Para ulama menjelaskan dalam
setiap amal ibadah kita hendaklah kita sertakan tiga rukun ibadah hati, yaitu
cinta kepada Allah Subhana wa Ta'ala, dan berharap rahmatNya serta takut kepada
adzabNya.
Tiga ibadah hati ini disebutkan
sekaligus dalam beberapa ayat, diantaranya Surah Al Isra' ayat 57. Allah
Subhana wa Ta'ala berfirman :
اُولٰٓئِكَ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ يَبْتَغُوْنَ اِلٰى
رَبِّهِمُ الْوَسِيْلَةَ اَيُّهُمْ اَقْرَبُ وَيَرْجُوْنَ رَحْمَتَهٗ وَيَخَا
فُوْنَ عَذَا بَهٗ ۗ اِنَّ عَذَا بَ رَبِّكَ كَا نَ مَحْذُوْرًا
"Orang-orang yang mereka seru
itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan siapa di antara mereka yang
lebih dekat (kepada Allah). Mereka mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan
azab-Nya. Sungguh, azab Tuhanmu itu sesuatu yang (harus) ditakuti.""
Ayat ini adalah sebuah pujian
kepada orang-orang yang berusaha mendekatkan diri kepada Allah Subhana wa
Ta'ala dengan melakukan satu amalan shalih dalam keadaan mereka berharap rahmat
Allah dan takut akan adzabNya.
Namun orang-orang ini justru
disembah oleh sebagian makhluk. Para ulama tafsir menjelaskan maksud mereka
yang disembah dalam ayat ini adalah Uzair yang disembah oleh orang-orang Yahudi
dan Nabi Isa serta Ibundanya Maryam Alaihimussalam yang disembah oleh
orang-orang Nasrani.
Maka ayat ini menjelaskan kepada
kita bathilnya penyembahan mereka kepada orang-orang shalih tersebut. Karna
Allah mengatakan bahwa orang-orang shalih itu sendiri menyembah Allah Subhana
wa Ta'ala. Berarti mereka adalah makhluk, hamba, yang rendah dihadapan Allah.
Tidak sepatutnya mereka disembah. Yang berhak disembah hanya Allah Subhana wa
Ta'ala.
Kemudian ayat ini juga
menjelaskan, mereka yang berusaha mendekatkan diri kepada Allah menunjukkan
cinta mereka kepada Allah Subhana wa Ta'ala. Mereka juga berharap rahmat Allah,
mereka juga takut adzab Allah Subhana wa Ta'ala.
Imam Ibnu Qayyim rahimahullah
menjelaskan bahwa mereka beribadah dengan tiga ibadah hati yaitu cinta kepada
Allah, berharap rahmatNya dan takut adzabNya. Dan mereka yang dimaksud dalam
ayat ini adalah Nabi Isa alaihissalam, ibunda Maryam dan Uzair.
Hanya saja ulama berbeda pendapat
Uzair ini apakah seorang nabi atau hanya orang shalih. Dan tidak ada dalil
tegas yang menunjukkan bahwa beliau adalah seorang nabi. Yang jelas beliau
adalah orang shalih dikalangan Bani Israil.
Ini adalah pujian dari Allah untuk
seorang nabi dan seorang shalih yang beribadah kepada Allah dan cinta, harap
serta takut. Maka ayat ini mengumpulkan semua tiga rukun ibadah hati tersebut.
Begitu pula dalam Surah Al Fatihah
ayat 2. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
"Segala puji bagi Allah,
Tuhan seluruh alam."
Dalam ayat ini terkandung cinta
kepada Allah karena seorang hamba mengucap اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ disebabkan nikmat Allah yang sangat besar kepadanya. Dan juga
Allah sangat terpuji dilihat dari segala sisi, tidak ada kekurangan dari sisi
lainnya. Oleh karena itu, Allah yang paling layak untuk dicintai.
Allah Subhanahu wa Ta'ala juga
berfirman :
الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
"Yang Maha Pengasih, Maha
Penyayang." (Surah Al Fatihah : 3)
Terkandung kewajiban kita
mengharapkan rahmat Allah Subhana wa Ta'ala. Karna Allah yang Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang.
Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman:
مٰلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ
"Pemilik hari
pembalasan." (Surah Al Fatihah : 4)
Terkandung didalam ayat ini bahwa
Allah yang menguasai hari pembalasan, sehingga takut kepada Allah Subhana wa
Ta'ala karna Dia Maha Mampu yang membalas semua perbuatan kita kelak dihari
kiamat.
Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman :
اِيَّا كَ نَعْبُدُ وَاِ يَّا كَ نَسْتَعِيْنُ
"Hanya kepada Engkaulah kami
menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan." (Surah Al
Fatihah : 5)
Makna ayat ini adalah beribadah
kepada Allah dengan tiga amalan hati yang terkandung pada ayat sebelumnya.
Inilah rahasia urutan ayat dalam
Surah Al Fatihah. Kita menyembah Allah harus dengan cinta, harap dan takut.
Inilah yang disebut dari para ulama dengan istilah arkanul ibadah (rukun-rukun
ibadah). Dalam setiap amalan kita hendaklah kita sertakan tiga rukun ibadah
hati ini. Ini jugalah cara kita menyembah Allah dan mendekatkan diri kepadaNya.
Allah Subhana wa Ta'ala juga
menjelaskan kepada kita bahwa tiga amalan ini apabila salah satunya
dipersembahkan kepada selain Allah maka termasuk syirik.
Mahabbah (Rasa cinta kepada Allah
Subhana wa Ta'ala)
Allah Subhana wa Ta'ala berfirman
:
وَمِنَ النَّا سِ مَنْ يَّتَّخِذُ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ
اَنْدَا دًا يُّحِبُّوْنَهُمْ كَحُبِّ اللّٰهِ ۗ وَا لَّذِيْنَ
اٰمَنُوْۤا اَشَدُّ حُبًّا لِّـلّٰهِ ۗ وَلَوْ يَرَى الَّذِيْنَ ظَلَمُوْۤا اِذْ يَرَوْنَ الْعَذَا
بَ ۙ اَنَّ
الْقُوَّةَ لِلّٰهِ جَمِيْعًا ۙ وَّاَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعَذَا بِ
"Dan di antara manusia ada
orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai tandingan yang mereka cintai
seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya
kepada Allah. Sekiranya orang-orang yang berbuat zalim itu melihat, ketika
mereka melihat azab (pada hari Kiamat), bahwa kekuatan itu semuanya milik Allah
dan bahwa Allah sangat berat azab-Nya (niscaya mereka menyesal)." (Surah
Al Baqarah : 165)
Ayat ini berbicara tentang salah
satu kesyirikan jahiliah yaitu mempersekutukan Allah dalam cinta. Karna cinta
itu termasuk ibadah. Bagaimana beribadah kepada Allah dengan cinta? Yaitu kita
mencintai Allah melebihi apapun. Dengan cinta yang disertai dengan pengagungan
dan ketundukan yang mutlak kepadaNya. Inilah cinta yang bernilai ibadah kepada
Allah Subhana wa Ta'ala. Cinta kepada Allah melebihi siapapun atau apapun juga.
Maka cinta seperti ini tidak boleh dipersembahkan kepada selain Allah Subhana
wa Ta'ala.
Adapun cinta yang bersifat tabiat
seperti kita mencintai keluarga, istri, maka ini adalah mubah. Namun mubah bisa
menjadi haram kalau kecintaan kita kepada mereka menjerumuskan kita berbuat
dosa.
Jadi, cinta yang bernilai ibadah
yang disertai dengan pengagungan dan ketundukan yang mutlak hanya untuk Allah
Subhana wa Ta'ala. Barangsiapa yang memberikannya kepada selain Allah maka ia
telah terjerumus kedalam kesyirikan.
Tiga bentuk kesyirikan dan
kekufuran dalam al-hubb (rasa cinta) :
1. Kalau tidak ada didalam hati seseorang sedikitpun cinta
kepada Allah Subhana wa Ta'ala maka ini termasuk kekufuran,
2. Kalau dia mencintai makhluk seperti kecintaannya kepada
Allah maka itu syirik,
3. Dan yang lebih parah lagi adalah kalau dia lebih mencintai
makhluk daripada Allah atau dia hanya cinta kepada makhluk tapi tidak
sedikitpun cinta kepada Allah Subhana wa Ta'ala. Maka ini kesyirikan dan
kekufuran. Sehingga inilah tiga bentuk kesyirikan dan kekufuran dalam cinta.
Ar-Roja’ (Rasa harap kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala)
Dalil-dalil tentang berharap
kepada Allah yang termasuk dalam ibadah hati juga sangat banyak. Salah satunya
dalam Surah Al Kahfi ayat 110. Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
فَمَنْ كَا نَ يَرْجُوْا لِقَآءَ رَبِّهٖ فَلْيَـعْمَلْ
عَمَلًا صَا لِحًـاوَّلَايُشْرِكْ بِعِبَا دَةِ رَبِّهٖۤ اَحَدًا
“Maka barang siapa mengharap
pertemuan dengan Tuhannya, maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan
janganlah dia menyekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada
Tuhannya."
Namun Allah mempersyaratkan kepada
kita untuk bisa berjumpa denganNya kelak dihari kiamat dalam keadaan dirahmati
olehNya, maka kita harus mengamalkan seperti yang terdapat dalam ayat ini yaitu
: ‘\Hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia menyekutukan
dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya’
Imam Ibnu Katsir rahimahullah
dalam tafsir beliau menjelaskan ayat ini adalah dia memenuhi dua syarat
diterimanya ibadah yaitu :
1. Dengan ikhlas. Yang maknanya, janganlah dia
mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Rabb-Nya. Artinya dia tidak
riya' dan dia ikhlas semata-mata karna Allah Subhana wa Ta'ala.
2. Hendaklah berbuat amal shalih. Nabi Shalallahu 'Alaihi wa
Sallam bersabda : “Barangsiapa mengerjakan suatu amalan yang tidak ada
padanya petunjuk dari kami maka amalan tersebut tertolak.” Kenapa? Karna
hal itu bukan termasuk amal shalih.
Sehingga Surah Al Kahfi ayat ini
110 ini menjelaskan dalil kepada kita dua syarat diterimanya ibadah sekaligus,
dua syarat untuk berjumpa dengan Allah dalam keadaan dirahmati. Maka orang yang
berharap dirahmati Allah haruslah dia memenuhi dua syarat ibadah ini.
Ketika seseorang berharap kepada
selain Allah dengan pengharapan ibadah berarti dia telah menyembah kepada
selain Allah. Seperti, seseorang berharap kepada Allah disertai dengan
pengagungan kepadaNya bersama dengan cinta kepadaNya. Ini rasa harap yang
dengannya kita menyembah Allah apabila kita hadirkan dalam diri kita harapan
kepada Allah dimana harapan itu disertai dengan cinta kepadaNya serta
ketundukan hanya untukNya maka ini adalah Roja’ (berharap) yang bernilai
ibadah. Maka siapa yang berharap kepada makhluk dengan jenis harap seperti ini
berarti dia telah menyembah kepada selain Allah. Ini adalah salah satu bentuk
kesyirikan.
Termasuk kesyirikan lainnya adalah
orang yang berharap kepada selain Allah untuk bisa menganugerahkan kepadanya
sesuatu yang hanya mampu dikabulkan oleh Allah Subhana wa Ta'ala. Seperti,
mengharapkan kepada selain Allah untuk bisa menyembuhkannya dari penyakit. Maka
ini adalah kesyirikan karna yang bisa menyembuhkan seseorang dari penyakit
hanyalah Allah Subhana wa Ta'ala.
Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam
bersabda :
اللَّهُمَّ
رَبَّ النَّاسِ أَذْهِبِ الْبَأْسَ وَاشْفِه وأَنْتَ الشَّافِي لاَ شِفَآءَ إِلاَّ
شِفَاؤُكَ شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا
“Ya Allah, Rabb manusia,
hilangkanlah kesusahan dan berilah dia kesembuhan, Engkau Zat Yang Maha
Menyembuhkan. Tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang
tidak meninggalkan penyakit lain”
(Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).
Kalau seseorang mengharapkan
selain Allah dan dapat menyembuhkannya, maka ini adalah syirik besar.
Contoh lainnya, dia berharap
selain Allah dapat menganugerahkan kepadanya seorang anak. Maka ini adalah
syirik besar karna yang Maha Mampu mengabulkan kepadanya seorang anak hanyalah
Allah. Maka ini termasuk syirik dalam kategori harap.
Begitu pula kalau dihati seseorang
sama sekali tidak ada harapan sama Allah maka termasuk kekufuran.
Tiga bentuk kesyirikan dan
kekufuran dalam roja’ (berharap) :
1. Ketika seseorang berharap kepada selain Allah disertai
dengan pengagungan dan ketundukan yang mutlak begitu pula cinta, maka harap
yang bernilai ibadah. Maka berarti dia telah menyembah kepada selain Allah
Subhana wa Ta'ala,
2. Seseorang yang berharap kepada selain Allah sesuatu yang
hanya mampu dikabulkan oleh Allah Subhana wa Ta'ala maka ini adalah kesyirikan,
3. Apabila dihati seseorang sedikitpun tidak harapnya kepada
Allah Subhana wa Ta'ala maka ini adalah kekufuran.
Al-Khauf (Rasa takut kepada Allah
Subhana wa Ta'ala)
Kewajiban kita takut kepada Allah
Subhana wa Ta'ala juga disebutkan dalam banyak dalil tersendiri, diantaranya
dalam Surah Ali Imran ayat 175. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
اِنَّمَا ذٰلِكُمُ الشَّيْطٰنُ يُخَوِّفُ اَوْلِيَآءَهٗ ۖ فَلَا
تَخَا فُوْهُمْ وَخَا فُوْنِ اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ
"Sesungguhnya mereka hanyalah
setan yang menakut-nakuti (kamu) dengan teman-teman setianya, karena itu
janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu
orang-orang beriman."
Didalam ayat mulia ini, Allah
Subhana wa Ta'ala memerintahkan kepada kita untuk takut kepadaNya. Menunjukkan
takut kepada Allah termasuk ibadah. Takut disini adalah rasa takut yang
disertai dengan cinta dan pengagungan kepadaNya.
Para ulama selalu menjelaskan
bahwa ibadah itu selalu disertai dengan cinta dan pengagungan. Karna ini adalah
dua pondasi ibadah. Maka takut kepada Allah yang bernilai ibadah adalah
seseorang yang takut kepada Allah disertai cinta dan pengagungan kepadaNya. Dan
dia lebih takut kepada Allah daripada apapun serta dia tunduk dan patuh kepada
Allah. Inilah takut yang bernilai ibadah. Maka takut yang seperti ini apabila
diberikan kepada selain Allah termasuk kesyirikan karna termasuk peribadahan
kepada selain Allah.
Begitu pula termasuk syirik, orang
yang takut kepada selain Allah dengan keyakinan bahwa Allah mampu menimpakan
kepadanya suatu mudharat yang hanya mampu ditimpakan oleh Allah, maka ini jenis
kesyirikan.
Kalau seseorang takut kepada
makhluk dan meyakini makhluk tersebut bisa menimpakan bahaya kepadanya, padahal
bahaya hanya mampu ditimpakan kepada Allah, maka ini kesyirikan. Contohnya :
menimpakan segala marabahaya. Yang Maha Mampu menimpakan semua marabahaya hanya
Allah Subhana wa Ta'ala semata. Seperti keyakinan ada makhluk yang menguasai
tempat itu sehingga dia bisa menimpa marabahaya kepada masyarakat. Maka
keyakinan seperti ini adalah kesyirikan.
Jika dihati seseorang sedikitpun
tidak ada rasa takut kepada Allah maka itu adalah kekufuran.
Sehingga tiga bentuk kesyirikan
dan kekufuran dalam rasa takut seorang hamba :
1. Ketika takut kepada makhluk seperti dia takut kepada
Allah. Yaitu rasa takut yang disertai dengan cinta, pengagungan, ketundukan
yang mutlak kepada makhluk tersebut.
Maka rasa takut seperti ini hanya boleh untuk Allah Subhana wa Ta'ala
semata. Barangsiapa yang takut kepada
selain Allah maka dia telah menduakan Allah.
2. Kalau dia takut kepada makhluk dengan keyakinan makhluk
itu Maha Kuasa dan Maha Mampu menimpakan segala mudharat padahal hanya Allah
yang bisa melakukannya, maka ini adalah kesyirikan.
3. Jika dihati seseorang sedikitpun tidak ada rasa takut
kepada Allah maka ini termasuk kekufuran.
Diantara cara mendekatkan diri
kepada Allah yaitu dengan menghadirkan rasa takut kepadaNya. Namun tidak semua
takut kepada selain Allah adalah syirik. Adapula takut yang sifatnya mubah
yaitu takut kepada sesuatu yang bahayanya sudah jelas. Adapun takut kepada
sesuatu yang bahayanya tidak jelas, bisa sampai kepada kesyirikan.
Contohnya adalah takut kepada para
wali yang sudah wafat. Seperti yang dikisahkan oleh Syaikh Alu Syaikh dalam
salah satu Syarah Ushul beliau, yaitu dimana ada seorang anak muda yang naik
taksi melewati kompleks pekuburan badawi, Mesir (Dimana pekuburan itu mirip
seperti kuburan wali songo di Indonesia). Maka ketika lewat didepan pekuburan
itu ada anak kecil minta-minta didepan kuburan lalu anak kecil peminta tersebut
diberi sedekah oleh anak muda yang berada didalam taksi. Kemudian anak itu
bersumpah : “Demi Badawi, kamu harus tambah sedekahnya.” Karna anak kecil
itu sudah bersumpah, maka pemuda didalam taksi tersebut mengambil kembali
sedekahnya dan mengatakan : “Saya ambil sedekah saya kembali karna kamu
sudah bersumpah dengan nama selain Allah.”
Karna bersumpah kepada nama selain
Allah, disebutkan oleh Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam :
مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللَّهِ فَقَدْ كَفَرَ أَوْ أَشْرَك
“Barangsiapa yang bersumpah
dengan menyebut selain nama Allah, maka sungguh dia telah kafir atau musyrik”
(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim)
Maka, merekapun melanjutkan
perjalanan. Ternyata supir taksinya ketakutan dan berkata : “Bahaya. Apa
yang engkau lakukan sangat berbahaya. Karna Badawi bisa marah dan menimpakan
mudharat kepada kita.” Sepanjang perjalanan supir taksi ketakutan.
Walhamdulillah, sampai ketujuan, tidak terjadi bahaya apapun. Lalu anak mudah
tersebut berkata : “Katanya Badawi bisa menimpakan bahaya? ”Lalu supir
taksi itu menjawab : “Badawi itu juga seorang pemaaf.”
Ini termasuk rasa takut yang
mengandung kesyirikan. Karna takut kepada sesuatu yang samar atau tidak jelas.
Adapun takut kepada sesuatu yang
jelas bahayanya maka itu bukan sebuah kesyirikan selama dia tidak mengagungkannya.
Yang ditakuti itu seperti pengagungannya kepada Allah maka itu termasuk yang
mubah karna itu tabiat manusia. Contohnya, takut kepada hewan buas, takut
kepada api, dll. Dan Allah berikan rasa takut ini ada pada diri para nabi.
Seperti Allah Subhana wa Ta'ala
berfirman tentang Nabi Musa alaihissalam :
“Nabi Musa alaihissalam keluar
dari kota itu (kota Firaun) dalam keadaan takut seraya mengawasi.”
Inilah tiga ibadah hati. Dan tiga
ibadah yang mudah untuk mengamalkannya. Kita tidak harus bersuci terlebih
dahulu, tidak harus mandi atau wudhu. Cukup kita hadirkan didalam diri kita
cinta kepada Allah Subhana wa Ta'ala. Begitu pula harap dan takut kepadaNya.
Kalau sepanjang hari ini ada
didalam diri kita cinta kepada Allah, harap dan takut kepadaNya maka sepanjang
hari ini pulalah kita dicatat sebagai ibadah.
Didalam banyak ayat, Allah Subhana
wa Ta'ala juga menyebutkan secara khusus antara takut dan harap kepadaNya.
Karna dua hal ini bagaimana dua sayap burung. Burung itu bisa terbang dengan
baik kalau dia memiliki dua sayap. Begitu pula dalam hidup kita, antara harap
dan takut harus seimbang dan memiliki keduanya. Kalau tidak maka akan terjadi
penyimpangan dalam hidup.
Oleh karna itu, disebutkan dalam
Surah Al Maidah ayat 98. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman :
اِعْلَمُوْۤا اَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَا بِ وَاَ نَّ
اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
"Ketahuilah, bahwa Allah
sangat keras siksaan-Nya dan bahwa Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."
Maksud Allah sebutkan dua sifatNya
ini agar kita juga memiliki dua amalan untuk beribadah kepadanya secara
seimbang yaitu takut kepadaNya dan berharap rahmatNya.
Begitu pula dalam Surah Al Hijr
ayat 49-50. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
نَبِّئْ عِبَا دِيْۤ
اَنِّيْۤ اَنَا الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ ) ٤٩(وَاَ
نَّ عَذَا بِيْ هُوَ الْعَذَا بُ الْاَ لِيْمُ) ٥٠(
"Kabarkanlah kepada
hamba-hamba-Ku, bahwa Akulah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang, dan
sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih."
Kalau salah satu hilang, maka
seseorang akan terjerumus kedalam kesesatan. Kaum khawarij, mereka hanya takut
kepada Allah Subhana wa Ta'ala, tidak mengharap rahmatNya, atau hanya sedikit
sekali mereka mengharapkan rahmat Allah sehingga mereka tersesat. Sebaliknya,
orang yang hanya berharap saja tanpa rasa takut kepada Allah atau hanya sedikit
rasa takutnya kepada Allah maka orang ini disebut dengan Murjiah. Kalau
kehilangan kedua ini dan yang tersisa hanya cinta, maka menjadi Shuffiyah (para
pengikut tasawuf yang menyimpang). Sampai-sampai diantara kebodohan mereka
mengatakan : “Orang yang ikhlas itu kalau dia beribadah, dia tidak mengharap
apa-apa. Dia tidak berharap surga dan tidak pula takut akan neraka.”
Terkadang ada kondisi antara harap
dan takut harus kita lebihkan salah satunya. Ini terjadi kalau dihadapkan oleh
salah satu kondisi tertentu. Sebagaimana yang disebutkan oleh Imam An Nawawi
rahimahullah : “Kalau kita sedang sehat atau sedang mendapatkan nikmat,
kedepankan rasa takut kepada allah. Begitu sebaliknya, jika kita dalam kondisi
sakit maka kedepan rasa harap kepada Allah Subhana wa Ta'ala. Jangan berputus
asa dari rahmat Allah Subhana wa Ta'ala.”
Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menyebutkan dalam satu hadits tentang dua dosa,
yaitu berputus asa dari rahmat Allah dan merasa aman dari makar Allah. Diriwayatkan
dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam ditanya tentang dosa-dosa besar, maka beliau menjawab,
الشِّرْكُ بِالله،
وَالْيَأْسُ مِنْ رَوْحِ الله، وَالْأَمْنُ مِنْ مَكْرِ الله
“Berbuat
syirik kepada Allah, berputus asa dari rahmat Allah, dan merasa aman dari makar
Allah.”
Wallahu'alam
0 Komentar
Tinggalkan balasan