Hadits pertama
Telah menceritakan kepada kami Abdulah bin Maslamah bin Qa'nab,
telah menceritakan kepada kami Daud bin Qais dari Musa bin Yasar dari Abu
Hurairah dia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda,
"Barang siapa membeli kambing yang diikat puting susunya, maka ia boleh
menahannya dan mengambil air susunya, jika ia berkenan dengan air susunya maka
ia boleh memilikinya, tapi jika ia berkenan mengembalikannya (ia boleh
mengembalikannya) dengan menyertakan satu sha' kurma."
Hadits kedua
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id, telah
menceritakan kepada kami Ya'qub yaitu Ibnu Abdirrahman Al Qari dari Suhail dari
ayahnya dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah ﷺ
bersabda, "Barang siapa membeli kambing yang puting susunya diikat (agar
terlihat berisi), maka ia berhak memilih selama tiga hari, jika ia berkenan
menahannya maka ia boleh menahannya, dan jika ia berkenan mengembalikannya maka
ia boleh mengembalikannya dengan menyertakan satu sha' kurma."
Hadits ketiga
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Amru bin Jabalah bin
Abi Rawwad, telah menceritakan kepada kami Abu 'Amir yaitu Al 'Aqadi, telah
menceritakan kepada kami Qurrah dari Muhammad dari Abu Hurairah dari Nabi ﷺ
beliau bersabda, "Barang siapa yang membeli kambing dengan puting susu
diikat, maka ia berhak memilih dalam jangka waktu tiga hari, jika ia berkenan
mengembalikannya maka ia boleh mengembalikannya dengan menyertakan satu sha'
dari makanan bukan gandum."
Hadits keempat
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Umar, telah menceritakan
kepada kami Sufyan dari Ayyub dari Muhammad dari Abu Hurairah dia berkata,
Rasulullah ﷺ bersabda, "Barang siapa yang
membeli kambing yang diikat puting susunya, maka ia berhak menetapkan di antara
dua pilihan, jika ia berkenan maka ia boleh menahannya, dan jika ia berkenan
maka boleh mengembalikannya dengan menyertakan satu sha' kurma bukan
gandum." Dan telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Umar, telah menceritakan
kepada kami Abdul Wahhab dari Ayyub dengan isnad seperti ini, namun ia
menyebutkan, "Barang siapa yang membeli kambing maka ia berhak untuk
melakukan khiyar (memilih)."
Faedah
hadits :
1. Hak khiyar
tetap ada meskipun ada unsur penipuan didalam jual belinya. Seperti membeli
barang bekas gawai (handphone) yang tampilannya bagus namun baterainya cepat
habis ketika dipakai. Sementara pembeli tidak mendapatkan informasi. Maka dalam
hal ini penjual diperlukan kejujuran agar mendapatkan keberkahan didalam menjualnya.
Jika seandainya kedua belah pihak jujur (pedagang jujur dengan barangnya,
pembeli jujur dengan nilai tukarnya) dan kedua-duanya memberikan penjelasan
maka diberkati mereka berdua dalam jual belinya. Seperti penjual mengatakan : “Barang
ini tidak bagus tapi harganya murah, sedangkan barang ini bagus tapi harganya
mahal.” Maka penjual menjelaskan barang dagangannya. Sehingga dengan
penjelasan tersebut pembeli bisa memilih. Kalau seandainya berbohong
(menyampaikan sesuatu yang tidak realita dan menutup-nutupi) maka dihapus
keberkahan jual belinya. ‘Uang dapek tapi tidak lakek, barang dapek tapi
Acok rusak.’
2. Terjadi
perbedaan pendapat madzhab Syafi'i didalam hak khiyar, ketika pembeli memberi
barang musharrah baik dia mengetahui secara langsung atau berkelanjutan sampai
tiga hari. Maka, dia memiliki hak khiyar selama tiga hari berdasarkan hadits
diatas. Dan segera dia menentukan keputusan apakah melanjutkan atau tidak
melanjutkan jual beli.
3. Alasan disebutkan
tiga hari adalah pembeli mungkin dia tidak tahu sehingga selama tiga hari
tersebut ia bisa mendeteksi atau mengetahui apakah barangnya musharrah atau
tidak. Karna pada umumnya seorang tidak akan mendeteksi atau mengetahui
barangnya jika kurang dari tiga hari. Sehingga maksud dari tiga hari ini bukan
waktu untuk berfikir apakah melanjutkan atau tidak melanjutkan hak khiyar akan
tetapi untuk mengetahui barangnya.
4. Sebab, bila
pada hari kedua jumlah air susu berkurang dibanding hari pertama, ada kemungkinan
selisih jumlah tersebut diakibatkan sebab tertentu, misalnya perawatan yang
kurang baik pada hari tersebut dan sebab-sebab yang lain. Bila berkurangnya air
susu tersebut berlanjut hingga hari ketiga, maka dapat diketahui adanya
penahanan air susu dalam kantongnya.
5. Apabila dia
memilih untuk mengembalikan hewan yang diketahui adalah hewan yang ditahan air
susunya setelah dia perah maka dia mengembalikannya disertai dengan satu sha'
kurma (baik air susunya sedikit atau banyak). Inilah madzhab Imam Syafi'i juga
Imam Malik, Ibnu Abi Laila, Abu Yusuf dan ahli fikih dari kalangan ahli hadits
bahwa pendapat inilah yang tepat dan sesuai dengan konteks hadits.
6. Sebagian
sahabat kami berpendapat, orang tersebut mengembalikan hewan yang dibelinya
bersama satu sha' bahan makanan negeri tempat ia berada, bukan khusus pada
kurma.
7. Imam Abu
Hanifah, sekelompok ulama penduduk Iraq, sebagian ulama madzhab Maliki dan
salah satu riwayat yang asing dari Imam malik dinyatakan, orang tersebut hanya
mengembalikan binatang yang dibeli, tidak dengan satu sha' kurma, sebab pada
dasarnya bila seseorang merusak barang milik orang lain, maka ia mengembalikan
barang yang sama bila hal tersebut memungkinkan, namun jika tidak, maka ia
mengembalikan dengan mengganti seharga barang tersebut. Adapun mengembalikan
barang yang dirusak dengan jenis yang lain merupakan tindakan yang menyelisihi
hukum dasar.
8. Jumhur ulama
memberi jawaban atas pernyataan tersebut, bahwa bila terdapat sunnah yang
menerangkan sesuatu maka ia tidak ditentang dengan logika asal. Adapun hikmah
di balik pembatasan berupa satu sha' kurma adalah karena status kurma sebagai
bahan makanan pokok para shahabat pada masa itu, lalu hukum syari'at ini terus
berlanjut dengan ketentuan demikian. Tentang tidak wajibnya mengembalikan
barang serupa atau nilainya (harganya), melainkan hanya mengembalikan satu sha'
kurma untuk air susu yang banyak maupun sedikit, adalah agar ketentuan ini
menjadi pembatas yang dipakai sebagai rujukan bersama dan untuk menghilangkan
persengketaan di antara penjual dan pembeli. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa
Sallam sangat serius dalam menghilangkan persengketaan dan mencegah segala
sesuatu yang rentan menjadi penyebab munculnya persengketaan.
9. Penjualan hewan
yang ditahan air susunya marak terjadi di pemukiman orang badui,
kampung-kampung, dan berbagai wilayah yang di dalamnya tidak terdapat orang
yang tahu tentang harga dan orang yang perkataannya menjadi pegangan. Padahal
pembeli telah menghabiskan air susu yang diperahnya, sehingga orang-orang bersengketa
tentang sedikit atau banyaknya air susu tersebut, serta dalam kerugian yang
harus ditanggung. Oleh karena itu, syari'at menetapkan untuk penjual dan
pembeli satu ketentuan yang dengannya tidak ada lagi persengketaan yaitu dengan
menyerahkan satu sha' kurma kepada penjual.
10. Hal yang serupa
dengan permasalahan ini adalah persoalan tentang diyat, dimana jumlahnya adalah
seratus ekor unta, ketentuan ini tidak berubah seiring dengan perbedaan kondisi
korban terbunuh, sebagai upaya memutus persengketaan. Kemudian masalah awal
bulan pada tindak kriminal terhadap janin, baik janin laki-laki maupun
perempuan, telah sempurna bentuk fisiknya ataupun belum berparas, cakap ataupun
buruk. Begitu juga dengan masalah penggenapan antara dua bilangan di dalam
zakat, syari'at menetapkan besarannya yaitu dua ekor kambing atau dua puluh
dirham, guna memutus persengketaan, baik selisih antara kedua bilangan tersebut
banyak ataupun sedikit. Al-Khaththabi dan ulama yang lain telah memberi
penjelasan me ngenai makna ini.
Wallahu’alam.
حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ بْنِ قَعْنَبٍ حَدَّثَنَا دَاوُدُ بْنُ قَيْسٍ
عَنْ مُوسَى بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ اشْتَرَى شَاةً
مُصَرَّاةً فَلْيَنْقَلِبْ بِهَا فَلْيَحْلُبْهَا فَإِنْ رَضِيَ حِلَابَهَا
أَمْسَكَهَا وَإِلَّا رَدَّهَا وَمَعَهَا صَاعٌ مِنْ تَمْرٍ
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ يَعْنِي ابْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ
الْقَارِيَّ عَنْ سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ ابْتَاعَ شَاةً
مُصَرَّاةً فَهُوَ فِيهَا بِالْخِيَارِ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ إِنْ شَاءَ أَمْسَكَهَا
وَإِنْ شَاءَ رَدَّهَا وَرَدَّ مَعَهَا صَاعًا مِنْ تَمْرٍ
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ جَبَلَةَ بْنِ أَبِي رَوَّادٍ حَدَّثَنَا أَبُو
عَامِرٍ يَعْنِي الْعَقَدِيَّ حَدَّثَنَا قُرَّةُ عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ
عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ اشْتَرَى شَاةً
مُصَرَّاةً فَهُوَ بِالْخِيَارِ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ فَإِنْ رَدَّهَا رَدَّ مَعَهَا
صَاعًا مِنْ طَعَامٍ لَا سَمْرَاءَ
حَدَّثَنَا
ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ اشْتَرَى شَاةً مُصَرَّاةً
فَهُوَ بِخَيْرِ النَّظَرَيْنِ إِنْ شَاءَ أَمْسَكَهَا وَإِنْ شَاءَ رَدَّهَا
وَصَاعًا مِنْ تَمْرٍ لَا سَمْرَاءَ
و
حَدَّثَنَاه ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ عَنْ أَيُّوبَ
بِهَذَا الْإِسْنَادِ غَيْرَ أَنَّهُ قَالَ مَنْ اشْتَرَى مِنْ الْغَنَمِ فَهُوَ
بِالْخِيَارِ
0 Komentar
Tinggalkan balasan