ini jugalah cara kita menyembah Allah dan mendekatkan diri kepadaNya.
 
Allah Subhana wa Ta'ala juga menjelaskan kepada kita bahwa tiga amalan ini apabila salah satunya dipersembahkan kepada selain Allah maka termasuk syirik.
 
Mahabbah (Rasa cinta kepada Allah Subhana wa Ta'ala)
 
Allah Subhana wa Ta'ala berfirman :
 
وَمِنَ النَّا سِ مَنْ يَّتَّخِذُ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اَنْدَا دًا يُّحِبُّوْنَهُمْ كَحُبِّ اللّٰهِۗوَا لَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اَشَدُّ حُبًّا لِّـلّٰهِۗوَلَوْ يَرَى الَّذِيْنَ ظَلَمُوْۤا اِذْ يَرَوْنَ الْعَذَا بَۙاَنَّ الْقُوَّةَ لِلّٰهِ جَمِيْعًاۙوَّاَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعَذَا بِ

"Dan di antara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai tandingan yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah. Sekiranya orang-orang yang berbuat zalim itu melihat, ketika mereka melihat azab (pada hari Kiamat), bahwa kekuatan itu semuanya milik Allah dan bahwa Allah sangat berat azab-Nya (niscaya mereka menyesal)." (Surah Al Baqarah : 165)
 
Ayat ini berbicara tentang salah satu kesyirikan jahiliah yaitu mempersekutukan Allah dalam cinta. Karna cinta itu termasuk ibadah. Bagaimana beribadah kepada Allah dengan cinta? Yaitu kita mencintai Allah melebihi apapun. Dengan cinta yang disertai dengan pengagungan dan ketundukan yang mutlak kepadaNya. Inilah cinta yang bernilai ibadah kepada Allah Subhana wa Ta'ala. Cinta kepada Allah melebihi siapapun atau apapun juga. Maka cinta seperti ini tidak boleh dipersembahkan kepada selain Allah Subhana wa Ta'ala.
 
Adapun cinta yang bersifat tabiat seperti kita mencintai keluarga, istri, maka ini adalah mubah. Namun mubah bisa menjadi haram kalau kecintaan kita kepada mereka menjerumuskan kita berbuat dosa.
 
Jadi, cinta yang bernilai ibadah yang disertai dengan pengagungan dan ketundukan yang mutlak hanya untuk Allah Subhana wa Ta'ala. Barangsiapa yang memberikannya kepada selain Allah maka ia telah terjerumus kedalam kesyirikan.
 
Tiga bentuk kesyirikan dan kekufuran dalam al-hubb (rasa cinta) :
 
1. Kalau tidak ada didalam hati seseorang sedikitpun cinta kepada Allah Subhana wa Ta'ala maka ini termasuk kekufuran,
 
2. Kalau dia mencintai makhluk seperti kecintaannya kepada Allah maka itu syirik,
 
3. Dan yang lebih parah lagi adalah kalau dia lebih mencintai makhluk daripada Allah atau dia hanya cinta kepada makhluk tapi tidak sedikitpun cinta kepada Allah Subhana wa Ta'ala. Maka ini kesyirikan dan kekufuran. Sehingga inilah tiga bentuk kesyirikan dan kekufuran dalam cinta.
 
Ar-Roja’ (Rasa harap kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala)
 
Dalil-dalil tentang berharap kepada Allah yang termasuk dalam ibadah hati juga sangat banyak. Salah satunya dalam Surah Al Kahfi ayat 110.  Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
 
فَمَنْ كَا نَ يَرْجُوْا لِقَآءَ رَبِّهٖ فَلْيَـعْمَلْ عَمَلًا صَا لِحًـاوَّلَايُشْرِكْ بِعِبَا دَةِ رَبِّهٖۤ اَحَدًا
 
“Maka barang siapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya, maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia menyekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya."
 
Namun Allah mempersyaratkan kepada kita untuk bisa berjumpa denganNya kelak dihari kiamat dalam keadaan dirahmati olehNya, maka kita harus mengamalkan seperti yang terdapat dalam ayat ini yaitu : ‘\Hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia menyekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya’
 
Imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsir beliau menjelaskan ayat ini adalah dia memenuhi dua syarat diterimanya ibadah yaitu :
 
1. Dengan ikhlas. Yang maknanya, janganlah dia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Rabb-Nya. Artinya dia tidak riya' dan dia ikhlas semata-mata karna Allah Subhana wa Ta'ala.
 
2. Hendaklah berbuat amal shalih. Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda : “Barangsiapa mengerjakan suatu amalan yang tidak ada padanya petunjuk dari kami maka amalan tersebut tertolak.” Kenapa? Karna hal itu bukan termasuk amal shalih.
 
Sehingga Surah Al Kahfi ayat ini 110 ini menjelaskan dalil kepada kita dua syarat diterimanya ibadah sekaligus, dua syarat untuk berjumpa dengan Allah dalam keadaan dirahmati. Maka orang yang berharap dirahmati Allah haruslah dia memenuhi dua syarat ibadah ini.
 
Ketika seseorang berharap kepada selain Allah dengan pengharapan ibadah berarti dia telah menyembah kepada selain Allah. Seperti, seseorang berharap kepada Allah disertai dengan pengagungan kepadaNya bersama dengan cinta kepadaNya. Ini rasa harap yang dengannya kita menyembah Allah apabila kita hadirkan dalam diri kita harapan kepada Allah dimana harapan itu disertai dengan cinta kepadaNya serta ketundukan hanya untukNya maka ini adalah Roja’ (berharap) yang bernilai ibadah. Maka siapa yang berharap kepada makhluk dengan jenis harap seperti ini berarti dia telah menyembah kepada selain Allah. Ini adalah salah satu bentuk kesyirikan.
 
Termasuk kesyirikan lainnya adalah orang yang berharap kepada selain Allah untuk bisa menganugerahkan kepadanya sesuatu yang hanya mampu dikabulkan oleh Allah Subhana wa Ta'ala. Seperti, mengharapkan kepada selain Allah untuk bisa menyembuhkannya dari penyakit. Maka ini adalah kesyirikan karna yang bisa menyembuhkan seseorang dari penyakit hanyalah Allah Subhana wa Ta'ala.
 
Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
 
اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ أَذْهِبِ الْبَأْسَ وَاشْفِه وأَنْتَ الشَّافِي لاَ شِفَآءَ إِلاَّ شِفَاؤُكَ شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا
 
“Ya Allah, Rabb manusia, hilangkanlah kesusahan dan berilah dia kesembuhan, Engkau Zat Yang Maha Menyembuhkan. Tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit lain”  (Hadits Riwayat  Bukhari dan Muslim).
 
Kalau seseorang mengharapkan selain Allah dan dapat menyembuhkannya, maka ini adalah syirik besar.
 
Contoh lainnya, dia berharap selain Allah dapat menganugerahkan kepadanya seorang anak. Maka ini adalah syirik besar karna yang Maha Mampu mengabulkan kepadanya seorang anak hanyalah Allah. Maka ini termasuk syirik dalam kategori harap.
 
Begitu pula kalau dihati seseorang sama sekali tidak ada harapan sama Allah maka termasuk kekufuran.
 
Tiga bentuk kesyirikan dan kekufuran dalam roja’ (berharap) :
 
1. Ketika seseorang berharap kepada selain Allah disertai dengan pengagungan dan ketundukan yang mutlak begitu pula cinta, maka harap yang bernilai ibadah. Maka berarti dia telah menyembah kepada selain Allah Subhana wa Ta'ala,
 
2. Seseorang yang berharap kepada selain Allah sesuatu yang hanya mampu dikabulkan oleh Allah Subhana wa Ta'ala maka ini adalah kesyirikan,
 
3. Apabila dihati seseorang sedikitpun tidak harapnya kepada Allah Subhana wa Ta'ala maka ini adalah kekufuran.
 
Al-Khauf (Rasa takut kepada Allah Subhana wa Ta'ala)
 
Kewajiban kita takut kepada Allah Subhana wa Ta'ala juga disebutkan dalam banyak dalil tersendiri, diantaranya dalam Surah Ali Imran ayat 175. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

اِنَّمَا ذٰلِكُمُ الشَّيْطٰنُ يُخَوِّفُ اَوْلِيَآءَهٗۖفَلَا تَخَا فُوْهُمْ وَخَا فُوْنِ اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ
 
"Sesungguhnya mereka hanyalah setan yang menakut-nakuti (kamu) dengan teman-teman setianya, karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu orang-orang beriman."
 
Didalam ayat mulia ini, Allah Subhana wa Ta'ala memerintahkan kepada kita untuk takut kepadaNya. Menunjukkan takut kepada Allah termasuk ibadah. Takut disini adalah rasa takut yang disertai dengan cinta dan pengagungan kepadaNya.
 
Para ulama selalu menjelaskan bahwa ibadah itu selalu disertai dengan cinta dan pengagungan. Karna ini adalah dua pondasi ibadah. Maka takut kepada Allah yang bernilai ibadah adalah seseorang yang takut kepada Allah disertai cinta dan pengagungan kepadaNya. Dan dia lebih takut kepada Allah daripada apapun serta dia tunduk dan patuh kepada Allah. Inilah takut yang bernilai ibadah. Maka takut yang seperti ini apabila diberikan kepada selain Allah termasuk kesyirikan karna termasuk peribadahan kepada selain Allah.
 
Begitu pula termasuk syirik, orang yang takut kepada selain Allah dengan keyakinan bahwa Allah mampu menimpakan kepadanya suatu mudharat yang hanya mampu ditimpakan oleh Allah, maka ini jenis kesyirikan.
 
Kalau seseorang takut kepada makhluk dan meyakini makhluk tersebut bisa menimpakan bahaya kepadanya, padahal bahaya hanya mampu ditimpakan kepada Allah, maka ini kesyirikan. Contohnya : menimpakan segala marabahaya. Yang Maha Mampu menimpakan semua marabahaya hanya Allah Subhana wa Ta'ala semata. Seperti keyakinan ada makhluk yang menguasai tempat itu sehingga dia bisa menimpa marabahaya kepada masyarakat. Maka keyakinan seperti ini adalah kesyirikan.
 
Jika dihati seseorang sedikitpun tidak ada rasa takut kepada Allah maka itu adalah kekufuran.
 
Sehingga tiga bentuk kesyirikan dan kekufuran dalam rasa takut seorang hamba :
 
1. Ketika takut kepada makhluk seperti dia takut kepada Allah. Yaitu rasa takut yang disertai dengan cinta, pengagungan, ketundukan yang mutlak kepada makhluk tersebut.  Maka rasa takut seperti ini hanya boleh untuk Allah Subhana wa Ta'ala semata.  Barangsiapa yang takut kepada selain Allah maka dia telah menduakan Allah.
 
2. Kalau dia takut kepada makhluk dengan keyakinan makhluk itu Maha Kuasa dan Maha Mampu menimpakan segala mudharat padahal hanya Allah yang bisa melakukannya, maka ini adalah kesyirikan.
 
3. Jika dihati seseorang sedikitpun tidak ada rasa takut kepada Allah maka ini termasuk kekufuran.
 
Diantara cara mendekatkan diri kepada Allah yaitu dengan menghadirkan rasa takut kepadaNya. Namun tidak semua takut kepada selain Allah adalah syirik. Adapula takut yang sifatnya mubah yaitu takut kepada sesuatu yang bahayanya sudah jelas. Adapun takut kepada sesuatu yang bahayanya tidak jelas, bisa sampai kepada kesyirikan.
 
Contohnya adalah takut kepada para wali yang sudah wafat. Seperti yang dikisahkan oleh Syaikh Alu Syaikh dalam salah satu Syarah Ushul beliau, yaitu dimana ada seorang anak muda yang naik taksi melewati kompleks pekuburan badawi, Mesir (Dimana pekuburan itu mirip seperti kuburan wali songo di Indonesia). Maka ketika lewat didepan pekuburan itu ada anak kecil minta-minta didepan kuburan lalu anak kecil peminta tersebut diberi sedekah oleh anak muda yang berada didalam taksi. Kemudian anak itu bersumpah : “Demi Badawi, kamu harus tambah sedekahnya.” Karna anak kecil itu sudah bersumpah, maka pemuda didalam taksi tersebut mengambil kembali sedekahnya dan mengatakan : “Saya ambil sedekah saya kembali karna kamu sudah bersumpah dengan nama selain Allah.”
 
Karna bersumpah kepada nama selain Allah, disebutkan oleh Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam :
 
مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللَّهِ فَقَدْ كَفَرَ أَوْ أَشْرَك

“Barangsiapa yang bersumpah dengan menyebut selain nama Allah, maka sungguh dia telah kafir atau musyrik” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim)

Maka, merekapun melanjutkan perjalanan. Ternyata supir taksinya ketakutan dan berkata : “Bahaya. Apa yang engkau lakukan sangat berbahaya. Karna Badawi bisa marah dan menimpakan mudharat kepada kita.” Sepanjang perjalanan supir taksi ketakutan. Walhamdulillah, sampai ketujuan, tidak terjadi bahaya apapun. Lalu anak mudah tersebut berkata : “Katanya Badawi bisa menimpakan bahaya? ”Lalu supir taksi itu menjawab : “Badawi itu juga seorang pemaaf.”
 
Ini termasuk rasa takut yang mengandung kesyirikan. Karna takut kepada sesuatu yang samar atau tidak jelas.
 
Adapun takut kepada sesuatu yang jelas bahayanya maka itu bukan sebuah kesyirikan selama dia tidak mengagungkannya. Yang ditakuti itu seperti pengagungannya kepada Allah maka itu termasuk yang mubah karna itu tabiat manusia. Contohnya, takut kepada hewan buas, takut kepada api, dll. Dan Allah berikan rasa takut ini ada pada diri para nabi.
 
Seperti Allah Subhana wa Ta'ala berfirman tentang Nabi Musa alaihissalam :
 
“Nabi Musa alaihissalam keluar dari kota itu (kota Firaun) dalam keadaan takut seraya mengawasi.”
 
Inilah tiga ibadah hati. Dan tiga ibadah yang mudah untuk mengamalkannya. Kita tidak harus bersuci terlebih dahulu, tidak harus mandi atau wudhu. Cukup kita hadirkan didalam diri kita cinta kepada Allah Subhana wa Ta'ala. Begitu pula harap dan takut kepadaNya.
 
Kalau sepanjang hari ini ada didalam diri kita cinta kepada Allah, harap dan takut kepadaNya maka sepanjang hari ini pulalah kita dicatat sebagai ibadah.
 
Didalam banyak ayat, Allah Subhana wa Ta'ala juga menyebutkan secara khusus antara takut dan harap kepadaNya. Karna dua hal ini bagaimana dua sayap burung. Burung itu bisa terbang dengan baik kalau dia memiliki dua sayap. Begitu pula dalam hidup kita, antara harap dan takut harus seimbang dan memiliki keduanya. Kalau tidak maka akan terjadi penyimpangan dalam hidup.
 
Oleh karna itu, disebutkan dalam Surah Al Maidah ayat 98. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman :

اِعْلَمُوْۤا اَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَا بِ وَاَ نَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
 
"Ketahuilah, bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya dan bahwa Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."
 
Maksud Allah sebutkan dua sifatNya ini agar kita juga memiliki dua amalan untuk beribadah kepadanya secara seimbang yaitu takut kepadaNya dan berharap rahmatNya.
 
Begitu pula dalam Surah Al Hijr ayat 49-50. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
 
نَبِّئْ عِبَا دِيْۤ اَنِّيْۤ اَنَا الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ) ٤٩(وَاَ نَّ عَذَا بِيْ هُوَ الْعَذَا بُ الْاَ لِيْمُ) ٥٠(

"Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa Akulah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang, dan sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih."
 
Kalau salah satu hilang, maka seseorang akan terjerumus kedalam kesesatan. Kaum khawarij, mereka hanya takut kepada Allah Subhana wa Ta'ala, tidak mengharap rahmatNya, atau hanya sedikit sekali mereka mengharapkan rahmat Allah sehingga mereka tersesat. Sebaliknya, orang yang hanya berharap saja tanpa rasa takut kepada Allah atau hanya sedikit rasa takutnya kepada Allah maka orang ini disebut dengan Murjiah. Kalau kehilangan kedua ini dan yang tersisa hanya cinta, maka menjadi Shuffiyah (para pengikut tasawuf yang menyimpang). Sampai-sampai diantara kebodohan mereka mengatakan : “Orang yang ikhlas itu kalau dia beribadah, dia tidak mengharap apa-apa. Dia tidak berharap surga dan tidak pula takut akan neraka.”
 
Terkadang ada kondisi antara harap dan takut harus kita lebihkan salah satunya. Ini terjadi kalau dihadapkan oleh salah satu kondisi tertentu. Sebagaimana yang disebutkan oleh Imam An Nawawi rahimahullah : “Kalau kita sedang sehat atau sedang mendapatkan nikmat, kedepankan rasa takut kepada allah. Begitu sebaliknya, jika kita dalam kondisi sakit maka kedepan rasa harap kepada Allah Subhana wa Ta'ala. Jangan berputus asa dari rahmat Allah Subhana wa Ta'ala.”
 
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menyebutkan dalam satu hadits tentang dua dosa, yaitu berputus asa dari rahmat Allah dan merasa aman dari makar Allah. Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ditanya tentang dosa-dosa besar, maka beliau menjawab,

الشِّرْكُ بِالله، وَالْيَأْسُ مِنْ رَوْحِ الله، وَالْأَمْنُ مِنْ مَكْرِ الله

Berbuat syirik kepada Allah, berputus asa dari rahmat Allah, dan merasa aman dari makar Allah.”

Wallahu'alam
 
(Oleh : Buya Sofyan Chalid bin Idham Ruray | Antara Roja’ Dan Khauf   | Surau Asy Syariah | Kota Bukittinggi | 21 Safar 1444 H)

Posting Komentar

0 Komentar