Allah Subhana wa Taala menciptakan kita diduni ini untuk tujuan yang mulia yaitu beribadah kepada Allah Subhana wa Taala sebagaimana dalam Surah Adz Dzariyat : 56
وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Ibadah tidak diterima ole Allah Subhana wa Taala apabila memenuhi dua syarat utama, jika salah satunya tidak terpenuhi maka tidak diterima oleh Allah Subhana wa Taala.
- Ikhlas karna Allah Subhana wa Ta'ala
- Harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa.
- Harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa.
Salah ilmu yang sangat penting untuk dipelajari baik setiap muslim dan muslimah adalah ilmu tentang fiqih. Hanya saja fiqih itu luas. Andaikan kita menghabiskan waktu untuk belajar fiqih mulai sejak lahir sampai mati maka tidak akan cukup. Banyak perbedaan-perbedaan didalamnya. Akan tetapi bukan berarti kita tidak belajar dan menjauhi dari permasalahan-permasalahan.
Disebabkan karna banyaknya perbedaan-perbedaan didalam fiqih tersebut, maka penting bagi kita untuk mempelajari kaidah-kaidahnya. Jika kita sudah mempelajari kaidah-kaidahnya maka akan semakin mudah bagi kita untuk mempelajari fiqih.
Manfaat dari mempelajari kaidah-kaidahnya adalah,
1. Bisa mengetahui permasalahan fiqih yang banyak.
2. Bisa mengetahui hukum-hukum permasalahan yang kontemporer (yang baru muncul dijaman sekarang)
3.Kita semakin mantap dengan ,keindahan agama Islam.
5 kaidah fiqih yang paling penting yang disebut dengan Al-Qawa'id Al-Fiqhiyah (5 kaidah fiqih besar) :
1. Segala amalan tergantung kepada niatnya.
Kaidah ini sangat penting karna mencakup hampir semua permasalahan fiqih. Makanya Ikan Syafi'i rahimahullah Taala mengatakan bahwa hadist ini adalah sepertiga ilmu. Karna masuk kaidah ini 70 bab dalam fiqih.
Dalil kaidah ini adalah dari hadist Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi wa Sallam :
إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى
“Setiap amalan itu tergantung pada niat. Dan setiap orang tergantung dengan apa yang dia diniatkan.” (Hadist Riwayat Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907)
Hadist ini merupakan kaidah dan pegang erat-erat karna mencakup banyak permasalahan didalam masalah fiqih.
Dan hadist ini menunjukkan kepada kita bahwa setiap amalan itu harus mempunyai niat. Para ulama mengatakan bahwa syarat sah ibadah adalah niat. Diterima atau tidaknya suatu ibadah itu tergantung kepada niat.
Niat ada dua macam :
- Niat ketika beramal. Yang tujuannya ada dua macam : membedakan antara adat kebiasaan dengan ibadah dan membedakan ibadah satu dengan ibadah yang lainnya
- Niat untuk siapa dia beramal (ikhlas)
2. Sesuatu yang yakin tidak hilang dengan keraguan.
Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam berpesan :
دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيبُكَ
“Tinggalkan lah yang meragukan menuju yang tidak meragukanmu.” (Hadist Riwayat Tirmidzi, no. 2518; An-Nasa’i, no. 5714. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
Ini adalah perintah dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam kepada kita ketika kita ragu, maka tinggalkan yang ragu dan hendaknya kita pakai yang yakin.
Seperti kasus : jika sudah shalat Maghrib dan menuju shalat isya, kita ragu-ragu apakah wudhu kita batal karna kentut atau tidak. Maka hukum asalnya wudhunya tidak batal. Kecuali jika ia yakin bahwa ia kentut, maka wudhunya batal.
Begitu pula ketika shalat. Jika ragu kita sudah raka'at yang keberapa, maka ambil yang yang diyakini. Jika yakin sudah raka'at yang ketiga, maka ambil yang ketiga. Namun jika tidak ada yang diyakini maka ambil yang terkecil.
3. Kesulitan membawa kemudahan.
Islam itu mudah dan kalau ada kesulitan maka akan ditambah kemudahan.
Dalil bahwasanya agama Islam itu adalah agama yang mudah diantaranya,
Allah Subhana wa Taala berfirman dalam Surah Al Baqarah : 185
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
إِنَّ الدِّيْنَ يُسْرٌ
“Sesungguhnya agama Islam itu agama yang mudah.” (Hadist Riwayat Al-Bukhari (no. 39) dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu)
Kemudahan itu ada 2 :
- Kemudahan asli.
Semua syariat Islam itu mudah, tidak kesulitan didalamnya. Seperti : shalat yang awalnya 50 kali, sekarang dipermudah menjadi 5 kali. Puasa Ramadhan yang hanya sebulan dalam sekali. Zakat hanya diwajibkan bagi orang yang mampu, begitu pula dengan haji yang hanya diwajibkan bagi orang yang mampu dan sekali seumur hidup.
Yang membuat sulit itu adalah diri sendiri. Yang membuat aturan-aturan sendiri yang tidak ada contohnya dari agama. Seperti acara selamatan untuk orang yang meninggal sehingga mempersulit bagi orang yang ditinggal.
- Kemudahan karna sebab
Karna ada sebabnya maka Allah tambahkan kemudahan, atau yang disebut oleh para ulama dengan rukhshah.
Seperti kasus : ada seseorang yang berpergian yang mana membuat dirinya letih. Karna keletihannya tersebut Allah memberikan kemudahan baginya untuk mengqashar atau menjamak shalat, boleh tidak berpuasa di bulan Ramadhan. Begitu juga dengan orang yang sakit lalu Allah beri keringanan baginya, jika tak mampu shalat berdiri maka shalat dalam keadaan berbaring.
Perlu diingat bahwa Islam memang mudah tapi bukan berarti kita menggampang-gampangkan. Karna sekarang banyak orang bermudah-mudahan dalam agama dengan alasan bahwa Islam itu mudah. Seperti ada seseorang yang mencukur jenggot, tidak memakai jilbab, dll.
4. Tidak boleh membuat sesuatu yang membahayakan.
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
"Tidak Boleh Melakukan Sesuatu Yang Membahayakan Diri Sendiri Ataupun Orang Lain."
Karna Islam menjaga lima perkara :
- Menjaga agama
- Menjaga nyawa
- Menjaga akal
- Menjaga harta
- Menjaga nasab
- Menjaga agama
- Menjaga nyawa
- Menjaga akal
- Menjaga harta
- Menjaga nasab
5. Sebuah adat kebiasaan itu bisa dijadikan sandaran hukum (urf atau ma'ruf)
Allah Subhana wa Taala berfirman dalam Surah Al Baqarah 233 :
وَعَلَى الْمَوْلُوْدِ لَهٗ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ
Maksud ma'ruf disini adalah diperlakukan oleh suaminya dengan sesuai kebiasaan masyarakat. Seperti tidak ada ketentuan khusus betapa seorang suami harus memberikan nafkah kepada istrinya. Jika kebiasaan masyarakat jika memberikan nafkah kepada istrinya sebesar Rp 50.000 maka itulah nafkah yang diberikan. Yang menjadikan patokan adalah sesuai kebutuhan. Islam tidak mematok nominalnya namun dikembalikan kepada urf nya.
Yang perlu diperhatikan adalah bahwa kaidah ini tidak boleh bertentangan dengan syariat. Kalau sebuah adat bertentangan dengan syariat maka tidak boleh dipraktekkan. Seperti kebiasaan meninggal maka diadakan selamatan. Maka kaidah ini tidak berlaku meskipun kebiasaan itu menjadi kebiasaan masyarakat (urf).
Adat kebiasaan itu boleh diamalkan dengan catatan tidak bertentangan dengan syariat. Islam tidak memerangi adat istiadat, budaya, kearifan lokal, selama hal tersebut tidak bertentangan dengan agama.
Wallahu'alam
(Oleh : Buya Abu Ubaidah Yusuf As Sidawi | Kaidah - Kaidah Dalam Fiqih | Masjid Umar bin Khattab | Rimbo Bujang | 06 Safar 1444 H)
0 Komentar
Tinggalkan balasan