Subscribe Us

header ads

5 Akidah Ahlussunnah Terhadap Shahabat


Muqaddimah 1 : Ciri khas dakwah salafiyah yaitu menyebarkan aqidah shahihah dan membantah yang menyelisihinya baik dari dalam maupun dari luar. 

Salah satu ciri khas ahlussunnah wal jamaah, karakteristik dakwah salafiyah adalah selalu memprioritaskan dakwah kepada aqidah tanpa mengesampingkan pembahasan agama yang lain, namun assalafiyun tahu bahwa Islam itu ada skala prioritasnya. Diantaranya masalah ilmu yang paling wajib dipelajari adalah tentang aqidah. Oleh karena itulah dakwah salafiyah diantara ciri khas mereka memprioritaskan apa yang diutamakan oleh Allah dan RasulNya. 

Dan para ulama ahlussunnah sepakat ketika menyebutkan dakwah salafiyah diantaranya mengatakan Syaikh Abdullah bin Shalih Al-'Ubailan salah satu masyayikh senior di Saudi Arabia di dalam salah satu kitabnya yaitu Syarah Syarhus Sunnah Imam Al Barbahari :

“Diantara ciri khas karakteristik dakwah salafiyah yaitu antusias mereka dalam menyebarkan aqidah shahihah dalam mengajarkan serta membantah yang menyelisihinya.”

Muqaddimah 2 : Definisi Shahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. 

Syarat dikatakan Shahabat Nabi menurut ulama :
1. Yang pernah berjumpa dengan Nabi ﷺ, dan
2. Dia beriman kepada beliau, serta
3. Meninggal dunia diatas keimanan. 

Rasulullah ﷺ bersabda : 

فَقَالَ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَاحِقُونَ وَدِدْتُ أَنَّا قَدْ رَأَيْنَا إِخْوَانَنَا قَالُوا أَوَلَسْنَا إِخْوَانَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَنْتُمْ أَصْحَابِي وَإِخْوَانُنَا الَّذِينَ لَمْ يَأْتُوا بَعْدُ

“Salam kesejahteraan atas kalian, wahai penghuni perkampungan kaum Mukminin. Dan aku InsyaAllah akan menyusul kalian. Sungguh aku sangat merindukan untuk bertemu dengan saudara-saudara kita”. Para sahabatpun bertanya,”Bukankah kami ini saudara-saudaramu?” Beliau ﷺ menjawab, “Kalian adalah para sahabatku, sedangkan saudara-saudara kita adalah mereka yang datang kemudian.” (Hadits Riwayat Muslim)

1. Yang dimaksud dengan berjumpa/bertemu adalah dalam keadaan terjaga, bukan dalam keadaan bermimpi. Mungkinkah seseorang berjumpa dalam keadaan mimpi? 

Rasulullah ﷺ bersabda :

وَمَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَقَدْ رَآنِي حَقًّا فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَتَمَثَّلُ فِي صُورَتِي وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ

“Barangsiapa melihatku dalam mimpi, maka sungguh dia telah melihatku secara benar. Sesungguhnya setan tidak bisa menyerupai bentukku. Barangsiapa yang berdusta atas diriku secara sengaja maka hendaknya dia mengambil tempat duduk dalam neraka.” (Hadits Riwayat Bukhari)

Kalau ada yang mengatakan pernah berjumpa dengan Rasulullah ﷺ dalam keadaan mimpi, maka perlu di tes terlebih dahulu.

2. Beriman dengan Nabi ﷺ

3. Meninggal dalam keadaan beriman
Karna dulu pernah ada, beriman dengan Nabi dan berjumpa dengan Nabi namun murtad dari Islam, seperti Ubaidullah bin Jahsy yang mati di Ethiopia dalam keadaan masuk agama Nashara. 

Definisi Shahabat Nabi menurut para ulama :
 
1. Imam An Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim beliau berkata :

“Adapun Shahabat definisinya yaitu setiap Muslim yang melihat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam meskipun sekejap (sebentar) saja. Inilah definisi dari Imam Ahmad, Imam Bukhari dan juga para ulama-ulama dari hadits dan semuanya.”

Beliau juga berkata :

“Yang benar yang merupakan pendapat jumhur ulama, setiap Muslim yang melihat Nabi ﷺ meskipun sesaat maka ia termasuk Shahabat Nabi.”

2. Imam Ahmad rahimahullah berkata :

“Siapa saja yang menyertai Rasulullah setahun, sebulan, sehari, atau sesaat, atau melihat beliau, maka ia termasuk sahabat Nabi. Derajat masing-masing ditentukan menurut jangka waktunya menyertai Rasulullah ﷺ.” Dinukil oleh Ibnu Abi Ya’la dalam ath-Thabaqat (I/243)

3. Imam Ibnu Katsir dalam kitab beliau Mustholah Hadis Al Ba'itsul Hatsits :

“Shahabat Nabi ialah yang pernah melihat Nabi ﷺ dan dia Muslim pada waktu itu meskipun tidak lama berjumpa dengan Nabi ﷺ meskipun tidak meriwayatkan sedikit pun dari Rasulullah ﷺ. Inilah ucapan jumhur para ulama baik yang dulu maupun yang sekarang.”

4. Ibnu Hajar al-'Asqalani berkata :

“Namanya Shahabat yaitu yang berjumpa dengan Nabi ﷺ, beriman dengannya dan meninggal diatas Islam. Baik yang duduk lama ataupun sebentar, baik yang meriwayatkan maupun tidak, baik ikut perang maupun tidak, ataupun sekedar berjumpa namun tidak bisa melihat Nabi (karna kebutaan). Inilah definisi yang paling benar menurut pakar ulama seperti Al Bukhari, Imam Ahmad bin Hambal dan orang-orang yang mengikuti mereka.

Dan dibalik definisi ini, banyak ucapan yang menyeleneh seperti ucapan Hizbut Tahrir, mereka mensyaratkan : “Shahabat Nabi berjumpa dengan Nabi selama setahun atau dua tahun, ikut berperang baik sekali maupun dua kali.”

Dari definisi tersebut, menurut mereka (Hizbut Tahrir) bahwa Muawiyah bin Abi Sufyan bukan termasuk golongan shahabat Nabi ﷺ.

Berkata Taqiyuddin an Nabahani (Pendiri Hizbut Tahrir) dalam kitabnya yang berjudul Asy Syakhshiyah Al Islamiyah :

“Kalau dikatakan Muawiyah bin Abi Sufyan itu pernah melihat dan berkumpul dengan Rasulullah, apakah setiap yang berjumpa dengan Rasulullah dikatakan shahabat? Maka itu salah. Tidak semua yang berkumpul dengan Rasulullah dikatakan shahabat. Kalau demikian, maka Abu Lahab termasuk shahabat.”

Definisi yang paling banyak dibantah oleh para ulama adalah definisi dari salah satu orang yang hidup di Arab Saudi namun pemikirannya pemikirannya Syiah Rafidhah, ia mengatakan :

“Yang dinamakan shahabat itu yang sesuai dengan definisi syar'i yaitu sebelum Perdamaian Hudaibiyah, setelah itu bukan termasuk definisi Shahabat Nabi.”

Karna definisi itulah menurut para ulama banyak para shahabat yang dikeluarkan dari definisi tersebut. Mulai dari Abdullah bin Abbas dan orangtuanya, pamannya Rasulullah ﷺ sampai kepada Abu Hurairah Radhiyallahu Ta'ala anhu.

5 Akidah Ahlussunnah Terhadap Shahabat

1. Cintai semua shahabat Nabi ﷺ

Seorang Muslim loyalitasnya kepada sesama kaum Muslimin. Dalam surah At Taubah, Allah ﷻ berfirman :

وَالْمُؤْمِنُوْنَ وَالْمُؤْمِنٰتُ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۘ

“Orang Mukmin dengan Mukmin lainnya mereka saling mencintai.”

Rasulullah ﷺ Bersabda :

أوْثَقُ عُرَى الإيمانِ المُوَالاةُ في اللهِ، والمُعادَاةُ في اللهِ، والحُبُّ في اللهِ، والبغضُ في اللهِ.

“Sekuat-kuat tali keimanan, cinta dan benci karna Allah.” (Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah)
Kita mencintai si fulan karna dia meng-Esakan Allah dalam ibadah. Kita membenci si fulan karna dia diatas kebidahan / kesyirikan / semisalnya. Cinta dan benci seorang Muslim bukan karna harta, kedudukan, kabilah. Karna itulah, dakwah assalafiyah jauh dari hizbiyah (fanatik golongan).

“Jika seseorang yang membela seorang dai meskipun ucapannya kufur, maka saya tetap membela dia mati-matian karna saya punya hutang budi kepadanya.” Maka ini bukan salafi. 
Ada seorang ulama salaf yang bernama Abu Bakar Al Iyash rahimahullah ketika ditanya : Siapakah sunni itu? Beliau menjawab : Ciri sunni itu kalau disebutkan hawa nafsu (kebidahan, kesesatan, penyimpangan) maka dia tidak pernah membela sama sekali dari siapapun.”

Yang haq dikatakan haq, yang bathil katakan bathil. Ini yang dinamakan Al wala’ wal bara’. Kita cinta kepada si fulan karna ia bertauhid, kalau ia sudah menyimpang maka tidak ada lagi cinta tersebut. Kita cinta karna dia ahlussunnah, karna dia diatas aqidah yang shahihah, namun ketika dia menyimpang maka tidak ada cinta seperti dahulu. Jangan karna dia ustadz saya, karna dia guru saya, maka ini bukan manhaj salaf. Apa bedanya dengan kelompok-kelompok sesat yang sekarang seperti seperti Ikhwanul Muslimin meskipun Hasan Al Banna yang jelas-jelas diatas kesesatan, kesyirikan, kebidahannya, bermesraannya dengan Syiah Rafidhah, mereka bela mati-matian. Sayyid Qutb yang mencela Muawiyah bahkan mencela Nabi Musa alaihissalam, mentafsirkan Surah Al Ikhlas dengan wihdatul wujud, namun mereka tetap membela mati-matian. Karna apa? Karna itu adalah tokoh-tokoh mereka. Inilah yang disebut dengan hizbiyah. 

Aqidah seorang muslim ialah wajib mencintai para shahabat Nabi ﷺ. Dan ini juga ditegaskan oleh para ulama dalam kitab-kitab aqidah mereka diantaranya, Imam Ath-Thahawi rahimahullah dalam Al-Aqidah ath-Thahawiyah, beliau mengatakan :

“Ahlussunnah wajib mencintai semua para shahabat Nabi ﷺ. Namun kita tidak berlebih-lebihan dalam mencintai mereka sebagaimana kelompok Syiah Rafidhah dimana mereka berlebih-lebihan dalam mencintai ahlul baitnya Rasulullah yaitu Ali, Hasan dan Husein, Fatimah.”

Beliau juga berkata :

“Dan kita tidak berlepas diri dari salah satu shahabat Nabi ﷺ.”

Ucapan beliau ini membantah kelompok Syiah Rafidhah disatu sisi dan membantah kelompok khawarij disatu sisi lainnya. Dimana Syiah berlebih-lebihan dalam mencinta Ali dan khawarij berlepas dari Ali bin Abi Thalib sampai mereka membunuh Ali. 

Beliau berkata lagi :

“Kami membenci orang yang membenci para shahabat.”

Ini merupakan ahlussunnah yang sejati. Para shahabat kita cintai, konsekuensinya apa? Kalau Ada yang membenci para shahabat maka kita membenci mereka, bukan malah ditokohkan seperti Ikhwanul Muslimin atau kelompok pergerakan secara umum. Dimana tokoh mereka jelas-jelas membenci Muawiyah, demikian pula Taqiyuddin an Nabahani tadi yang mengeluarkan Muawiyah dari shahabat Nabi, dimana hal ini menunjukkan kebencian yang luar biasa dari shahabat Nabi. Bahkan sebagian dari mereka yang membantah mengatakan bahwa Syiah saja yang membenci Muawiyah masih memasukan Muawiyah sebagai kategori shahabat. 

Beliau berkata lagi :

“Kita tidak menyebut mereka (shahabat Nabi) kecuali dengan kebaikan. Mencintai para shahabat merupakan bagian dari agama Islam, bagian dari cabang keimanan, dan merupakan bentuk kebaikan.”

Sebaliknya, sikap tegas dan keras ahlussunnah dalam masalah bab shahabat menurut Ath-Thahawi yaitu :

“Membenci para shahabat bentuk kekafiran, kemunafikan dan kesesatan.”

2. Memuji atau menyebut kebaikan shahabat Nabi ﷺ

Bagaimana kita tidak memuji dan menyebut kebaikan para shahabat sedangkan Allah dan Rasulullah, Al Quran dan Assunnah banyak memuji mereka. 

Allah ﷻ berfirman,

وَالسّٰبِقُوْنَ الْاَوَّلُوْنَ مِنَ الْمُهٰجِرِيْنَ وَالْاَنْصَارِ وَالَّذِيْنَ اتَّبَعُوْهُمْ بِاِحْسَانٍۙ رَّضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُ وَاَعَدَّ لَهُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ تَحْتَهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَآ اَبَدًاۗ ذٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ ۝١٠٠

"Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung." (Surah At Taubah : 100) 

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata dalam Tafsir Ibnu Katsir :

“Sungguh Allah telah mengabarkan bahwa diriNya telah ridho terhadap para shahabat Muhajirin dan Ashar dan orang yang mengikuti mereka dengan baik. Alangkah celakanya orang yang membenci, mencela para shahabat terutama tuanya para shahabat (Abu Bakar as Siddiq) karna sesungguhnya Ada kelompok yang terhina dari Syiah Rafidhah yang memusuhi para shahabat yang mulia tersebut dan membenci mereka. Ini menunjukkan bahwasanya akal mereka (Syiah Rafidhah) terbalik dan hati mereka tertelungkup, mana iman mereka kepada Al Quran. Bagaimana mereka mencaci maki para shahabat yang telah Allah ridho. (Tafsir Ibnu Katsir) 

Allah ﷺ berfirman :

مُحَمَّدٌ رَّسُوْلُ اللّٰهِۗ وَالَّذِيْنَ مَعَهٗٓ اَشِدَّاۤءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاۤءُ بَيْنَهُمْ تَرٰىهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَّبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنَ اللّٰهِ وَرِضْوَانًاۖ سِيْمَاهُمْ فِيْ وُجُوْهِهِمْ مِّنْ اَثَرِ السُّجُوْدِۗ ذٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِى التَّوْرٰىةِۖ وَمَثَلُهُمْ فِى الْاِنْجِيْلِۚ كَزَرْعٍ اَخْرَجَ شَطْـَٔهٗ فَاٰزَرَهٗ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوٰى عَلٰى سُوْقِهٖ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيْظَ بِهِمُ الْكُفَّارَۗ وَعَدَ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ مِنْهُمْ مَّغْفِرَةً وَّاَجْرًا عَظِيْمًاࣖ ۝٢٩

"Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya. Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat dan sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat, lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas batangnya, tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan di antara mereka, ampunan dan pahala yang besar." (Surah Al-Fath : 29)

Ulama berkata : Allah telah memuji para shahabat sebelum mereka lahir di dunia ini didalam kitab Taurat dan Injil. 

Allah ﷺ berfirman :

لِلْفُقَرَاۤءِ الْمُهٰجِرِيْنَ الَّذِيْنَ اُخْرِجُوْا مِنْ دِيَارِهِمْ وَاَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنَ اللّٰهِ وَرِضْوَانًا وَّيَنْصُرُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الصّٰدِقُوْنَۚ ۝٨ وَالَّذِيْنَ تَبَوَّءُو الدَّارَ وَالْاِيْمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّوْنَ مَنْ هَاجَرَ اِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُوْنَ فِيْ صُدُوْرِهِمْ حَاجَةً مِّمَّآ اُوْتُوْا وَيُؤْثِرُوْنَ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌۗ وَمَنْ يُّوْقَ شُحَّ نَفْسِهٖ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَۚ ۝٩ 

"(Harta rampasan itu juga) untuk orang-orang fakir yang berhijrah yang terusir dari kampung halamannya dan meninggalkan harta bendanya demi mencari karunia dari Allah dan keridaan(-Nya) dan (demi) menolong (agama) Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar.” Dan orang-orang (Ansar) yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah ke tempat mereka. Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (Muhajirin) atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung." (Surah Al-Hasyr : 8-9)

Imam Ahmad rahimahullah mengatakan :

“Diantara aqidah Ahlussunnah memuji menyebutkan kebaikan-kebaikan para shahabat Nabi ﷺ.”

3. Mendoakan mereka dengan kebaikan

Allah ﷺ berfirman :

وَالَّذِيْنَ جَاۤءُوْ مِنْۢ بَعْدِهِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِاِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْاِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا رَبَّنَآ اِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌࣖ ۝١٠

“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa, "Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau tanamkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sungguh, Engkau Maha Penyantun, Maha Penyayang."" (Surah Al-Hasyr : 10)

Berkata Bukhari dalam aqidah beliau yang meriwayatkan Imam Al-Lalika'i dalam Kitab Syarh Ushul I'tiqad Ahlussunnah wal Jama'ah :

“Aku tidak pernah mendapati guru-guruku yang lebih dari seribu itu mencela satupun dari para shahabat Nabi ﷺ. 

Dan beliau mengatakan bahwa Aisyah amirul mukminin Radhiyallahu Anna mengatakan : Mereka kaum muslimin diperintah oleh Allah untuk mendoakan para shahabat dengan maghfirah. Lalu Imam Bukhari membawakan Surah Al-Hasyr : 10.”

Para ulama al hadits mereka tidak pernah bakhil setelah melewati nama shahabat baik dengan tulisan maupun tulisan diucapkan Radhiyallahu anhum. Maka ahlussunnah menuliskan nama shahabat tidak layak kalau memberikan singkatan seperti Abu Bakar ra. 

4. Menjaga hati tidak iri dan menjaga lisan tidak membenci shahabat Nabi

Allah ﷺ berfirman :

وَالَّذِيْنَ جَاۤءُوْ مِنْۢ بَعْدِهِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِاِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْاِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا رَبَّنَآ اِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌࣖ ۝١٠

“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa, "Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau tanamkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sungguh, Engkau Maha Penyantun, Maha Penyayang."" (Surah Al-Hasyr : 10)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam kitab aqidah beliau yang berjudul Kitab Al-Aqidah Al-Wasithiyah, beliau mengatakan :

“Diantara prinsip aqidah Ahlussunnah wal jamaah menjaga hati dan menjaga lisan mereka terhadap para shahabat Nabi ﷺ.”

Imam Abu Zur'ah Ar Razi rahimahullah mengatakan :

“Apabila anda melihat seseorang yang mencaci maki satu saja dari shahabat Nabi maka dia itu zindiq. Kami berkeyakinan Al-Quran dan sunnah Rasulullah ﷺ itu haq dan yang menyampaikan kepada kita adalah para shahabat Nabi. Mereka yang mencaci maki shahabat Nabi tujuan utamanya ingin membatalkan Al-Quran dan Sunnah Rasulullah. Mencela mereka yang mencaci maki shahabat itu yang lebih utama, mereka itu zindiq.”

Imam Ahmad rahimahullah diakhir-akhir kitab Ushulussunnah mengatakan :

“Apabila anda melihat seseorang mencaci maki satu saja shahabat Nabi maka dia mubtadi’.

Syaikh Shalih al-Utsaimin dalam Syarah Lum'atul Itiqad :

“Mencela shahabat Nabi derajatnya bisa kufur akbar kalau sampai mencela mayoritas bahkan semua shahabat Nabi seperti Syiah Rafidhah.”

5. Mengikuti jejak para shahabat Nabi ﷺ

Sebagaimana yang diucapkan oleh Imam Ahmad rahimahullah diawal kitab Ushulussunnah, beliau mengatakan :

“Prinsip Aaidah Ahlussunnah wal jamaah berpegang teguh dengan ajaran shahabat dan meniti jejak mereka.”

Imam Malik rahimahullah berkata, 

“Tidak akan mungkin memperbaiki generasi akhir umat Islam kecuali dengan apa yang memperbaiki generasi awal umat islam.”

Maka aneh kalau ada orang yang ingin memperbaiki umat Islam namun berloyalitas dengan orang yang membenci bahkan mengkafirkan para shahabat Nabi ﷺ. Umat Islam tidak akan jaya kecuali mengikuti jejak para shahabat karna mereka yang pernah menguasai dunia, menaklukan dua negara adi kuasa. Jika kaum Muslimin ingin berjaya maka kembali pada ajaran shahabat Nabi ﷺ. 

Ibnu Qayyim berkata :

“Oleh karena itulah para salafussholeh mereka mentafsirkan ‘ash-shiroothol mustaqiim’ yaitu Abu Bakar, Umar dan para shahabat Rasulullah ﷺ. 

Allah ﷻ berfirman :

فَاِنْ اٰمَنُوْا بِمِثْلِ مَآ اٰمَنْتُمْ بِهٖ فَقَدِ اهْتَدَوْاۚ وَاِنْ تَوَلَّوْا فَاِنَّمَا هُمْ فِيْ شِقَاقٍۚ فَسَيَكْفِيْكَهُمُ اللّٰهُۚ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُۗ ۝١٣٧

"Maka jika mereka telah beriman sebagaimana yang kamu imani, sungguh, mereka telah mendapat petunjuk. Tetapi jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (denganmu) maka Allah mencukupkan engkau (Muhammad) terhadap mereka (dengan pertolongan-Nya). Dan Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui." (Surah Al-Baqarah : 137)

Abdullah bin Mas'ud berkata :

“Kalau kalian ingin mencari suri tauladan maka jadikan shahabat Nabi sebagai suri tauladan kalian. Karna mereka adalah manusia yang paling baik hati, paling mendalam ilmunya, tidak berlebihan dalam beragama. Mereka yang paling lurus petunjuk dan paling baik keadaannya. Para shahabat adalah sekelompok orang yang dipilih oleh Allah dalam menemani Nabi-Nya untuk menegakkan agama. Maka kenalilah jasa-jasa kebaikan mereka. Ikutilah jejak mereka karna mereka diatas jalan yang lurus.”

Ucapan para ulama dalam kitab Aqidah salaf Ashhabul Hadits oleh Al Imam Ash-Shabuni Asy-Syafii rahimahullah, beliau mengatakan :

“Mereka para ashabul hadits ahlussunnah mereka menjaga lisan dari apa yang terjadi perselisihan para shahabat Nabi ﷺ. Mensucikan lisan dari menyebut kejelekan mereka. Dan mereka para ulama salaf mendoakan para shahabat dan berloyalitas kepada shahabat Nabi ﷺ demikian pula menghormati para istri-istri Rasulullah ﷺ dan mendoakan mereka semua.”

Khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah ditanya tentang perselisihan diantara para shahabat, beliau mengatakan : “Itulah darah-darah yang pedang-pedang kita disucikan darinya.” Artinya kita tidak ikut perang bersama mereka. 

Imam Ibnu Abi Zaid Al-Qairawani berkata :

“Tidak boleh menyebut satupun dari shahabat Nabi kecuali dengan penyebutan yang paling baik dan menjaga lisan dari perselisihan diantara mereka dan mereka adalah manusia yang paling layak diberikan udzur dan diberikan prasangka yang paling baik.”

Dalam kitab Ushulussunnah oleh Harb al-Kirmani murid dari Imam Ahmad rahimahullah :

“Diantara aqidah yang terang benderang yaitu menyebut kebaikan para shahabat Nabi semuanya dan tidak menyebut kejelekan mereka dan tidak ikut campur dalam perselisihan mereka. Barangsiapa siapa yang mencaci maki shahabat Nabi atau satu saja dari mereka maka dia mubtadi’, pengikut Syiah Rafidhah, busuk, menyelisihi akidah yang shahihah. Tidak akan diterima amal ibadah nya (baik yang wajib maupun yang sunnah), bahkan mencintai shahabat adalah sunnah, mendoakan kebaikan kepada mereka merupakan bentuk kebaikan kepada Allah dan mengikuti jejak para shahabat merupakan perantara menuju ridha Allah, dan mengambil ajaran mereka merupakan satu keutamaan.”

Wallahu'alam

(Oleh : Buya Abdurrahman Thoyyib | 5 Aqidah Ahlussunnah Terhadap Shahabat Nabi | Masjid Imam Syafii | Kota Bukittinggi | 02 Rabiul Awal 1446 H

Posting Komentar

0 Komentar