Subscribe Us

header ads

Kaidah - Kaidah Memahani Bid'ah


Muqaddimah 1 :

Berkata Hudzaifah bin Al-Yaman :

وَعَنْ حُذَيْفَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الخَيْرِ، وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنِ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي،

“Dahulu manusia mereka bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang kebaikan dan aku bertanya kepada Beliau ﷺ tentang kejelekan karena aku takut kejelekan tersebut menemui diriku.”

Motivasi dalam mempelajari kaidah-kaidah bid’ah agar tidak jatuh kepada ke bid’ahan dan memahami kenapa dikatakan bid’ah oleh para ulama. 

Muqaddimah 2 :

Ini adalah bantahan atas ucapan seseorang yang mengatakan : “Kalau ada yang bicara bid’ah- bid’ah itulah yang sebenarnya ahlul bid’ah karna yang suka bicara sate-satean adalah tukang sate.” Maka ini adalah ucapan yang dia tidak berfikir konsekuensi dibelakangnya karna yang pertama kali sering berkata bid’ah adalah Rasulullah ﷺ. Kita tidak mengenai istilah ini kecuali dari Rasulullah ﷺ  dan Rasulullah setiap Hari jumat pasti mengingatkan umat tentang bid’ah. 

Dalilnya dari Kitab Jum'ah dalam bab Meringankan Shalat dan Khutbah. Dari Jabir bin Abdillah beliau berkata :

“Rasulullah kalau Khutbah jumat wajah beliau memerah, keras suaranya, keras memarahannya, seolah-olah beliau memperingatkan pasukan perang, aku diutus pada Hari kiamat dekatnya seperti 2 jemari ini. Rasulullah ketika Khutbah selalu membaca : Amma ba'du, sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah firman Allah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad ﷺ dan sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan dalam urusan agama. Dan setiap bid’ah itu sesat.”

Definisi bid’ah

Banyak ulama mendefinisikan apa itu bid’ah, diantara definisi tersebut tidak ada yang saling bertentangan, namun ada yang definisi bid’ah yang lebih komplit atau diperinci.

Bukhari berkata tentang definisi bid’ah secara ringkas :

“Apa yang tidak pernah diajarkan oleh Nabi dan para shahabat Nabi dalam urusan agama.”

Imam Asy Syatibi rahimahullah dalam kitab Al-I'tisham, bid’ah itu :

“Satu jalan yang diada-adakan dalam urusan agama yang menyerupai syariat yang tujuan pelakunya berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah ﷻ.”

Muqaddimah 3 :

Bahaya-bahaya bidah :

1. Amalannya tertolak

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ 

“Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak kami perintahkan maka tertolak.” (Hadits Riwayat Muslim)

2. Pelaku bid’ah termasuk orang yang merugi baik di dunia maupun akhirat.

Allah ﷻ berfirman :

قُلۡ هَلۡ نُـنَبِّئُكُمۡ بِالۡاَخۡسَرِيۡنَ اَعۡمَالًا ؕ‏  اَ لَّذِيۡنَ ضَلَّ سَعۡيُهُمۡ فِى الۡحَيٰوةِ الدُّنۡيَا وَهُمۡ يَحۡسَبُوۡنَ اَنَّهُمۡ يُحۡسِنُوۡنَ صُنۡعًا‏ 

Katakanlah (Muhammad), "Apakah perlu Kami beritahukan kepadamu tentang orang yang paling rugi perbuatannya?" (Yaitu) orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia, sedangkan mereka mengira telah berbuat sebaik-baiknya.” (Surah Al Kahfi : 103-104)

3. Pelaku bid’ah memprotes syariat Islam, mereka merasa Islam belum sempurna maka merekalah yang menyempurnakan. 

Allah ﷻ berfirman :

اَلۡيَوۡمَ يَٮِٕسَ الَّذِيۡنَ كَفَرُوۡا مِنۡ دِيۡـنِكُمۡ فَلَا تَخۡشَوۡهُمۡ وَاخۡشَوۡنِ ؕ اَ لۡيَوۡمَ اَكۡمَلۡتُ لَـكُمۡ دِيۡنَكُمۡ وَاَ تۡمَمۡتُ عَلَيۡكُمۡ نِعۡمَتِىۡ وَرَضِيۡتُ لَـكُمُ الۡاِسۡلَامَ دِيۡنًا ؕ

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu.” (Surah Al Maidah : 3)

Imam Ibnu Katsir menafsirkan :

“Ini adalah nikmat Allah yang paling besar atasku yang dengannya Allah telah menyempurnakan agama ini. (sampai kalimat) Maka tidak ada yang halal kecuali diharamkan oleh Rasulullah, tidak ada yang haram kecuali yang diharamkan Rasulullah, dan tidak ada ajaran agama yang disyariatkan agama kecuali yang diajarkan oleh Rasulullah ﷺ.”

4. Pelaku bid’ah seolah-olah mensejajarkan dirinya dengan Allah ﷻ. 

Allah ﷻ berfirman :

اَمۡ لَهُمۡ شُرَكٰٓؤُا شَرَعُوۡا لَهُمۡ مِّنَ الدِّيۡنِ مَا لَمۡ يَاۡذَنۡۢ بِهِ اللّٰهُؕ وَلَوۡلَا كَلِمَةُ الۡفَصۡلِ لَقُضِىَ بَيۡنَهُمۡؕ وَاِنَّ الظّٰلِمِيۡنَ لَهُمۡ عَذَابٌ اَلِيۡمٌ‏ 

“Apakah mereka mempunyai sesembahan selain Allah yang menetapkan aturan agama bagi mereka yang tidak diizinkan (diridai) Allah? Dan sekiranya tidak ada ketetapan yang menunda (hukuman dari Allah) tentulah hukuman di antara mereka telah dilaksanakan. Dan sungguh, orang-orang zalim itu akan mendapatkan azab yang sangat pedih.” (Surah Asyura : 21)

5. Pelaku bid’ah adalah pembuat fitnah. 

Allah ﷻ berfirman :

لَا تَجۡعَلُوۡا دُعَآءَ الرَّسُوۡلِ بَيۡنَكُمۡ كَدُعَآءِ بَعۡضِكُمۡ بَعۡضًا ؕ قَدۡ يَعۡلَمُ اللّٰهُ الَّذِيۡنَ يَتَسَلَّلُوۡنَ مِنۡكُمۡ لِوَاذًا ۚ فَلۡيَحۡذَرِ الَّذِيۡنَ يُخَالِفُوۡنَ عَنۡ اَمۡرِهٖۤ اَنۡ تُصِيۡبَهُمۡ فِتۡنَةٌ اَوۡ يُصِيۡبَهُمۡ عَذَابٌ اَ لِيۡمٌ‏ 

“Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul (Muhammad) di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain). Sungguh, Allah mengetahui orang-orang yang keluar (secara) sembunyi-sembunyi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul-Nya takut akan mendapat cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (Surah An Nur : 63)

6. Pelaku bid’ah merasa lebih pintar daripada ﷺ

Ungkapan Imam Malik rahimahullah ketika didatangi oleh seseorang yang ingin untuk haji/umroh dari Kota Madinah, mereka bertanya :

“Darimana aku ihrom untuk haji/umroh? Imam Malik berkata : ihromnya dari Dzul Hulaifah seperti Rasulullah ihramnya Dzul Hulaifah. Mereka mengatakan : “Bagaimana pendapat engkau Imam Malik kalau aku ihramnya disisi kuburannya Rasulullah?” Imam Malik berkata : “Jangan engkau lakukan, karena Aku khawatir akan terjadi fitnah kepadamu.”  Orang tersebut kemudian bertanya, “Fitnah apa yang bisa timbul dari hal tersebut? Ini hanya sekedar beberapa mil yang aku tambahkan.”  Imam Malik menjawab, “Fitnah apa yang lebih besar dari pada engkau dinilai telah melampaui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam suatu keutamaan dimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalai dari hal tersebut?” Sesungguhnya aku mendengar firman Allah :

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“…Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih.” (Surah An-Nur : 63)

7. Pelaku bid’ah menuduh Rasulullah mengkhianati agama Allah. 

Imam Malik rahimahullah berkata :

“Barangsiapa yang berbuat bid’ah dan ia menganggap bid’ah itu bid’ah hasanah maka dia telah menuduh Rasulullah mengkhianati Allah karna Allah telah berfirman : Pada hari ini telah Aku sempurnakan agama kalian.”

Imam Malik rahimahullah mengucapkan ucapan emas tentang definisi bid’ah :

“Apapun yang tidak dianggap agama dijaman Nabi dan para shahabat sampai kapanpun, maka itu adalah bid’ah.”

8. Pelaku bid’ah antara merasa lebih baik daripada Rasulullah atau memang ingin membuka pintu kesesatan. 

Abdullah bin Mas'ud yang sering mentahdzir umat dari bid’ah, beliau berkata :

“Ikuti ajaran yang sudah ada, jangan berbuat bid’ah, karna kalian sudah dicukupi.”

Beliau juga mendapati sekelompok yang berdzikir secara jamaah, beliau mengingkari orang-orang yang berdzikir secara berjama’ah di masjid. Dikisahkan oleh Abu Musa Al Asy’ari radhiallahu’anhu :

قال رأيتُ في المسجدِ قومًا حِلَقًا جلوسًا ينتظرون الصلاةَ في كلِّ حلْقةٍ رجلٌ وفي أيديهم حصًى فيقول كَبِّرُوا مئةً فيُكبِّرونَ مئةً فيقول هلِّلُوا مئةً فيُهلِّلون مئةً ويقول سبِّحوا مئةً فيُسبِّحون مئةً قال فماذا قلتَ لهم قال ما قلتُ لهم شيئًا انتظارَ رأيِك قال أفلا أمرتَهم أن يعُدُّوا سيئاتِهم وضمنتَ لهم أن لا يضيعَ من حسناتهم شيءٌ ثم مضى ومضَينا معه حتى أتى حلقةً من تلك الحلقِ فوقف عليهم فقال ما هذا الذي أراكم تصنعون قالوا يا أبا عبدَ الرَّحمنِ حصًى نعُدُّ به التكبيرَ والتهليلَ والتَّسبيحَ قال فعُدُّوا سيئاتِكم فأنا ضامنٌ أن لا يضيعَ من حسناتكم شيءٌ ويحكم يا أمَّةَ محمدٍ ما أسرعَ هلَكَتِكم هؤلاءِ صحابةُ نبيِّكم صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ مُتوافرون وهذه ثيابُه لم تَبلَ وآنيتُه لم تُكسَرْ والذي نفسي بيده إنكم لعلى مِلَّةٍ هي أهدى من ملةِ محمدٍ أو مُفتتِحو بابَ ضلالةٍ قالوا والله يا أبا عبدَ الرَّحمنِ ما أردْنا إلا الخيرَ قال وكم من مُريدٍ للخيرِ لن يُصيبَه إنَّ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ حدَّثنا أنَّ قومًا يقرؤون القرآنَ لا يجاوزُ تراقيهم يمرُقونَ من الإسلامِ كما يمرُقُ السَّهمُ منَ الرَّميّةِ وأيمُ اللهِ ما أدري لعلَّ أكثرَهم منكم ثم تولى عنهم فقال عمرو بنُ سلَمةَ فرأينا عامَّةَ أولئك الحِلَقِ يُطاعِنونا يومَ النَّهروانِ مع الخوارجِ

“Abu Musa Al Asy’ari berkata : aku melihat di masjid ada beberapa orang yang duduk membuat halaqah sambil menunggu shalat. Setiap halaqah ada seorang (pemimpin) yang memegangi kerikil, kemudian ia berkata : bertakbirlah 100 kali! Maka para pesertanya pun bertakbir 100 kali. Kemudian pemimpinnya berkata: bertahlil lah 100 kali! Maka para pesertanya pun bertahlil 100 kali. Kemudian pemimpinnya berkata: bertasbih lah 100 kali! Maka para pesertanya pun bertasbih 100 kali. 

Ibnu Mas’ud berkata : lalu apa yang engkau katakan kepada mereka wahai Abu Musa? Abu Musa menjawab : aku tidak katakan apapun karena menunggu pandanganmu. Ibnu Mas’ud berkata: mengapa tidak engkau katakan saja pada mereka: hitunglah keburukan-keburukan kalian saja, maka aku jamin kebaikan-kebaikan kalian tidak akan disia-siakan sama sekali. 

Kemudian Ibnu Mas’ud pergi dan kami pun pergi bersama beliau. Sampai pada suatu hari Ibnu Mas’ud mendapati sendiri halaqah tersebut. Lalu beliau pun berdiri di hadapan mereka.

Ibnu Mas’ud berkata : apa yang kalian lakukan ini? Mereka menjawab : Wahai Abu Abdirrahman, ini adalah kerikil untuk menghitung takbir, tahlil dan tasbih! Ibnu Mas’ud berkata : hitunglah keburukan-keburukan kalian saja, maka aku jamin kebaikan-kebaikan kalian tidak akan disia-siakan sama sekali. Wahai umat Muhammad, betapa cepatnya kalian binasa! Demi Allah, yang kalian lakukan ini adalah ajaran agama yang lebih baik dari ajaran Muhammad atau kalian sedang membuka pintu kesesatan!

Mereka mengatakan: Wahai Abu Abdirrahman, kami tidak menginginkan apa-apa kecuali kebaikan! Ibnu Mas’ud menjawab : betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan namun tidak mendapatkannya. Sesungguhnya Rasulullah mengatakan kepada kami tentang suatu kaum yang mereka membaca Al-Qur’an akan tetapi (bacaan mereka) tidak melewati tenggorokan mereka, demi Allah, saya tidak tahu bisa jadi kebanyakan mereka adalah dari kalian. Kemudian Ibnu Mas’ud meninggalkan mereka”. 

Amr bin Salamah berkata, ”Kami melihat kebanyakan orang-orang yang ada di halaqah itu adalah orang-orang yang ikut melawan kami di barisan khawarij pada perang Nahrawan” (Diriwayatkan Ad Darimi dalam Sunan-nya no.210, dishahihkan Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah, 5/11).

9. bid’ah jembatan menuju kekafiran

Imam Al Barbahari rahimahullah dalam kitab Syarhus Sunnah mengatakan :

“Hati-hati dari bid’ah- bid’ah yang kecil karna kalau dilakukan ia akan terus membesar. Jauhkanlah diri kalian dari bid’ah- bid’ah yang kecil karna yang kecil itu akan terus membesar. Demikianlah bid’ah itu yang awalnya kecil namun lama kelamaan menjadi besar. Kalau sudah terbiasa dengan bid’ah tersebut maka sulit untuk keluar dan diapun menjadi kafir.”

10. Pelaku bid’ah diancam tidak meminum dari telaga Rasulullah ﷺ. 

Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi ﷺ, katanya,

أَنَا فَرَطُهُمْ عَلَى الْحَوْضِ أَلَا لَيُذَادَنَّ رِجَالٌ عَنْ حَوْضِي كَمَا يُذَادُ الْبَعِيرُ الضَّالُّ أُنَادِيهِمْ أَلَا هَلُمَّ فَيُقَالُ إِنَّهُمْ قَدْ بَدَّلُوا بَعْدَكَ فَأَقُولُ سُحْقًا سُحْقًا (رواه مسلم وابن ماجه وأحمد)

“Aku akan mendahului kalian menuju telaga… sungguh, akan ada beberapa orang yang dihalau dari telagaku sebagaimana dihalaunya onta yang kesasar. Aku memanggil mereka: “Hai datanglah kemari…!” namun dikatakan kepadaku: “Mereka telah mengganti-ganti (ajaranmu) sepeninggalmu…” maka kataku : “Menjauhlah sana… menjauhlah sana (kalau begitu)” (Hadits Riwayat Muslim, Ibnu Majah)

11. Pelaku bid’ah hitam kelam di akhirat. 

Allah ﷻ berfirman :

يَّوۡمَ تَبۡيَضُّ وُجُوۡهٌ وَّتَسۡوَدُّ وُجُوۡهٌ  ؕ فَاَمَّا الَّذِيۡنَ اسۡوَدَّتۡ وُجُوۡهُهُمۡ اَكَفَرۡتُمۡ بَعۡدَ اِيۡمَانِكُمۡ فَذُوۡقُوا الۡعَذَابَ بِمَا كُنۡتُمۡ تَكۡفُرُوۡنَ‏ ١٠٦

“Pada hari itu ada wajah yang putih berseri, dan ada pula wajah yang hitam muram. Adapun orang-orang yang berwajah hitam muram (kepada mereka dikatakan), "Mengapa kamu kafir setelah beriman? Karena itu rasakanlah azab akibat kekafiranmu itu." (Surah Al Maidah : 106)

12. Pelaku bid’ah diancam masuk neraka.

Rasulullah ﷺ bersabda :

وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ

“setiap bid’ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan tempatnya di neraka” (Hadits Riwayat An Nasa’i)

Namun ahlussunnah tidak gegabah memvonis individu pelaku bid’ah masuk neraka. Yang berhak memvonis masuk neraka adalah Allah ﷻ. 

Imam At Thahawi dalam kitab Al-Aqidah ath-Thahawiyyah mengatakan :

“Kita tidak memvonis seorang pun dari umat Islam masuk surga maupun masuk neraka.”

Secara umum, kita harus mengatakan bahwa umat Islam itu masuk surga dan orang kafir masuk neraka. Namun mengatakan si fulan A si fulan B masuk surga atau masuk neraka, maka hal ini perlu dalil khusus. 

Kaidah-kaidah bid’ah

Pembahasan ini menukil dari kitab Ilmu Ushulil Bida' karya Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi rahimahullah bab kedua : Kaidah-kaidah mengenal bid’ah. 

Kaidah-kaidah bid’ah :

1. Asal ibadah itu terlarang (sampai ada dalil yang mensyariatkan)

Ibnu Qayyim rahimahullah berkata dalam kitab I'lam al-Muwaqqi'in :

“Telah dimaklumi tidak ada yang haram kecuali yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya. Dan tidak ada kata-kata : ini dosa atau tidak, kecuali yang divonis oleh Allah pelakunya berdosa. Sebagaimana tidak ada yang wajib kecuali di wajibkan oleh Allah. (sampai kata) maka asal didalam ibadah itu terlarang sampai ada dalil yang memerintahkan.”

Makanya pembahasan bid’ah itu dalam urusan agama, bukan urusan dunia. Sungguh jahil jika ada orang yang mengatakan sedikit-sedikit bid’ah seperti mengatakan : “Kalau naik haji jangan pakai pesawat tapi naik onta saja.” Maka orang ini jahil murrakab yang tidak paham apa itu bid’ah.

Sa’id bin Musayyab rahimahullah adalah seorang ulama besar di kalangan tabi’in (generasi setelah sahabat Nabi Muhammad ﷺ). Beliau dijuluki “alim ahlil Madinah” (ulamanya penduduk Madinah) dan juga “sayyidut tabi’in” (pemimpinnya para tabi’in).

Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Sunan-nya,

رأى سعيد بن المسيب رجلا يصلي بعد طلوع الفجر أكثر من ركعتين يكثر فيها الركوع والسجود فنهاه. فقال: يا أبا محمد! أيعذبني الله على الصلاة؟! قال: لا ولكن يعذبك على خلاف السنة

“Sa’id bin al Musayyab melihat seorang yang shalat setelah terbit fajar (shalat sunah fajar/qobliyah subuh) lebih dari dua raka’at, yang ia memperpanjang rukuk dan sujudnya. Lalu Sa’id bin al Musayyab melarangnya.

Maka orang tadi berkata : “Wahai Abu Muhammad (kunyah/panggilan Sa’id), apakah Allah akan mengazab saya gara-gara saya shalat?” Sa’id bin al Musayyab menjawab : “Bukan demikian, namun Allah akan mengazabmu karena menyelisihi sunnah (tuntunan Rasulullah dalam shalat sunah fajar)” (Diriwayatkan Al Baihaqi, Ad Darimi)

2. Bagaimana kita mengetahui bid’ah?

- Setiap yang menentang sunnah Rasulullah ﷺ baik setiap ucapan, perbuatan, keyakinan. Seperti contoh : mencela pemimpin.

- Setiap hal yang dijadikan untuk mendekatkan diri kepada Allah ﷻ sedangkan hal tersebut dilarang oleh Rasulullah ﷺ. Seperti contoh : puasa sepanjang hari.

- Setiap hal yang tidak mungkin dianggap syariat kecuali lewat dalil/nash. Seperti contoh : bersalaman setelah shalat berjamaah.

- Apa yang disandarkan kepada ibadah dari adat kebiasaan orang kafir. Seperti contoh : perayaan tahun tahun

- Apa yang dianggap sunnah oleh sebagian ulama namun tidak ada dalilnya. Seperti contoh : orang yang belum mempunyai anak dianjurkan untuk membaca Surah Maryam.

- Setiap ibadah yang tidak ada penjelasan tata caranya kecuali pada hadist yang lemah atau palsu. Seperti contoh : Shalat gharaib (shalat antara maghrib dan isya) pada Jumat pertama bulan Rajab.

- Berlebih-lebihan dalam  melaksanakan ibadah. Seperti contoh : tidak menikah, shalat sepanjang malam, puasa setiap hari untuk fokus beribadah.

- Setiap ibadah yang dimutlakkan oleh syariat namun diikat oleh sebagian orang. Seperti contoh : ketika mengelilingi Thawaf dengan membaca dzikir-dzikir khusus.

3. Setiap bid’ah sesat

Setiap yang mengatakan bahwa ada bid’ah hasanah maka berlawanan dengan sabda Rasulullah ﷺ. Karna Rasulullah ﷺ bersabda :

وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ

“Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan tempatnya di neraka” (Hadits Riwayat An Nasa’i)

4. Setiap bid’ah di neraka (hukum secara umum, bukan individu).

5. Sunnah tarkiyah.

Sunnah Rasulullah ada 2 : sunnah fi’liyah dan sunnah tarkiyah. Sunnah fi’liyah yaitu sunnah yang Rasul ajarkan/lakukan. Sedangkan sunnah tarkiyah yaitu segala sesuatu yang ditinggalkan oleh Rasul dalam rangka beribadah kepada Allah ﷻ. Seperti contoh : Rasul tidak selalu mengerjakan shalat malam.

Wallahu'alam

(Oleh : Buya Abdurrahman Thoyyib | Kaidah-kaidah Memahami Bid'ah | Ponpes Dar el-Ilmi |   Kota Payakumbuh | 03 Rabiul Awal 1446 H) 

Posting Komentar

0 Komentar